~TGTHM~

180 22 15
                                    


Gadis manis berseragam putih abu-abu itu berjalan tergesa di koridor sekolah. Kuncir kudanya menari mengikuti langkah kaki kecilnya. Jam pelajaran pertama sudah dimulai 5 menit yang lalu dan bukan hal yang aneh jika sekarang koridor sekolah yang dilewatinya sangat sepi. Sesekali gadis itu menggerutu, karena lagi-lagi Bu Mirna menyuruhnya mengambil buku PR di ruang guru.

Kan Ibu mau ngajar! Kenapa gak sekalian bawa ke kelas tadi! Dia pikir gak capek apa bolak-balik ke ruang guru, mana kelas gue paling pojok belakang sekolah! Mana disuruh pergi sendiri!

Gadis itu semakin mempercepat langkahnya menuju ruang guru yang kini sudah nampak di ujung matanya, tinggal menaiki tangga dan melewati pintu gerbang sekolah. Saat menaiki tangga terakhir, pemandangan beberapa siswa laki-laki yang sedang dihukum oleh Pak Jono –guru terkiller di sekolah- di daerah parkiran sedikit mengusik gadis itu. Tidak, bukan karena kasihan. Tapi disana ada seseorang yang sangat dikenalnya.

Genta Rahardian.

Gadis itu mendengus, tetap meneruskan langkahnya dan berusaha mengabaikan apa yang dialami Genta.

"Mau dihukum kek! Mau disuruh pulang! Mau diapain gak peduli gue! Siapa suruh dia telat lagi!"

Tapi sekali lagi, hati gadis itu menghianati dirinya. Kepala nya sekali lagi menengok ke arah cowok itu dan ternyata Genta juga tengah menatap dirinya.

Bukannya menampakkan wajah meminta pertolongan, Genta malah melemparkan senyum tengil ke arah gadis itu sambil memamerkan jempol ke udara. Gadis itu mendengus.

Genta itu alien dari mana sih?!

***

Tumpukan buku yang setinggi dagu membuat mood gadis itu semakin buruk. Tangannya serasa tak sanggup membawa buku-buku PR itu sendirian. Dia melarikan pandangan ke seluruh ruang guru, hanya ada Ibu Titi yang sedang menelpon. Dia mendegus kasar, tidak ada siapapun yang bisa dimintai tolong. Terpaksa, kali ini seluruh tenaganya harus terkuras habis dipagi hari.

Fokus dengan beratnya bawaan di tangannya, gadis itu berhasil tidak melirik kearah parkiran tempat hukuman berdarah bagi para siswa yang terlambat.

Gue harus berhenti mengkhawatirkan cowok sinting itu!

Gadis itu mempercepat langkahnya, merasa gelisah karena ruang kelasnya terasa semakin menjauh, bukannya semakin dekat.

Sebuah tangan yang terulur cepat membuat gadis itu terkejut setengah mati dan dalam hitungan sepersekian detik tumpukan buku yang menyiksanya telah berpindah tangan. Gadis itu terperangah, menatap punggung yang berjalan cepat meninggalkan dirinya yang mematung.

"Sampe kapan lo mau bengong di situ Rimong? Bu Mirna pasti ngomel karena lo lama banget cuma ngambil buku PR doang.." Gadis itu memonyongkan bibirnya. Entah kenapa merasa kesal dan berbunga-bunga disaat yang bersamaan.

Ditatapnya sekali lagi sosok Genta yang berdiri tak jauh darinya. Baju yang tidak dimasukkan ke dalam celana, ikat pinggang tengkorak dan sebuah kalung yang bagi gadis itu lebih mirip rantai anjing, bertengger manis di leher Genta.

Bocah paling nakal di SMA Juanda.

"Ye! Lo kali yang jalan nya kecepetan, Genta!" Cowok itu malah tertawa renyah, menatap Rima yang kini berjalan cepat melewatinya. Kini giliran Genta yang menatap punggung rapuh itu, meresapi dan menikmati siluet Rima yang entah mengapa sangat menenangkan hatinya.

"Woy! Rimong! Gue gak kecepetan kali! Kaki lo yang kependekan! Makanya jadi cewek tinggian dikit dong! Woy Tunggu!"

Rima menulikan indera pendengarannya. Genta dan bakatnya untuk mengolok orang lain tidak pernah mengecewakan gadis itu, dan seperti biasa Rima memutuskan untuk mengabaikan Genta.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 17, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Guy That Holds Me [1/1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang