Escape Soldiers

288 2 0
                                    


"Tinggalkan aku.... Aku hanya akan menghambatmu.... Kalau kau pergi sendiri, kau masih bisa selamat."

"Tidak. Kita berdua masih bisa selamat."

Dua prajurit berjalan tertatih-tatih. Seorang menopang yang lain, dia tidak ingin meninggalkan temannya mati. Mereka sudah berlari dari medan pertempuran dan dalam perjalanan menuju desa atau kota terdekat. Temannya terluka parah di perut bagian kiri. Meski sudah dibalut, darah masih saja menetes.

"Tinggalkan aku!" prajurit terluka mendorong temannya sehingga keduanya terjatuh. "Biarkan aku mati disini."

"Jangan bodoh! Kita masih bisa selamat."

"Kau tahu apa tentang medan pertempuran?! Biar kita bisa lari sekarang, prajurit musuh akan mengejar kita. Larilah! Aku tidak butuh simpatimu."

"Dasar orang tua bodoh!"

Prajurit muda memukul wajah prajurit tua terluka itu. Seakan punya tenaga lagi, prajurit tua membalas kuat sekali. Keduanya terengah-engah di bawah sinar matahar setelah beberapa pukulan melayang.

"Nak, terima kasih sudah membawaku. Tapi kau harus pergi. Prajurit musuh akan tiba dalam beberapa waktu lagi, masih ada kesempatan untukmu," katanya prajurit tua itu lalu terbatuk-batuk. "Pergilah. Tinggalkan aku."

"Jangan berkata begitu. Aku kita sama-sama pergi dari sini."

Prajurit muda memapah prajurit tua. Dia membantu temannya itu yang berjalan terseret-seret. Sesekali dia melihat sekeliling, mana tahu ada prajurit musuh yang sudah menyusul. Walaupun tidak ada, dia merasa tidak tenang.

Malam pun datang, keadaan prajurit tua tidak begitu membaik. Sedari tadi dia sudah batuk, dan mulai demam. Pertama-tama prajurit muda mencari lokasi dekat sungai. Dia menyeka tubuh prajurit tua seadanya, terutama lukanya agar tidak infeksi, lalu membaringkannya di atas tumpukan ilalang, di antara rerumputan lebat. Hawa dingin menerkam, namun api unggun tidak boleh dinyalakan kecuali ingin musuh menemukan mereka.

"Uhuk! Uhuk!"

"Kau baik-baik saja?" tanya prajurit muda sambil menyodorkan sekantong kecil air ke mulut prajurit tua. "Bertahanlah. Besok keadaanmu pasti membaik."

"Terima kasih. Maaf merepotkanmu."

"Tenang saja. Aku akan berjaga malam ini."


"Hah!"

Prajurit tua bangun dalam kekagetan. Dia baru saja bermimpi disergap dua prajurit malam-malam. Syukur sekali hatinya mendapati hari sudah pagi. Demamnya sudah turun. Keadaannya sudah lebih baik.

"Ini berkat obat Rafael," kata prajurit tua itu, mengingat Rafael meminumkannya sesuatu yang sangat pahit. "Apa itu?"

Sepasang ketopong tergeletak tak jauh di pohon terdekat. Dua orang prajurit berbaju terong tergeletak tak bernyawa. Keadaan mereka mengenaskan, seorang dipelintir dan tertusuk perutnya. Pemandangan ini sudah umum, prajurit tua sudah terbiasa karena dia pernah melakukannya beberapa puluh kali. Melihat mayat itu, dia sendiri takut bagaimana nasibnya.

"Kau sudah bangun pak tua?"

"Rafael, kau baik-baik saja?"

Prajurit tua tengah mengecek kedua mayat tadi.

"Oh, mayat itu... mereka pengintai. Aku tidak apa-apa seperti yang kau lihat."

Rafael berputar, mempelihatkan dirinya dalam baju zirah yang tidak terluka sama sekali.

CerpenWhere stories live. Discover now