Last

2.7K 125 103
                                    

"Aku melewatinya."

"Ya lalu? Bukan kah kau setiap pulang sekolah selalu melewati rumah Arif?"

"Ya tuhan, Qil. Apakah kau tidak bisa melihat ekspresi wajahku sekarang ini?"

"Tentu saja bisa. Kan sekarang wajah mu tepat dihadapanku."

"Nah, kalau kau tidak bodoh, bagaimana ekspresi wajahku sekarang?"

"Aku tidak bodoh. Hmm- ekspresi wajahmu seperti- err entahlah seperti orang ketakutan sedikit."

"Yasudah."

"Apanya yang yasudah? Jadi kau melihat sesuatu yang aneh? Apa itu?", dasar Qila, wajahnya berubah 180° menjadi ketakutan.

"Aku melihat Arif masuk kedalam rumahnya."

"HAHAHA JADI KAU MELIHAT ARIF MEMASUKI RUMAHNYA DAN ITU KAU ANGGAP ANEH? LUCU SEKALI."

"Bukan begitu bodoh! Aku mengikutinya masuk kedalam rumah."

"Eh-?"

"Diam dan dengarkan aku bercerita."

"Eh tunggu"

"Apa lagi?"

"Bagaimana kau tahu itu adalah Arif? Kan kita sudah 6 tahun tidak pernah melihatnya lagi."

"Ah iya kau benar. Bagaimana aku tahu? Yasudah lah anggap saja ia Arif dan semoga itu benar-benar Arif."

"Sekarang kau yang bodoh."

"Masih ingin mendengar dongeng pendek ku?"

"Pastii!"

"Sekarang diam."

"Baik."

"Aku diam-diam mengendap masuk rumahnya. Aku tidak mengerti. Arif seperti hilang begitu saja saat dia memasuki rumahnya dan aku kehilangan jejaknya."

Aku menarik nafas.

"Kau ingat kejadian beberapa tahun lalu bukan? Entah saat masuk kerumah itu, kaki ku langsung melangkah ke lantai atas dengan sendirinya. Kau tahu Qil? Rumah itu sangaaaaat luas dan juga menakutkan."

Menarik nafas, mengambil ancang-ancang untuk kembali bercerita.

"Ada sesuatu yang menarik perhatian ku ketika aku sampai dilantai atas. Aku melihat sebuah pintu yang bermotif bunga mawar yang cantik."

"Bunga mawar?"

"Ketika aku mendekatkan diriku ke pintu tersebut, aku melihat motif itu dengan seksama. Ternyata, bunga mawar itu dilukis bukan dengan bahan dasar cat, melainkan dengan darah."

"Kau bercanda? Yang benar saja!", wajah Qila yang tadinya meledek, kini berubah (lagi) menjadi ketakutan.

"Tidak, Qila. Aku serius. Aku sangat-sangat ketakutan saat itu. Dengan secara tiba-tiba, tangan ku menyentuh gagang pintu itu. Ingin sekali aku mengetahui ada apa didalam ruangan tersebut."

Aku kembali menarik nafas.

"Saat ku buka pintunya, aku tidak bisa melihat apa-apa."

"Kenapa?"

"Lampunya mati bodoh."

"Kau ini- lanjut."

"Aku mencari saklar, kemudian aku menyalakan lampunya. Seketika rasanya aku tidak ingin membalikkan badan. Aku- aku merinding sekali. Aroma ruangan itu, aneh. Maksud ku, amis."

"Dan kini, kau terlihat ketakutan."

"Sangat. Aku memutuskan untuk membalikkan badan saat setelah menyalakan lampu, dan melihat keadaan seisi ruangan."

Menarik nafas.

"Aku menangis, Qil."

"Apa kau baik-baik saja? Kau melihat sesuatu yang menyeramkan?"

"Tentu saja tidak. Aku menangis sejadi-jadinya, tetapi ku tahan, agar tidak ada seseorang yang tahu keberadaan ku. Kau tahu? Berpuluh-puluhan manusia digantung dilangit-langit ruangan itu. Bermacam-macam gaya di masing-masing manusia itu. Kau tidak mengerti ya maksud ku? Ada yang kepalanya hampir putus, lalu ada yang kedua tangannya tidak ada, lalu ada juga yang kakinya hanya sebelah saja, dan ada juga yang matanya sudah tidak ada dua-duanya. Itu sangat menakutkan. Aku seperti berada di neraka, Qila."

"Aku yakin, kau tidak bercanda. Ceritakan bagaimana kau bisa keluar dari rumah menakutkan sialan itu? Apa kau mengerti mengapa keluarga Arif melakukan hal semacam menggantung manusia-manusia didalam sebuah ruangan? Lebih terdengar museum bangkai manusia. Dan apa kau tahu, siapakah Arif sebenarnya?"

"Sampai sekarang, aku tidak tahu siapa Arif sebenenarnya. Dan mengapa Arif serta keluarganya melakukan hal tersebut, itu karna tumbal. Aku tidak bisa keluar dari ruangan itu, Qil."

"Ma-maksud mu? Aku tidak mengerti."

"Aku ketahuan. Aku juga digantung bersama manusia-manusia yang malang itu."

"Oh lalu siapa yang berada dihadapan ku sekarang? Kau lucu."

"Apa aku terlihat seperti manusia utuh di mata mu?"





Gak serem ya:(

Vomment plis jangan sider. mwa

WHO IS HE? [COMPLETED]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant