High School Love Story 8

158K 12K 158
                                    

Ingat ya kalo udah baca jangan lupa vote, biar tau, ada yang minat atau nggak sama cerita aku, gampang kok tinggal teken bintang, asalkan jangan yang di langit.

________

Kakinya terus berlari, mengikuti kemanapun hatinya ingin pergi. Gemaan suara ejekan serta tawaan banyak orang membuat tangisnya semakin menjadi-jadi. Beberapa anak perempuan yang menyapa ia hiraukan. Bukan karena Sania sombong atau semacamnya, hanya saja keadaan sedang tidak memungkinkan untuk membalas sapaan mereka.

Disini kakinya berhenti, meluapkan rasa kesal dan malunya pada pohon yang menjulang cukup tinggi di belakang sekolah. Entah kenapa hati Sania akhir-akhir ini menjadi sangat sensitif. Terlalu mudah menangis dan sedih, apakah efek dari jatuh cinta? Ah Mungkin saja karena itu, tapi apa benar dia sedang jatuh cinta? Lalu pada siapa?

Sania menoleh karena merasakan ada seseorang yang datang. Rey berdiri tepat dihadapannya, wajah laki-laki jakung itu tampak pucat karena kelelahan berlari.

"Lo ngapain kesini hah?! Mau ikut ngetawain gue?" Sania berteriak emosi, cowok itu menggelengkan kepalanya, berusaha meraih pipi Sania namun belum sempat ia menghapus air mata sang gadis tangannya sudah lebih dahulu di tepis .

"Gue kesini bukan mau ngetawain lo, gue kesini karena gue gamau lo nangis kayak gini San" suaranya begitu lembut.

"Taiii lo semua tau gak!" Rey tidak tahan melihat wajah Sania, ia menarik tubuh cewek itu lalu merengkuhnya. Mengelus rambut Sania mengirimkan kehangatan pada mantan kekasihnya itu.

"Lepasin gue!" Sania mendorong Rey dengan kasar. "Lo bilang ga mau liat gue nangis?" Sania tersenyum getir "BULLSHIT!"

Bibirnya kelu. Otaknya tak mampu memikirkan kata apa yang tepat untuk di ucapkan. Jika sudah menyangkut tentang masa lalu Rey angkat tangan. Karena apapun alasannya, dia akan tetap menjadi seseorang yang bersalah atas kandasnya hubungan mereka.

"Sania!" Teriaknya karena Sania berlari pergi. Rey ingin mengejarnya lagi namun tertahan karena cengkraman tangan seseorang di lengannya.

"Biarin dia sendiri dulu"

Itu dia, Devan, laki-laki yang membuat gadisnya menangis.

Entah kenapa Rey sangat marah dan sakit hati jika melihat wajah Devan. Ingin rasanya dia meninju cowok itu berkali-kali. Mudah saja jika dia ingin membuat Devan pulang dengan wajah memar, ataupun pingsan sekarang juga, tapi Rey sadar melakukan itu semua hanya akan membuat keadaan bertambah rumit, dia tidak mau di pandang lebih buruk lagi oleh Sania.

"Sejak kapan lo kenal sama dia?" Tatapan Devan menusuk dan mengintimidasi.

Rey menepis tangan Devan dari lengannya. Membalas tatapan cowok itu tak kalah tajam, kemudian berlalu pergi tanpa sepatah katapun.

Sepertinya bendera perang sudah dikibarkan.

****

Rasa bingung membuat Rere menciptakan lipatan-lipatan halus di keningnya. Dua manusia yang biasanya ribut dan tidak bisa diam hari ini kelihatan berbeda. Tingkah dan mimik wajah yang di tunjukan mengatakan bahwa di antara mereka sedang terjadi sesuatu, memunculkan rasa curiga yang berlebihan dihati Rere. Dia jadi tidak enak untuk mengajak dua orang itu kerja kelompok.

"Baiklah anak-anak sampai disini pertemuan kita, semuanya harus langsung pulang kerumah. Jangan ada yang keluyuran kesana kemari"

"Bombom tuh pak, suka keluyuran" terdengar Sahutan dari geng pojok kelas sebelah timur. Geng cowok nakal, urak urakan, pembolos, dan sejenisnya. Tapi itulah yang membuat Rey tertarik untuk berteman dengan mereka. Selain karena mencari tempat yang strategis agar bisa melihat Sania, Rey memilih tempat duduknya yang sekarang karena dia merasa anak laki-laki disana cocok menjadi temannya.

High School Love StoryWhere stories live. Discover now