16

50 4 1
                                    


Enjoy my story and hope you like this! ^^




***


Antha


She was really sweet! Sudah tiga hari berlalu aku masih belum bisa melupakan rasa manis dari bibir itu. Rasa tidak sabar untuk bertemu dan melihat wajah manisnya membuncah di dadaku. Meski aku mendapat satu tamparan di wajah tampanku ini namun tidak mengurangi rasa penasaranku akan wanita manis itu.

Waktu itu, setelah aku melepas pagutan bibirku dari bibir manis Bintang, aku dengan jelas melihat wajahnya yang sangat menikmati perlakuanku. Dan tamparan itu cukup membuatku terkejut. Bintang memang tidak mengatakan apapun tapi dari matanya aku bisa melihat kebencian dan kekecewaan terhadap perbuatanku. Sempat terbesit rasa marah dan sesal tapi aku tidak punya waktu untuk menjelaskan perbuatanku. Bintang langsung menutup pintu apartemennya tepat di depan wajahku. Setelah mencoba mengetuk beberapa kali dan tidak mendapatkan jawaban akhirnya aku menyerah. Aku kembali ke rumah dan tidak bertemu dengan Bintang lagi hingga saat ini.

Seandainya perjalanan bisnis yang dijadwalkan oleh Ray, selaku pemilik pabrik, boleh absen atau diwakilkan pasti aku sudah melakukannya sejak seminggu lalu. Dan pikiranku pasti tidak bercabang seperti ini. Di satu sisi aku sangat merindukan Bintang dan di sisi lain aku harus tetap bekerja serta memulihkan hubunganku dengan Ray seperti sedia kala.

Undangan makan malam di rumah Ray beberapa minggu yang lalu itu memang sedikit membuat hubungan kami mencair. Rena sudah sangat membantu dengan tetap melibatkanku dalam obrolan mereka. Seakan bisa mengendus persahabatan kami yang membeku, Rena bahkan menyuruhku dan Ray mencuci piring bersama dengan dirinya sebagai pengawas.

Aku sangat berterima kasih atas usaha Rena, dan meski aku tahu apa yang dapat membuat Ray memaafkanku tapi itu tidak akan mudah. Aku tidak akan melepaskan Bintang begitu saja sebelum aku mendapatkan apa yang aku inginkan.

"Pak Antha busnya sudah datang. Mari pak.." suara seorang wanita berhasil menarikku ke alam nyata. Aku segera mengangguk dan mempersilahkannya pergi duluan sementara aku memeriksa barang bawaanku.

Lamunan tadi menarikku terlalu dalam hingga aku tidak sadar sudah ditinggal sendirian di lobi hotel ini. Beberapa rekan kerja yang seharusnya berbincang santai di dekatku sudah tidak ada lagi, mungkin sekarang mereka sedang berebutan kursi bus.

Setelah memastikan tidak ada barang yang tertinggal aku melangkah ke arah yang di sebutkan wanita tadi. Hampir semua pegawai pabrik yang ikut dalam perjalanan bisnis ini sudah masuk ke dalam bus. Aku sangat yakin akan mendapat tempat duduk di belakang seperti perjalanan pergi beberapa hari yang lalu. Aku datang terlambat ke lokasi berkumpul karena bangun kesiangan dan berakibat aku mual sepanjang perjalanan.

Sengaja aku masuk dari pintu belakang bus yang lebih sepi antrian daripada pintu depan. Tapi nyatanya bangku belakang bus sudah terisi semua dan banyak yang di pesankan. Aku menyerah saat mereka mengusirku ke kursi depan bus.

"Bapak Antha tempat duduknya disana. Di samping Pak Ray saja biar gak mabuk lagi." Seorang pegawai di bagian pemasaran menghelaku ke tempat yang dimaksud sambil tertawa. Aku sangat ingin berterima kasih karena mereka repot-repot menyiapkan tempat untukku. Tapi jika harus di samping Ray selama perjalanan pulang, aku tidak sanggup untuk memberikan senyum terima kasih kepada sang 'penolong'.

Selama beberapa jam di dalam bus aku berusaha menyibukkan diri dengan memakai earphone yang tidak bersuara dan pura-pura terlelap. Saat bus berhenti di SPBU aku pergi ke kamar mandi bersama pegawai lainnya. Aneh Ray tidak pernah beranjak dari kursinya tapi aku berusaha mengabaikan sahabatku yang aneh itu.

Ms. Gloomy and Mr. PlayboyWhere stories live. Discover now