Bab 9 [BUKA! AKU MAU MASUK II]

290 41 6
                                    




                   

-Author POV-

            Suara geraman itu, terdengar seperti binatang buas di hutan sana. Sesekali suara geramannya itu di selingi seperti suara suatu patahan. Suara patah yang berasal dari tulang-tulangnya yang sepertinya selalu remuk ditiap kali ia merangkak. Tangannya begitu panjang dari ukuran normal. Kulitnya sangat pucat, seperti tak ada darah yang mengalir di bawah kulitnya yang keriput. Dagingnya hanya menumpang di tulangnya, tertutupi kulit tanpa benang sehelai pun.

            Ia merangkak perlahan, mendekati ranjang di kamar depan rumah itu. Menaiki ranjang itu dengan begitu mudah, dan mendapati gadis yang tengah tertidur pulas di sana. Senyumannya yang terlihat seperti seringaian terukir ngeri dibibirnya yang begiru lebar. Gigi-gigi runcingnya nan hitam terlihat begitu jelas di balik seringaiannya. Darah kental nan pekat berwarna merah kehitaman mengalir layaknya air liur di kedua ujung bibirnya yang hampir ke telinga.

            Krek! Suara jendela itu bergetar, seperti ada yang ingin mendobraknya. Kepalanya berputar 180 derajat sempurna ke belakang. Matanya yang merah melihat siluet dibalik jendela itu tajam. Nampak, seorang wanita hendak membuka pintu itu paksa. Ia menggeram, dan....

"Siapa di sana?" tanya Ayah Yuki tiba-tiba dibalik pintu. Suasana kembali hening, wanita merangkak tadi ternyata telah lenyap di udara.

--

            Dia seorang dokter mata, keahliannya dalam operasi mata tak perlu diragukan lagi. Ia adalah yang terbaik di kota ini. Semua orang menganggap hidupnya tlah sempurna, sebelum kejadian itu menimpanya. Tabrakan yang mengerikan, tlah merenggut putri kesayangannya. Ia sangat menyesali perbuatannya kemarin. Kenapa ia memaksa cinta tuk putrinya itu? Ah', memaksakan kehendaknya itu bukanlah tanpa suatu alasan.

            Putrinya indigo, perbedaan itulah yang membuat putrinya begitu menutup diri dari pergaulan. Umurnya yang beranjak makin dewasa, membuat hati sang Ayah semakin gusar. Takut, putrinya tak memiliki pasangan yang akan menemani saat dirinya tlah tiada nanti. Namun takdir berkata lain, Tuhan begitu menyayangi putrinya. Hanya dengan kata istigfar-lah agar dirinya teringat bahwa itu bukanlah sebuah bentuk kesialan semata. Melainkan sebuah cobaan tuk dirinya agar lebih bisa mendekatkan diri pada-Nya.

            Namun hal itu begitu menyakitkan, terlebih mendengar permintaan sang anak sebagai syarat tuk memaafkan kesalahannya. Permintaan itu tak begitu lazim terdengar di telinganya. Mendonorkan kornea mata pada gadis yang putrinya tabrak saat kecelakaan itu. Hati seorang Ayah mana yang tidak perih mendengar permintaan aneh seperti itu? berulang kali ia menjelaskan agar putrinya mengerti, bahwa pendonoran itu hanya bisa dilakukan oleh seseorang yang telah meninggal. Namun putrinya tetap membulatkan tekadnya.

            Akhirnya, Ayahnya-pun mengizinkan. Namun akan dilakukannya saat putrinya meninggal nanti, tapi ia bersyukur kini putrinya bisa kembali ke rumah melanjutkan aktivitasnya seperti biasa.

Namun, alangkah terguncangnya batin sang Ayah. Putrinya tewas mengenaskan dengan dress putih kesayangannya di bathup dengan air yang berwarna merah segar menggenangi tubuh putrinya itu. Dadanya serasa dihujamkan banyak pedang tajam. Seluruh tubuhnya lemas, memeluk si anak dengan tangis yang histeris. Pantas semalam putrinya itu hanya diam tak mau menjawab gurauannya. Pantas semalam putrinya hanya berdiam diri di kamar. Pergelangan tangan kiri putrinya itu hampir putus. Wajah putrinya hancur, tersayat silet di mana-mana. Selain itu, di ujung jarinya juga terdapat luka yang lumayan serius.

Tangisnya terhenti, melihat tulisan bergariskan warna merah itu di dinding.

'PERGI! AKU TIDAK SANGGUP!'

THE NUTCRACKER [18/18 End]Where stories live. Discover now