Chapter 20

4.3K 413 26
                                    

Hari-hari telah berlalu menjadi lebih ringan bagi Prilly. Setelah Ali memberikan bukti yang sangat kuat hari itu, aparat kepolisian segera mencari keberadaan Arga dan Indah di rumahnya masing-masing dan juga di Universitas Garelia, kampus mereka.

Arga dan Indah ditemukan oleh pihak kepolisian di sebuah cafe yang tidak terlalu jauh dari kampus mereka. Saat ditangkap, mereka memberontak beberapa kali karena tidak mengetahui alasan di balik ditangkapnya mereka.

Yang pasti banyak sekali cerita di hari-hari itu. Hingga akhirnya mereka--Indah dan Arga dikenakan hukuman yang menurut Prilly sudah sangat cukup untuk mereka emban.

Saat kabar itu sampai di telinga keluarga Prilly, mereka dengan segera menghampiri Arga dan Indah. Terlebih bagi Karina. Ia dengan air matanya yang turun sangat deras memaki 2 remaja yang ia kira tidak akan pernah menyakiti anak kesayangannya, tetapi kenyataan berkata sebaliknya.

Berita itu pastinya menyedot perhatian masyarakat seluruh Indonesia. Tragis sekali, anak gadis pengusaha terkenal seperti Arya Andreas harus merenggut nyawa di tangan orang terdekatnya. Yang satu sebagai sahabat, dan yang lainnya sebagai kekasih.

Arya dan Karina sudah sejak lama menyuruh kepolisian untuk mencari pembunuh dari Prilly, tetapi tak kunjung ditemukan karena pembunuh tersebut melakukan aksinya dengan sangat bersih. Hingga bukti itu sampai di tangan kepolisian, Arya dan Karina tentu bertanya perihal siapa yang memberikan bukti tersebut.

Hanya saja, dikarenakan Prilly menyuruh Ali untuk merahasiakan identitasnya, maka tidak ada yang tahu siapa orang yang ada di balik terkuaknya kasus ini kecuali Ali, Prilly, dan pihak kepolisian itu sendiri.

Terlepas dari segala permasalahan yang kini telah mencapai ujungnya, seorang pria tengah duduk di bangku panjang taman kompleknya bersama hembusan angin yang menerpa wajah rupawannya.

Mungkin orang-orang akan mengira bahwa ia hanya sendiri di sini. Tapi, nyatanya tidak. Ia tengah ditemani oleh sesosok gadis mungil yang terbalut dalam balutan dress putih yang selalu ia kenakan.

Mereka sama-sama menikmati nuansa sore yang sangat indah. Hembusan angin sore, langit senja, dan suara percikan air mancur memberikan nilai tersendiri bagi mereka.

"Gue gak nyangka kalo masalah ini akhirnya selesai juga," ujar Prilly membuka suaranya setelah terdiam cukup lama.

Ali mengangguk mengiyakan. "Sama. Gue juga."

Mereka kembali menikmati senja yang terakhir untuk hari ini.

"Pril."

"Hmm."

"Berarti misi lo udah berkurang, ya?"

Prilly menoleh untuk menatap Ali yang telah menatapnya lebih dulu dengan tatapan... sendu?

Perlahan, Prilly menganggukkan kepalanya sembari bergumam tak jelas. Setelahnya, kepalanya kembali ke posisi semula.

Ali menghela napas berat untuk mengusir rasa sesak yang mempersempit rongga dadanya. "Berapa misi lagi yang harus lo selesai-in?"

"Sebenarnya... misi gue udah selesai."

Deg!

Jantung Ali terasa berhenti berdetak. Tenggorokannya pun tercekat. Rasa sesak di dadanya semakin menjadi-jadi. Ia bahkan tidak tahu lagi bagaimana caranya untuk menarik oksigen baru ke paru-parunya.

Dengan lidah yang kaku, ia bertanya, "Jadi... lo mau pergi... kapan?"

Prilly mengendikkan bahu sekilas. "Gue gak tau."

"Ke-napa?" tanya Ali berusaha menormalkan suaranya.

"Karena gue udah berani ngambil resiko." Prilly kembali menoleh ke arah Ali yang menatapnya bingung. "Resiko untuk mengemban satu misi baru."

My GhostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang