Prolog

55 17 6
                                    

Ini bukan tentang warna kulit.
Ini bukan sebuah takdir hidup.
Ini bukan sebuah sifat yang berbanding terbalik.
Ini juga bukan sebuah alam yang berbeda.

       Gadis itu terkulai lemah di tanah basah, bau menyengat menusuk indra penciuman.
Tubuhnya tampak seperti sebuah kain yang tergeletak di pinggir jalan, wajah pucat menahan goresan sakit di lahir dan batin.

        Terlihat samar - samar seorang lelaki meninggalkan gadis itu dan menengok sedikit.
"Aku tak pernah menyuruhmu menyerahkan segalanya untukku, jadi maaf bila aku harus meninggalkanmu dengan cara seperti ini. "

       Asap mencekik kerongkongan dan mencekam paru - paru menyebabkan gadis malang itu batuk - batuk. Langit malam yang suram dan bintang - bintang seolah tak ada satupun yang muncul untuk menemani.

      Sepatah katapun tak bisa terucap. Hanya air mata yang lolos begitu saja untuk penyesalan, menetes bersama sesuatu tersakit yang pernah ia rasakan di fisiknya.

      Darah. Cairan itu mengalir mengucur begitu saja melewati kedua kaki, asal cairan merah adalah makhuk hidup kecil di dalam perutnya, gadis itu meremas apapun yang ia pegang, berharap rasa sakit akan hilang. Namun dia tahu jika rasa sakit itu hilang. Dapat dipastikan dirinya telah mati.

      Gaun hitam yang ia kenakan seolah pertanda bahwa sepertinya dia telah dibuang dan dicampakan begitu saja oleh orang yang di cintainya.

Ia bagaikan ranting kering yang terijak, rapuh dan patah atau layaknya dedaunan coklat yang melayang tertiup angin jatuh perlahan di musim gugur.

To be Continued

Black & WhiteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang