2.Tetangga

5.5K 249 1
                                    

"Butuh tumpangan?."

Mata Vania tidak bisa berkedip saat melihat orang itu melepas helmnya dan menampakkan seorang laki-laki yang tengah tersenyum kepadanya. Jantung Vania masih berdetak tidak karuan antara takut dan cemas. Jika di lihat lagi, orang asing itu terlihat cukup muda, mungkin tiga sampai lima tahun di atas Vania. Tapi meski begitu, tetap saja Vania takut, terlebih Vania tidak mengenal orang itu dan sejak awal orang itu sudah tampak mencurigakan. Bagaimana tidak? Jika memang ingin memberi tumpangan, harusnya sejak awal pria itu menawarkan tumpangannya, bukan dengan cara mengikuti Vania terlebih dahulu seperti penguntit.

"Tidak, terima kasih." Ucap Vania dan langsung melangkahkan kakinya pergi. Demi apapun Vania masih ketakutan. Ia hanya berusaha menguatkan dirinya dan berharap segera mencapai jalan besar.

"Aku bukan orang jahat. Aku tetangga kamu." Teriak pria itu. Tapi Vania tidak peduli hingga akhirnya pria itu menyusul Vania menggunakan motornya.

"Kita tetanggaan." Ucap pria itu dari atas motornya yang telah mensejajari langkah Vania.

"Maaf, saya tidak kenal dengan Anda."

"Serius enggak tahu? Rumah kita hadap-hadapan loh."

Vania tidak menjawab, Ia hanya terus melanjutkan langkahnya. Karena memang benar Vania tidak mengenali pria itu dan juga Ia tidak pernah melihat pria itu sebelumnya. Bagaimana mungkin Vania percaya, bisa saja kan itu modus dia saja.

"Rumah nomor 244, itu rumah kamu, kan? Rumahku nomor 245." Pria itu kembali bersuara, tapi lagi-lagi Vania menghiraukannya walau Vania sempat berpikir bahwa kemungkinan pria itu benar tetangganya, tapi Vania tidak ingin percaya begitu saja. Karena sejujurnya Vania juga tidak begitu hafal dengan wajah tetangganya.

Beruntung, saat Vania mencapai jalan besar ia langsung menemukan sebuah angkot yang bertujuan ke sekolahnya. Dengan segera Vania masuk ke dalam angkot tanpa memperdulikan pria yang mengaku sebagai tetangganya itu. Vania benar-benar bersyukur karena setidaknya tidak terjadi sesuatu yang buruk kepada dirinya.

**

Ketika menuruni angkot yang telah sampai di sekolah, Vania melihat Hana yang juga baru datang, ia segera menghampiri sahabatnya itu.

"Baru sampai juga?."

"Iya nih, tumben juga kamu berangkat siang?."

Vania tersenyum mendengar pertanyaan Hana. "Iya, tadi bangun kesiangan. Makanya berangkat agak siang."

"Ya sudah ayo, lima menit lagi bel masuk." Ucap Hana dan Vania segera mengikuti langkah sahabatnya itu.

Ketika mereka memasuki gerbang dan akan menuju kelas. Vania melihat Azka tengah duduk di bangku depan lorong tempat menuju ke kelas Vania. Sontak saja Vania langsung teringat kejadian kemarin. Jantungnya tiba-tiba berdetak kencang dan dirinya benar-benar ingin menyembunyikan dirinya.

"Han, cari jalan lain yuk." Bisik Vania yang membuat Hana langsung menoleh.

"Hah?." Hana mengedarkan pandangannya, seketika langsung paham ketika dirinya melihat sosok Azka.

"Ngapain cari jalan lain? Biasanya juga langsung lewat."

"Enggak bisa, aku enggak siap ketemu Kak Azka. Nanti aku ceritain." Ucap Vania dan langsung menarik Hana untuk mencari jalan lain untuk menuju kelasnya. Dan itu berarti mereka harus melintasi deretan kelas sepuluh dan kantor guru terlebih dahulu. Untung saja ketika mereka sampai di kelas, Guru mereka belum datang meski bel telah berbunyi, sehingga mereka merasa aman.

Sesampainya di kelas Vania menceritakan apa yang terjadi hingga Vania merasa malu kepada Azka dan hal itu langsung mendapat tanggapan tawa dari Hana. Vania juga menceritakan terkait kejadian pagi tadi yang ia alami, tentang seorang laki-laki yang mengaku sebagai tetangganya.

Keegoisan Cinta [DREAME]Where stories live. Discover now