Part 2

99.5K 5.5K 22
                                    


Clara mematutkan dirinya pada cermin besar di hadapannya. Ia sedang memilih pakaian apa yang akan ia kenakan untuk menghadiri acara salah satu teman orang tuanya. Sebenarnya ia telah mengetahui dengan nanti ia akan bertemu. Clara sudah menguatkan hatinya dan memilig untuk datang lebih dahulu dari orang tuanya meskipun waktu yang dijanjikan masih ada sekitar dua jam lagi.

Hati kecilnya sudah tak sabar ingin berjumpa dengan seseorang yang selalu ia rindukan selama lima tahun. Namun selama lima tahun itu juga ia tak berani menyampaikan perasaannya pada orang tersebut. Bagaimana pun luka dihatinya masih belum kering walaupun sudah lima tahun berlalu. Dan lima tahun bukan waktu yang sebentar. Sebesar itukah perasaannya pada orang itu?

Clara menghela nafasnya. Akhirnya ia memutuskan memakai sebuah dress bunga-bunga yang panjangnya menutupi lutut. Rambutnya telah ia buat sedikit bergelombang dengan alat curly dan ia biarkan terurai. Tak lupa juga memoleskan make up yang selama lima tahun ini berhasil menambah kecantikannya. Padahal dulu Clara tidak mengenal yang namanya make up. Ia selalu berwajah polos tanpa make up dan memakai pakaian kebesaran. Namun karena orang itu-lah Clara memutuskan untuk berubah. Setelah yakin bahwa penampilannya cukup menambah keberanian saat ia menghadapi orang itu nanti, Clara mematutkan dirinya sekali lagi sebelum akhirnya berjalan keluar dari kamarnya.

"Kamu yakin akan berangkat sekarang? Tidak mau bareng sama mami dan papi nanti?" tanya mami heran.

"Iya. Ara akan baik-baik saja, kok. Lagipula Ara tinggal naik taksi dan duduk manis. Jadi Mami nggak perlu khawatir," kata Clara meyakinkan Maminya. Meski sudah lima tahun meninggalkan tanah air, bukan berarti Clara lupa ingatan. Ia masih dapat mengingat dengan baik arah jalan menuju rumah tersebut.

"Tapi sayang..."

Clara menyela ucapan maminya. "Mi, Ara sudah besar. Sudah bisa jaga diri sendiri. Mami lihatkan Ara baik-baik saja selama lima tahun ini hidup sendiri?"

Mami terdiam sejenak. Dan dengan terpaksa mengizinkan putrinya yang sifat keras kepalanya hasil turunan dari suaminya berangkat seorang diri.

***

Clara menekan bel rumah teman orang tuanya. Jantungnya sejak tadi berdebar tidak karuan. Dalam hati ia merapalkan doa agar hati, mata dan bibirnya tidak mengkhianati dirinya.

Pintu di hadapan Clara terbuka perlahan. Jujur Clara tidak berdoa agar orang itu yang membukakan pintu untuknya. Namun, sepertinya sang pencipta sedang berbuat baik padanya atau sedang mempermainkannya. Entahlah...

Pandangan mata kedua anak manusia itu bertemu. Masing-masing sibuk dengan pikirannya sendiri. Bahkan Clara harus menahan nafas saat melihat orang itu yang membukakan pintu untuknya. Ia tidak berubah sama sekali. Mata yang bulat, hidung yang runcing, bibir yang tipis dan rahang yang kokoh tetap sama seperti lima tahun yang lalu. Perlahan degup jantung milik Clara berpacu semakin cepat. Ia tak boleh terlihat gugup! Ia mengepalkan tangannya erat dan bersiap menyapa.

"Hai..." Clara membuka suaranya lebih dahulu. Dalam hati batinnya terus memberinya semangat bahwa ia mampu bersikap biasa saja.

"Hai! Kamu...?" dahi pria itu bertautan. Seakan sedang berusaha mengingat sesuatu. Dengan pahit Clara harus mengakui jika pria dihadapannya telah melupakannya.

"Tentu saja kamu tidak akan ingat padaku," masih dengan senyum manisnya, "Aku Clara, Dre."

Andre masih terdiam.

"Clara?" hanya kata itu yang keluar dari bibirnya.

Tak lama kemudian seorang wanita paruh baya keluar menghampiri mereka. Clara tahu jika wanita itu adalah tante Riri, ibu dari Andre. Ia pernah bertemu beberapa kali dulu. Wajah beliau tidak berubah banyak seiring pertambahan usianya. Tante Riri masih terlihat muda dari usia aslinya. Hal itu tampak jelas dari guratan kecantikan wajahnya.

Warm Heart Where stories live. Discover now