-chapter 6- by MarioBastian

3.3K 99 5
                                    

"Bandung, musim gugur yang indah."

Aku menoleh ke arah Zaki, mengernyitkan alis.

"Kenapa, bos? Ayo tulis!"
"Surat cinta macam apa itu dimulai dari musim gugur yang indah? This city doesn't even have autumn!"
"Surat cinta macam Zaki!" Dia menggoyang-goyangkan tanganku. "Tulis, Bos. Bandung, musim gugur yang indah."

... Bandung, on a beautiful autumn ...

"Kepada yang tercinta, Zaenab."

... Dear, Zaenab...

"Kok pendek, bos?"
"Pendek apa?"
"Itu, saya bilang 'kepada yang tercinta' kok di situnya cuma 'dwer'?"
"Memang cuma ini, kok."

"Bawel amat, Zaki. Udah, Zaki nurut aja!" Bang Dicky cekikikan dari seberang sofa.
"Berisik lu, monyet!" Zaki melempar segumpal tisu ke arah Bang Dicky. Dia lalu kembali ke arahku dan mulai berargumentasi. "Kepada yang tercinta mestinya kan tiga kalimat, bos? Kok itu cuma satu kalimat?"

Kalimat?

"Ini juga cukup, kok Bang. Udah bisa merepresentasikan kalimat itu."

Zaki kelihatan nggak senang. Alisnya mengernyit dan otaknya berputar. "Tapi nanti suratnya jadi pendek, dong? Panjangin aja lah, Bos. Bisa, kan?"
Aku memutar bola mata. Kucoret kalimat tadi dan menggantinya dengan yang baru.

... To the dearest, Zaenab...

Granny menghambur masuk ke ruang tengah sambil membawa pop corn buatan sendiri. Dia mengenakan celana kulit warna coklat, jaket kulit warna putih, dan di atas blusnya yang bercorak tropis ada syal sutra warna pink. "Ini pop corn organik. Nenek dapet dari petani jagung di Somalia," katanya. Lalu karena aku menunjukkan muka nggak percaya, dia buru-buru menambahkan. "Kata tokonya sih ini dari Somalia."

Zaki menggoyang-goyangkan tanganku lagi. "Lanjut bos," bisiknya. "Setiap hari aku selalu membayangkan dirimu..."

???

"Masa belum apa-apa udah 'membayangkan dirimu', sih?" protesku. "Tanya kabar dulu, kek. Muji-muji dulu, kek."
"Nggak apa-apa, bos! Yang penting kan mencurahkan hati."

"Bener kata Agas, Zaki. Mending kamu tanya kabar dulu," sela Granny. "Misalnya, 'gimana kabar kamu hari ini? Cuaca cerah, ya? Ekonomi negara Indonesia juga mulai membaik'."
"Granny, ini surat cinta!" tegasku.
"Oh, nggak apa-apa, Darling. Yang penting kan basa-basi dulu."

Zaki memutar otak. "Ya udah, gini aja. 'Semoga kamu baik-baik aja sekarang, karena...'"

... Wish you were fine today, because....

"...Setiap hari aku selalu membayangkan dirimu..."

Astaga.

"Luka kamu udah kering, kan Gas?" tanya Granny.
Sambil lanjut menulis surat cinta Zaki in English, aku menjawab, "Udah Granny. Tapi belum lepas luka keringnya."
"Hari ini kamu pake perban lagi?"
"Nggak, ah. Ngapain? Kan udah kering!"

Tepat satu minggu yang lalu, pada Sabtu malam, aku mendapatkan semacam kecelakaan. And to make it worse, aku sama sekali nggak ingat kecelakaan apa yang kualami. Tahu-tahu begitu sadar, aku sudah terbaring di kamarku, Bang Dicky bolak-balik di depan meja rias, dan Granny sedang main sudoku di smartphone-nya. Aku mengerang kecil dan tiba-tiba semua orang di ruangan itu menghampiriku dengan terkejut seolah aku baru bangun dari kematian.

Satu-satunya bayangan terakhir yang kuingat adalah aku bersembunyi dari Esel di workshop Bang Dicky. Saat itu aku masih ingat dengan jelas diriku berjalan menyusuri setiap bingkai dan berhenti di depan bingkai Cupid. Si bingkai Cupid ini tiba-tiba menghilang—maksudku, pahatan cupidnya, bukan bingkainya. Dan begitu aku berbalik, aku melihat cupid yang biasanya menjadi pahatan dalam bingkai tiba-tiba melayang berdiri di hadapanku.

KADANG CUPID TUH TOLOL (KCTT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang