Prolog - Bye Bye

10.7K 764 40
                                    

"Indomie."

"Check."

"Saus sambal?"

"Check."

"Mini Dress? Memangnya lu punya?"

"Check. Jangan banyak komentar. Lanjut."

"High Heels? Kapan lu belinya?"

"Check. Lanjut."

"Stocking? Ini beneran?"

"Check."

"Hair extension.... astaga! Lu sampai bawa Hair extension? Sebenernya lu mau kerja, jalan-jalan, apa dangdutan di sana?"

Kata-kata Sari terputus saat aku buru-buru menarik secarik kertas dari genggamannya. Ia sudah terlalu banyak komentar. Aku butuh seseorang yang membantuku memastikan setiap hal penting dalam list yang kubuat saat merencanakan perjalanan ini sudah kumasukkan semua ke dalam koper. Sebaliknya, Sari, sahabat sekaligus orang yang kini mengantarku ke bandara, justu membuatku merasa konyol telah memasukkan barang-barang tertentu dalam bagasiku.

Area tunggu keberangkatan luar negeri Bandara Soekarno Hatta sudah dipenuhi ratusan orang yang menempati kursi-kursi panjang tanpa sandaran di seluruh ruangan ini. Tumpukan koper dimana-mana juga terlihat bersamaan dengan orang yang berlalu lalang dengan troli dorong yang tidak pernah berhenti hilir mudik. Sudah jelas sebagian besar ruangan ini dipenuhi oleh para pengantar dibandingkan calon penumpang. Sama halnya dengan Sari, yang masih setia duduk di sampingku sambil sesekali memeriksa ponselnya. Jika saja aku tidak mencegah ayah dan ibu, mereka juga pasti akan menjadi bagian dari para pengantar yang tengah diliputi perasaan haru.

"Jadi beneran nih mau dijalanin rencana transformasinya di sana?"

"Memangnya lu pikir gue power ranger?"

"Gue nanya serius, Ra..."

Tekadku sudah bulat. Tidak akan ada yang bisa menghentikanku lagi. Ini adalah kesempatanku untuk lari dan mengalami dunia yang jauh berbeda dengan yang kutemui setiap harinya. Aku tidak bisa mundur lagi. Tidak sekarang dan tidak setelah aku sampai di tempat ini menunggu jam-jam terakhir sebelum pesawat yang akan membawaku lepas landas. Menghiraukan Sari yang masih menatapku kesal karena menjawab pertanyaannya asal, aku buru-buru melihat semua list yang kutuliskan. Saat mataku sampai pada baris terakhir, bisa kupastikan tidak ada yang tertinggal.

Seharusnya Sari tahu bahwa perjalanan ini akan menjadi kesempatan dimana aku bisa menjadi siapapun. Di sana tidak akan ada yang mengenal Rara si kutu buku yang menghabiskan tahun-tahun dengan duduk dan berkutat di depan komputer setiap harinya. Saat aku bisa menjadi siapapun yang kumau, tidak ada salahnya toh membawa barang-barang yang nantinya akan mendukungku?

"Kemarin jadi beli jaket musim dingin di Mangga dua? Katanya di sana sedang musim salju, kan?"

Aku bergeleng sebagai jawaban. Ternyata harga jaket tebal yang katanya dibuat untuk musim dingin itu dijual cukup mahal di Indonesia. Bahkan salah satu model yang kusukai harganya hampir mencapai satu juta rupiah. Mendapati kenyataan itu, menahan dingin untuk sementara rasanya menjadi pilihan yang lebih baik. Aku juga berharap bisa menemukan harga yang lebih murah untuk produk yang sama di tempat tujuanku nanti.

"Masih fall sebenarnya. Suhu diperkirakan sekitar 14-17 derajat. Jadi seharusnya tidak masalah," jawabku sambil melipat kertas list dan memasukkannya dalam tas ranselku.

"Jangan sok kuat, Ra. Sama AC kantor aja sudah bersin-bersin, gimana nanti di sana?"

Sari memang selalu tahu cara terbaik untuk membuatku cemas. Yang dikatakan Sari memang ada benarnya namun kuharap jaket cokelat dengan bahan semi katun dan cotton kumiliki kuharap akan cukup menghangatkanku di sana.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 23, 2016 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Escape to BulgariaWhere stories live. Discover now