Part 6 - That's How It is

3.6K 315 36
                                        

*D-1000 before the accident*

Reno meninju cermin yang saat ini tepat berada di hadapannya. Bunyi serpihan kaca yang berserakan di lantai menarik perhatian seisi rumah. Jingga yang merasa perlu mengecek kondisi sang kakak kini mengetuk atau lebih tepatnya menggedor pintu kamar Reno tanpa ampun.

"Kak? Kakak! Buka pintunya! Kak Reno!!!" teriak Jingga kalut, pasalnya mendadak sang kakak sangat emosional dan tidak dapat di kontrol siapapun. Ia sendiri tidak tahu apa penyebab pastinya.

Tidak lama berselang Reno sudah membukakan pintu untuk Jingga, gadis itu segera menarik Reno untuk duduk di tepi kasur. Jingga berlari ke kamarnya dan beberapa saat kemudian kembali dengan sebuah kotak P3K di tangannya.

"Jangan lakukan ini padaku Kak! Kumohon!" Jingga sudah terisak sambil mengobati tangan Reno yang masih mengeluarkan darah dari luka akibat goresan kaca.

Reno masih terdiam menatap sang adik, perasaannya sangat kacau saat ini. Ia tidak peduli dengan wajahnya yang sebagian besar penuh bekas luka yang mengerikan, tidak! Dia sama sekali tidak peduli. Persetan dengan semua itu! Hal yang ia pedulikan di dunia ini musnah sejak kecelakaan itu.

"Kak? Jelasin sama Jingga! Kenapa kakak seperti ini sekarang? Ada apa kak? Apa yang terjadi? Kakak sakit? Lukanya masih terasa nyeri?" tanya Jingga lagi, masih dengan sesenggukan.

"Kakak akan pergi dari rumah ini." jawab Reno datar, membuat Jingga memalingkan pandangan dari tangan Reno ke wajah pria itu. "Kamu ikut dengan kakak! Ini perintah."

"Tapi kak..." Jingga ingin memotong ucapan sang kakak tapi diurungkannya, Reno tidak suka dibantah dan itu final.

"Tapi apa?!" tanya Reno kasar, tidak membentak tapi juga tidak pelan hanya kasar.

Jingga menghela nafas panjang beberapa saat sebelum menjawab, "Kenapa?"

"Kamu tau dengan pasti ini semua tentang apa Jingga." Reno memelankan suaranya kali ini, emosinya sudah sedikit membaik.

Gadis itu kembali teringat perasaan tak berdaya beberapa waktu lalu tepat sesaat setelah ponselnya berdering, kabar bahwa Reno kecelakaan membuatnya mematung di pinggir jalan selama beberapa saat. Ia tidak lagi peduli dengan mobilnya yang mogok, atau langit yang semakin gelap. Jingga menyalahkan dirinya sendiri, ia yang menyebabkan sang kakak kecelakaan.

~~~~

"Kamu! Apa yang barusan kamu bilang Jingga???" Bunda Ana menjerit histeris, ayah mencoba menenangkannya namun gagal.

"Maaf Bun, harusnya Jingga tidak menelpon Kakak untuk menjemput Jingga. Ini semua salah Jingga!" tangis Jingga semakin menjadi-jadi.

"Kenapa bukan kamu saja yang kecelakaan hah? Kenapa harus Reno-ku!"

"Bunda!" Bentakkan sang Ayah mengagetkan Jingga, Ayahnya tidak pernah meninggikan suara kepada Bundanya.

"Maafkan Jingga, Ayah. Ini semua salah Jingga. Jangan marah pada Bunda." Jingga masih menangis, shock atas perkataan sang ibu dan bentakan sang Ayah.

"Jangan bicara lagi! Tunggu Kakakmu disini, Ayah akan membawa Bundamu untuk menenangkan diri."

Jingga terduduk lemas di kursi tunggu, pandangannya mengabur terhalang oleh air mata yang sudah memupuk di kantung matanya. Lampu ruang operasi masih menyala, sang Kakak masih bertarung antara hidup dan mati di dalam sana sementara ia hanya bisa menangis dan tak berdaya.

~~~~~

"Lihatlah Jingga! Lihat apa yang sudah kamu perbuat pada Kakakmu sendiri." kata Bunda Ana terisak, tangisnya tidak kunjung reda sejak dokter dan petugas melepas perban yang menutupi wajah Reno.

Cinderella's BeastOù les histoires vivent. Découvrez maintenant