Promise

6.1K 399 7
                                    

Pagi menyapa. Suara kicauan-kicauan burung yang indahpun menambah suasana tenang bagi pendengarnya.

Tapi tidak untuk Vio. Dia terbangun dengan rasa sakit yang menyerang lehernya dan merasakan ada yang asing.

"Dimana aku?" Tanyanya pada dirinya sendiri.

Ia ingat betul ini bukan kamarnya. Kamarnya bernuansa Violete, bukan abu-abu dan hitam seperti ini.

Ia yakin sprei tempat tidurnya baru saja diganti dua hari yang lalu dengan warna putih polos, bukan abu-abu.

Ia ingat lantai kamarnya terbuat dari kayu, bukan marmer. Dia tidak pernah suka lantai marmer dikamarnya.

Dan dia selalu ingat bahwa pintu kamar mandinya disudut kanan kamarnya dengan pintu kayu berwarna ungu muda, bukan dihadapannya dengan pintu kaca yang besar dan transparan, membuat dia dapat melihat jacuzzi mewah didalamnya.

Tiba-tiba saja Vio merasakan seperti ada sebuah bohlam menyala diatas kepalanya. Dan seketika itu juga matanya terbelalak.

"Tidak mungkin. Aku pasti bermimpi!" Vio menjerit keras. Berlari kearah kamar mandi tersebut dan mencari wastafel.

Setelah menemukan apa yang ia cari, Vio langsung membasahi seluruh wajahnya hingga mengenai beberapa helai rambutnya yang tergerai. Oh, bahkan gulungan rambutnya sudah terlepas!

Ia panik, sangat sangat panik. Bahkan ia sampai melewati shower mewah yang jauh lebih mewah dari punyanya di Penthouse saking paniknya.

Ia berlari sekencang-kencangnya dan menggedor-gedor pintu kamar yang terkunci dari luar.

"Biadab, keluarkan aku dari sini! Akan kubunuh kau, pria sialan!!" Jerit Vio keras. Dia tidak peduli dengan pita suaranya yang akan rusak, ini situasi gawat.

"Berapa yang kau mau? Sebutkan nominalnya dan keluarkan aku dari sini, bajingan!" Tidak ada yang menjawab, tetapi Vio tidak berputus asa. Ia terus menabrakkan tubuh mungilnya kepintu besar ini.

Tak lama kemudian, masuklah dua wanita yang berpakaian sama kedalam kamar yang ditempati oleh Vio. Mereka tampak tergesa-gesa.

"Sabar, Luna. Luna tidak perlu berteriak untuk keluar dari kamar, Luna bisa memakai remot yang sudah disediakan untuk memanggil kami." Ucap wanita berambut merah seraya melirik kearah meja nakas.

Vio tidak peduli. Dengan napas yang tersenggal-senggal ia kembali menjerit, "Kemana bajingan itu, hah?! Aku memanggilnya, bukan kalian!!!"

"Kau tidak perlu menjerit-jerit untuk memanggilku, sayang. Tinggalkan kami." Ucap seseorang yang langsung membuat dua wanita yang mungkin adalah pelayan di rumah ini kocar-kacir keluar dari kamar.

Vio memandang pria itu dengan tatapan paling tajam yang ia miliki. Ia membenci pria ini, sangat.

"Bajingan yang sok berkuasa. Apa yang kau inginkan dariku?!" Tanya Vio sakartis.

Sedangkan yang ditanya terus memandangnya dengan wajah yang berseri-seri.

"Well, namaku Austin Connor, bukan bajingan. Dan selamat datang di rumah kita! Tidak perlu menjerit untuk memanggilku, Luna."Ujar Austin santai. Tidakkah dia tahu betapa muaknya Vio saat ini.

"Persetan dengan namamu, PULANGKAN AKU!!" Vio masih menjerit, tidak peduli dengan tatapan Austin yang sudah berubah menjadi menyeramkan.

"Jangan membuat aku marah, Luna." Bisik Austin.

Pria itu kemudian berjalan mendekat, membuat Vio bergerak untuk berjalan mundur.

Grep!

"Shit! Lepaskan aku, bajingan!!! Awh... Kau menyakiti tanganku!" Keluh Vio dengan intonasi suara yang tinggi.

UnexpectedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang