OffLine [1/1] End

1.1K 101 34
                                    


"Dit.." Zara berbisik.

"Apaan deh Zar?" Jawab Dita santai

"Pindahin tas lo!"

Dita menatap Zara aneh, "Lah, ngapain. Kan gue mau duduk situ." Jawab gadis bernama lengkap Anndita Maharani itu. "Gue baru tidur jam 3 tadi. Masih ngantuk. Ga mungkin kan gue duduk di depan."

"Elo ga liat apa? Si Mahesa masuk. Lo mau ribut sama dia?"

Tepat saat Zara menyelesaikan kalimatnya, orang yang bernama Mahesa itu masuk ke dalam kelas. Penampilannya sudah seperti pereman pasar. Lihat saja, seragam putih abu-abunya di keluarkan. Dasinya hilang entah kemana. Dua kancing teratas di seragamnya dibiarkan terbuka. Salah satu telinganya memakai anting hitam. Bukannya memakai sepatu sekolah malah memakai sepatu futsal.

Belum lagi, tas ransel yang disampirkan di salah satu lengannya terlihat sangat enteng. Entah dia membawa buku atau engga. Benar-benar si Mahesa itu.

"Ini tas siapa?" Tanya Mahesa saat sudah sampai di kursi tempat biasanya duduk. Pojok paling belakang. Matanya mengarah menatap seluruh anak kelas. Tatapannya itu loh, mungkin kalo tatapan bisa membunuh, murid di kelas itu sudah terkapar tak bernyawa.

Samar-samar, Dita mendengar Zara bergumam Tuh kan! Gua bilang juga apa.

Dita berdecak pelan. Gadis manis yang sedang berdiri di dekat papan tulis itu mengangkat tangan kanannya. "Itu tas gue." Cicit Dita pelan. Walaupun kesal, tetap saja Dita takut.

Siapa juga yang ga takut sama Mahesa. Dia itu masih kelas 10. Baru juga sekolah kurang lebih 6 bulan. Tapi mainnya udah sama anak kelas 12. Bukan main PS atau main futsal bareng. Permainan Mahesa tak seperti itu. Rokok, tauran, keluar masuk BK, minum, dugem, balap liar, nah, yang seperti itu mainan Mahesa.

"Pindah!" Ucapnya datar dan penuh nada mengintimidasi.

Siswa-siswi yang lain hanya diam mematung di tempat tanpa memberikan pembelaan apapun untuk Dita.

Dengan terpaksa, Dita menyeret kakinya menuju meja di pojok bagian belakang. Gadis berkuncir kuda itu menunduk dalam-dalam. Pasalnya, ia bisa merasakan tatapan tajam Mahesa di setiap langkahnya.

Dita mengambil tasnya dan kembali berjalan ke depan. Karna memang hanya tersisa satu meja kosong di kelas itu.

Namun naas untuk Dita.

Belum sampai setengah jalan, Valdo masuk ke dalam kelas. Napasnya ngos-ngos-an. Keringat bercucuran di dahinya. Dan dengan seenak jidatnya, ia langsung mendudukan diri di satu-satunya meja yang tersisa.

Kriiiiiinggggggg....

Bel masuk pun berbunyi.

Seperti robot, anak-anak yang lain mulai berjalan menuju tempatnya masing-masing, karna sepertinya bunyi sepatu Bu Desni sudah terdengar. Si Bu guru on time. Dan benar saja, dalam hitungan 7,5 detik, beliau memasuki kelas.

"Kamu ngapain masih berdiri? Duduk!" Perintahnya tegas ke satu-satunya orang yang masih berdiri di tengah-tengah kelas.

Tersadar dari keterkejutannya, Dita buru-buru kembali ke belakang kelas. Dan mau tidak mau, dia duduk di samping Mahesa. Mahesa yang tak sedikitpun menoleh kepadanya.

Suasana kelas hening. Semua fokus dengan tugas masing-masing. Tapi tidak dengan Dita. Aroma parfum milik Mahesa sampai ke indra penciumannya. Benar-benar jelas baunya seperti apa. Membuat detak jantung Dita berdegup kencang.

Secara sembunyi-sembunyi, Dita mencuri-curi pandang ke pemuda di sampingnya. Menatap Mahesa dari samping merupakan salah satu anugerah terindah dari Tuhan.

OffLine [1/1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang