L.I.F.E (8)

29.2K 1.7K 85
                                    

Tengah malam di saat semua terlelap tidur, Prilly terbangun. Dia melihat jam dinding menunjukan pukul 01.15 WIB, Prilly turun dari queen size-nya dan bersiap-siap untuk berangkat ke bandara. Saat dia sedang memasukan pakaian ke koper, Widya masuk ke kamar.

"Sayang," seru Widya menghampiri Prilly.

"Iya, Ma," jawab Prilly sibuk merapikan bawaannya ke koper.

"Kamu hati-hati, ya? Jaga hati kamu, jangan kecewakan Wisnu dan keluarganya," pesan Widya membuat Prilly menghentikan kegiatannya. Jantung Prilly berdetak kencang, rasa takut dan berdosa menjalarinya.

"Apaan sih Mama ini. Apa pernah Mama selama ini melihat Ily jalan dengan pria selain Wisnu?" elak Prilly walau dia sebenarnya menahan rasa takut, bahwa mamanya akan mengetahui sesuatu yang sedang dia sembunyikan.

"Mama percaya sama kamu," ucap Widya mengelus rambut Prilly lembut.

"Makasih, Ma," sahut Prilly tersenyum manis kepada Widya. Maaf, Ma, hati Ily sudah tergoda dengan pilot lain dan separuh hati Ily sudah dia bawa, sambung Prilly dalam hati saat Widya membantu merapikan bawaannya.

Ini adalah salah satu kewajiban Prilly sebagai pramugari. Dia harus siap kapan pun, di mana pun, jam berapa pun mendapatkan jadwal terbang, sekalipun itu tengah malam di saat orang-orang tidur seperti saat ini. Setelah Prilly siap dengan seragam kebanggaannya, Widya menemani, menunggu mobil jemputan di teras rumah bersama Prilly.

"Papa kapan pulang dari Singapura, Ma?" tanya Prilly yang duduk bersebelahan dengan Widya.

"Mungkin besok pagi sudah sampai di rumah," jawab Widya yang tahu betul bagaimana kesedihan putrinya itu saat pulang ke rumah belum tentu bisa bertemu dengan papanya.

"Salam buat Papa, Ily kangen sama dia," pesan Prilly sedih menatap Widya.

"Iya, pasti Mama sampaikan. Maafkan Papa, ya, karena kesibukannya jadi jarang menemuimu," kata Widya sambil membenarkan jepit penguat gulungan di rambut Prilly.

"Iya, Ily memahami kesibukan Papa dan kerja Ily yang tidak pasti ini."

"Ya sudah, jangan bersedih, pramugari kok cemberut, harus senyum begini." Widya menarik kedua sudut bibir Prilly dengan jari telunjuknya hingga membentuk seperti bulan sabit.

"Aaaaa, Mama, Ily bakalan kangen banget sama Mama nih," rengekan Prilly sambil memeluk Widya.

Tak berapa lama saat mereka bermajaan, mobil jemputan sudah sampai di depan rumah. Prilly pamitan kepada Widya lalu masuk ke mobil. Sapaan ramah sebagian kru yang akan bertugas bersama Prilly menyambutnya. Mobil melaju, melanjutkan menjemput kru lain yang bergabung dalam penerbangan kali ini.

Saat mobil berhenti di depan rumah yang luas dan mewah, Prilly mengernyitkan dahi ketika melihat mobil yang beberapa hari lalu mengajaknya pergi ke Puncak. Jantung Prilly berdetak kencang saat melihat siapa pria yang keluar dari gerbang. Bayang-bayang perbuatan yang sudah dia lakukan bersama Ali di kamar hotel yang lalu berputar-putar di kepalanya. Ali masuk ke mobil, duduk di sebelah sopir. Saat mobil akan melaju, panggilan seorang wanita menahannya.

"Prince!" seru wanita itu berlari kecil menghampiri mobil, dia masih memakai piyama.

Ali membuka kaca jendela mobil dan mengeluarkan kepalanya melihat wanita itu menghampirinya.

"Apa lagi, Sweety? Apa jatah kamu kurang?" ujar Ali santai membuat mata Prilly menatapnya tajam.

"Bukan itu, ini name tag kamu ketinggalan. Ini kan juga penting," jawab wanita itu memakaikan name tag di PDH bagian dada Ali.

"Makasih, ya? Kamu jaga rumah baik-baik. Awas, selama aku tidak di rumah jangan ngidam yang macam-macam," ujar Ali mewanti-wanti, terkesan penuh perhatian dan rasa kasih sayang yang begitu dalam untuk wanita itu.

L.I.F.E (LIFE IN FLIGHT ENTERNAL) KOMPLITWhere stories live. Discover now