Part 9 : Logika.

5.6K 421 12
                                    

4 prajurit mengangkut peti dan membawanya masuk kedalam ruangan Pangeran Myung. Didalam ruangannya terlihat Myung sedang menatap hampa peti itu "Buka." Katanya. Salah satu Prajurit itu membuka peti itu dan memperlihatkan jasad Hawarang Hakyoung yang membiru. Perlahan Pangeran Myung berlutut didepan peti mati itu, memperhatikan wajah Hakyoung yang pucat membiru, ia kemudian menyingkap pakaian Hakyoung dan melihat luka tusukan yang cepat membusuk "Arsenik." Gumam Myung, kini Pangeran muda itu kembali menatap wajah Hwarang kepercayaannya itu dan matanya memerah seakan ia ingin menangis "Hakyoung-ah, aku berjanji akan membunuhnya untukmu." Gumam Pangeran Myung, ia membelai wajah Hakyoung yang dingin hingga akhirnya Pangeran Myung menangis, menangisi kematian Hwarang kepercayaan sekaligus teman yang selalu menemaninya sejak ia masih anak-anak hingga menjadi Pangeran terhormat sampai saat ini "Hakyoung-ah."

Sedangkan itu di tepi sungai terlihat Jun sedang mencuci tangan Seunghee yang berlumuran darah sedangkan Seunghee hanya memandang hampa kedepan. Jun memperhatikan wajah Seunghee "Kau baik-baik saja ?." tanya Jun. Seunghee menggelengkan kepalanya "Aku hampir mati." Ucap Seunghee parau, air matanya kembali menetes "Aku takut sekali, Jun-ssi jika aku tidak ingat dengan belati itu mungkin sekarang aku sudah mati." Kata Seunghee dan tubuhnya bergetar. Jun menariknya kedalam pelukannya "Tenanglah, semuanya akan baik-baik saja." Kata Jun. Seunghee mengangguk "Apa yang akan Pangeran Myung lakukan saat dia tahu bahwa Hwarang Hakyoung mati ?." Jun menggelengkan kepalanya "Entahlah, tapi Myung pasti sangat marah." Jun menangkup wajah Seunghee yang mulai menirus "Sampai Raja kembali ke Istana, kau harus waspada pada Pangeran dan juga Ratu." Kata Jun. Seunghee mengangguk. Jun berdiri dan mengambil bungkusan yang ia gantung pada kudanya. Kemudian ia membuka bungkusan yang ternyata berisi gaun Putri Mahkota itu "Gantilah pakaianmu, kau harus segera kembali ke Istana sebelum matahari semakin meninggi." Kata Jun. Seunghee menerima gaun yang Jun berikan "Jun-ssi." Jun menatap Seunghee "di abad 20 aku bukanlah gadis yang pintar, aku bahkan mengecewakan orang tuaku karena aku gagal masuk ke Universitas Sunkyungwan. Tapi aku tidak menyangka aku akan melakukan hal sekeras ini demi bertahan hidup di Joseon." Seunghee menundukkan kepalanya dan menangis terisak "Andai saja di abad 20 aku berusaha sekeras ini aku mungkin akan jadi Putri yang paling membanggakan untuk Orang Tuaku, bukan menjadi Seunghee yang tidak berguna dan pemalas seperti yang selalu mereka katakan." Jun menatap Seunghee sendu, ia maju beberapa langkah dan kembali memeluk gadis itu "Dimana pun, kapan pun dan dalam keadaan apapun, berusahalah sekeras mungkin seakan-akan itu adalah usaha terakhirmu dan hiduplah dengan baik seakan-akan kau akan mati besok." Kata Jun.

@Abad 21.

Sore ini Tuan dan Nyonya Oh sedang menunggui Seunghee dirumah sakit. Nyonya Oh terlihat menyeka keringat di dahi Seunghee dengan handuk dan setiap gerakannya syarat akan kasih sayang. "Pulanglah, besok kau harus bekerja, lagipula kasihan Seojin berada dirumah sendirian." Kata Nyonya Oh pada suaminya. Tuan Oh mendesah pelan "Kau saja yang pulang kerumah, aku yang akan menunggu Seunghee malam ini." Nyonya Oh menggeleng "Tidak, aku yang akan menunggunya." Tuan Oh bangkit dari duduknya dan mendekati ranjang tempat Seunghee berbaring dengan berbagai alat bantu kehidupan yang menempel ditubuhnya "Sudah 20 hari kau menunggunya dirumah sakit, kau bahkan hanya pulang satu kali selama 20 hari ini." Kata Tuan Oh. Nyonya Oh menangis "Aku hanya ingin selalu berada disisi putriku." "Sayang." Kata Tuan Oh namun Nyonya Oh kembali menggeleng "Selama ini aku selalu memaki Seunghee seakan - akan aku menyesal memilikinya, aku setiap harinya bahkan memakinya tidak berguna. Aku hanya takut jika Seunghee pergi aku akan menjadi sangat bersalah karena tidak menjadi Ibu yang baik untuknya, aku takut Seunghee mengutukku dari surga." Tangis Nyonya Oh. "Seunghee tidak akan mati." Kata Tuan Oh pelan. Pria paruh baya itu lalu meraih jaket dan memakaikannya kepada istrinya "Aku akan pulang, telepon aku jika sesuatu terjadi." Nyonya Oh mengangguk menanggapi perkataan suaminya.

Tuan Oh baru saja keluar dari ruang rawat itu "Arsitek Oh." Tuan Oh menoleh "Ahh Lee Sajangnim." Tuan Oh menunduk hormat. Pria berpakaian parlente itu mendekati Tuan Oh lalu menepuk pundaknya "Apa yang anda lakukan disini Arsitek Oh ?." Tanyanya. "Aku menunggu anakku. Kebetulan Putri Sulungku baru tertimpa musibah." Jawabnya. Tuan Lee mengangguk "Lalu apa yang Sajangnim lakukan disini ?." Tanya Tuan Oh. "Keluargaku juga terkena musibah. Ah iya Arsitek Oh surat kepindahanmu sudah resmi, kau bisa mulai bekerja diperusahaanku besok." Tuan Oh membungkuk beberapa kali "Terimakasih banyak Sajangnim." Tuan Oh terlihat sangat senang, sekilas ia menatap Seunghee yang terbaring koma diranjang rumah sakit melalui kaca pintu dan tersenyum "Seunghee-ah jika Ayah punya banyak uang Ayah pastikan kau memiliki apa yang selama ini kau inginkan. Jalan-jalan ke Paris, menonton konser idolamu, Ayah akan berikan semuanya untukmu. Seunghee-ah bangunlah."

Immortal Classic [Joseon Fiction] -COMPLETE-Where stories live. Discover now