Dance with me?

502 47 7
                                    

Acara wisudanya dimulai. Aku dipanggil untuk yang ke sembilan karena kebetulan kelasku adalah yang pertama untuk membuka wisuda ini. Aku bergegas naik kepanggung dimana para guru memberiku selamat dan ibu wali kelas yang mengalungkanku tanda kelulusan itu sempat menitihkan airmata. Kami begitu dekat- dan bisa dibilang bahwa aku memang dekat dengan semua guru namun tidak dengan teman-teman sebayaku. Mamah dibelakang deretan kursi dengan wali murid yang lain merekamku saat berjalan melintasinya. Aku kelewat semangat hingga sepatuku agak meleset dan aku sempat goyang. Untungnya aku masih bisa tetap berdiri dan melanjutkan jalanku hingga kembali duduk pada kursiku dari Awal. Disebelahku Ana, masih memainkan ponselnya ketika pantatnya saja belum menyentuh permukaan kursi. Aku mengelingkan mata untuk mengalihkan pandangan dan sontak aku teringat pada Harris. Mengapa tidak coba untuk mengiriminya pesan?

Merogoh jas almamater yang tengah kugunakan, benda pipih itu ditanganku. Jariku yang lincah mengetik beberapa kata yang kusampaikan padanya.

Harris!!
Kau yakin tidak akan datang kemari?

Hatiku masih berharap ia akan membalas dengan jawaban 'ya, aku datang' suara ponselku yang bergetar membuat diriku kembali menatap layarnya.

Tidak, aku tak bisa. Maafkan aku, selamat bersenang-senang. Dan tetaplah buat tubuhmu hangat.

senyumanku meredup. Jariku lemah untuk membalas pesannya. Tetapi, kata-katanya yang membuat tubuhku menghangat seolah ia tahu bahwa aku tengah kedinginan sekarang. Bahwa Jas almamaterku tidak mampu menghalangi angin yang berhembus meski kami tengah berada didalam gedung. Beberapa menit kemudian ponselku kembali bergetar.

Dari Mamah.

Delli, Mamah pulang ya..
Kau nikmati saja pestanya, jika kau ingin pulang, telfon saja supir mamah, ia pasti akan menjemputmu. Ok sayang? Bye. Muach.

Mataku kembali menatap lurus kedepan. Sekarang apa? Mamah pulang dan Harris tidak akan datang. Bagaimana aku bisa menikmati pesta ini?

Acara demi acara kulewati. Beberapa anak mengambil gambar denganku. Tak terkecuali Endra. Aku yang kelupaan membawa jas almamaterku masih tergeletak diatas kursi ketika aku ingin mengambil makanan disudut belakang. Aku risih saat tangan Endra merangkulku. Berulang kali, gambar itu tercipta, aku membentuk senyuman palsu yang begitu meyakinkan.

"Thanks" Endra berucap ketika dirasa sudah cukup sesi memotretku.

"Ya, aku harus kembali" sayangnya, tubuhku tertahan olehnya.

"Deli.. kau ikut prom night kan?" Endra.

"Ya, aku ikut kenapa?"

"Tidak, aku hanya ingin mengajakmu berdansa. Kau mau?"

Bibirku mengering, dengan lidah, aku mencoba membasahinya seraya berfikir. Didalam hati aku hanya ingin Harris yang berdansa denganku. Tidak dengan dirinya.

"Mau tidak?" Ia masih menunggu.

"Hmm- ya sudah" aku kembali tersenyum ketika dirinya mengharapkanku.

..

Malam prom night dimulai. Guru pembimbing kami sudah pulang dimana adik kelaspun lenyap karena hari semakin malam. Aku kehilangan jas almamaterku dan alhasil aku kedinginan karena kedua bahuku yang terbuka ditambah lekuk leher belakangku karena rambutku sengaja diikat dan ditata sedemikian rupa.

Dimana musik berdentaman dengan kelas. Lampu yang dibuat dengan penerangan seadanya dan lebih mirip seperti sebuah club. Ini menjadi acara tersendiri bagi siswa kelas dua belas tanpa guru yang terlibat. Ana sudah menghilang dengan gerombolan siswa lain, dimana aku hanya terduduk disebuah kursi panjang memandangi teman-temanku yang lainnya sedang berdansa dengan asiknya. Tiba saja, aku dikejutkan dengan kedatangan Endra dengan secangkir minuman yang disodorkan untukku.

Salam' Alaikum My loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang