Bagian 2 - Kejujuran

100K 6.7K 600
                                    


"Loh, Iskandar Muda?"

Mendengar namanya disebut, Iskandar Muda mengangkat kepalanya, mendapati seorang wanita tengah menatapnya penuh selidik.

"Oh? Bu Fany?" ucapnya dengan terkejut.

Alena mengerutkan keningnya, siapa bu Fany ini?

"Sudah lama ya, kita nggak ketemu." Wanita bernama Fani itu tanpa dipersilakan sudah duduk di hadapan mereka. Alena mengerucutkan bibirnya, siapa sih dia?

"Oh iya ... kenalkan bu, ini istri saya."

Mendengar Muda memperkenalkannya, bibir Alena tersenyum dengan begitu lebar. Oh ... syukurlah, Muda mengakui Alena sebagai istrinya.

"Oh, halo ... saya Fany. Dosen Muda," sapanya.

Oh, Dosen ... untung saja!

Alena tersenyum, "Saya Alena."

"Kamu cantik ya! duh, Mud! Maaf kemarin waktu kalian nikah saya nggak hadir. Suami saya lagi sakit, mana kita lagi di Singapura lagi."

"Oh, iya tidak apa-apa bu."

"Eh kayaknya anak saya udah beres pesen makan deh, saya samperin dulu ya, yuk Mud ... duluan, Alena juga."

Alena menganggukkan kepalanya, kembali tersenyum ketika melepaskan kepergian Fany menuju anaknya. Ia terkekeh pelan, dan ketika menoleh, Muda menatapnya penuh pertanyaan.

"Dosen, kan?"

"Hmm," gumam Muda. Pria itu sedang melanjutkan makannya, jadi hanya bisa bergumam saja.

"Lena udah deg-degan tau A!"

"Kenapa?"

"Lena kira, cewek itu manggil Aa mau marah-marahin. Siapa tahu aja, tiba-tiba bilang 'Loh, Iskandar Muda? Jadi selama ini kamu begini di belakang aku? aku membesarkan anakmu dengan kesusahan dan kau!!!! Kau malah berduaan bersama wanita di sini?!'" Alena mengucapkannya dengan berapi-api, sementara Muda malah menatapnya datar kemudian berkata, "Kamu mengira Aa bermain-main di luar?"

JEDERRR!!!

Bukannya tertawa dan meyakinkan Alena, Muda malah menanyakan pertanyaan yang terdengar seperti menuduh Alena yang macam-macam. Kan jadi berbalik, jadi Alena yang takut sekarang.

"Ih, Aa kan Lena bercandaaa ... Emang beneran kok Lena takut kalau tiba-tiba ibu-ibu itu bilang begitu," dumelnya,

Muda tertawa sekarang, "Oke, maaf. Aa juga bercanda."

Hah? Apa katanya? Tidak lucu sama sekali.

"Aa nggak bakat jadi pelawak," gerutu Alena.

"Memang nggak berniat jadi pelawak, toh Aa punya pekerjaan yang lebih menjanjikan dari pelawak."

"Iya, tahu kok!" ketus Alena. Muda tersenyum, "Yang tadi itu dosen, kebetulan rumah dia Aa yang rancang, makanya kita akrab."

"Oh, pantes aja! eh ... kok dosen minta rancangin sama mahasiswa? Emangnya dia nggak bisa?"

Muda mengangkat bahunya, "Memberdayakan mahasiswa, Len..." sahutnya.

"What? Memberdayakan mahasiswa? Aa nggak dibayar dong?"

Muda tersenyum,menjawil hidung Alena dengan gemas dan berkata, "Dia aja bimbing Aa nggak pamrih, masa cuman rancangin rumah aja pamrih?"

Luar biasa memang pria ini! Alena harus bertepuk tangan dengan kakinya lain kali untuk mengapresiasi kebaikan manusia satu ini. ah, manusia satu ini yang ternyata adalah suaminya.

For The Rest of My Life (After Story of A Short Journey)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang