Wonwoo Pt.2

705 86 25
                                    



"Kak."

"Hm?"

"Cara membuat obatku bagaimana ya?"

"Kau sakit lagi?"

"Yes. Tapi tidak separah dulu kok."

"Ya ampun. Sudah kubilang istirahat saja kok."

Jimin sialan.

Sudah kukatakan sejak awal dia tidak boleh menginap dan pintarnya, dia justru membawa Seulgi pergi. Katanya sih untuk menunjukkan Seulgi rumah baru mereka di L.A, dasar bocah tajir sialan.

Dan disinilah aku, bangun dengan kepala pening luar biasa akibat kelakuan calon kakak iparku.

Musim panas pertama terjadi pagi ini, kepala pening dan hawa panas bukan duet yang cukup baik buatku.

"4 hari lagi aku ada ujian. Kalau lolos, tinggal interview saja lusanya lalu minggu depannya pengumuman penerimaan."

"Apa kau tidak menulis tentang penyakitmu ini di formulir awal?"

"Kau bercanda? Mereka pasti menolakku sejak lama sekali jika aku berani menulisnya."

"Yah Kang Wonwoo, sudah kubilang ribuan kali kan kalau tekanan udara di ketinggian dan di darat pasti berbeda. Kepalamu bisa pecah jika kau terbang nanti saat penyakitmu kambuh."

"Yah Kang Seulgi, sudah kubilang ribuan kali kan kalau aku sudah mempersiapkan momen ini sejak lama sekali? Lagipula aku sakit sekarang bukan karena kambuh. Alasanku bangun dengan kepala pening ini karena calon suamimu kak. Dasar bocah tengil itu."

Kata kasar sudah ada di ujung lidahku, kakakku sudah pasti tidak menyukainya. Dia pasti akan mengumpatiku habis-habisan. Jadilah kutahan.

"Hei. Ini luar biasa sekali. Rumah ini bisa menampung puluhan orang."

"Kak, bukannya perjalanan Seoul-L.A 12 jam ya?"

"Kita pakai jet pribadinya. Dasar bocah tajir sialan memang."

"Huahahaha kak beruntunglah kau punya suami seperti itu."

"Aish kau harus lihat kelakuannya selama di pesawat. Pakai bathrobe, kacamata hitam segala. Ingin kugampar wajah songongnya."

"Kan kalian berangkatnya malam kan? Kenapa dia malah pakai kacamata hitam huahahahaha."

"Orang kaya kan bebas. Oiya wonwoo, buat saja teh hangat dengan madu."

"Baiklah. Tapi mendengar ceritamu membuatku mendingan kok."

"Seperti itu?"

"Hmm.."

"Sudah ya, teman-teman Jimin akan datang hari ini. Aku tak mau kelihatan paling payah dalam gerombolan konglomerat itu nanti. Bye!"

Dan disitulah telepon kami berhenti.

Kang Seulgi dan harga dirinya.

Harga mati yang harus Jimin terima untuk menjadi suaminya.

Bukan karena kami hidup di keluarga kaya, tapi profesinya yang menuntutnya seperti itu.

Model.

Bagi para desaigner, Kang Seulgi adalah harta karun.

Bagiku, Kang Seulgi adalah separuh hidupku.


Kembar identikku.



Wedding Operation Where stories live. Discover now