14. Malam Panjang

82.5K 5.2K 114
                                    

Bagian Empat Belas

Frella baru saja keluar dari kamar dengan pintu kayu jati itu, seorang laki-laki segera beranjak saat melihatnya keluar. "Gimana Ra, kondisi mama?" langsung saja laki-laki itu menyerbu Frella dengan pertanyaan. Frella menarik napas dalam lantas tersenyum simpul.

"Baik-baik aja kok Kak, cuma mungkin Tante Fenita butuh istirahat. Kondisi Tante Fenita menurun, kayak banyak pikiran gitu," ungkap Frella. Feno tersenyum kecut mendengar penjelasan yang diberikan oleh Frella. "Iya mama lagi banyak pikiran," balasnya.

Beberapa saat sebelum keduanya mengobrol panjang, dering handphone Feno yang berada di saku mengintrupsi keduanya.

Feno beranjak menjauh untuk mengangkat telepon, sedangkan Frella lebih memilih untuk masuk kembali ke dalam kamar tempat Fenita masih berbaring istirahat. Ia memandang wajah wanita itu dalam, sekelebat memori mengenai hubungannya dan wanita itu menghampiri.

Kuncir dua Frella bergerak ke kanan kiri sesuai arah hembusan angin, gadis itu baru saja maju ke depan panggung dan dengan bangga membacakan puisi hari kemerdekaan. Tepuk tangan masih mengiringi dirinya sampai ia kembali duduk menuju kursinya. Beberapa wali murid yang datang dalam acara peringatan hari kemerdekaan Indonesia terang-terangan memuji dirinya.

Frella terlebih dahulu menghampiri ibunya yang duduk di antara deretan pengajar kebetulan juga memang ibunya mengajar juga sebagai guru bahasa Indonesia di sekolah dasar tersebut, ibunya memberikan kecupan di kening sebagai apresiasi kebangaannya ...

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Frella terlebih dahulu menghampiri ibunya yang duduk di antara deretan pengajar kebetulan juga memang ibunya mengajar juga sebagai guru bahasa Indonesia di sekolah dasar tersebut, ibunya memberikan kecupan di kening sebagai apresiasi kebangaannya kepada anak pertamanya itu.

Setelah itu Frella kembali berjalan menuju ke arah deret kursi teman-temannya. Beberapa teman-temannya duduk berdampingan bersama orang tua. Sebenarnya bisa saja Frella memlih duduk dekat dengan ibunya tapi entahlah, Frella tahu bahwa ibunya tidak menyukai dirinya yang berada di buntut orang tua. Katanya seperti itu.

"Wah Ara selain cantik juga pintar baca puisi ya." Frella menoleh ke arah wanita yang duduk di belakangnya itu saat mendengar ucapan pujian itu, ia berniat ingin membalas namun tatapannya malah bertemu terelebih dahulu dengan laki-laki dengan tampang semasam jeruk yang tengah melipat tangan di depan dada saat melihatnya. "Biasa aja ah Ma," timpal laki-laki itu. Frella mengenalnya, dia adalah Farel.

Dari kelas satu sekolah dasar sampai sekarang menginjak kelas tiga sekola dasar, ia selalu saja kebagian sekelas dengan laki-laki itu padahal bisa saja ia tidak sekelas mengingat ada tiga kelas lainnya yang bisa ia tempati. Sayangnya selalu saja ia bernasib sial dengan satu kelas bersama Farel.

"Makasih Tante," balas Frella dengan senyum merekah.

"Ih, apaan sih. Sok manis, senyum-senyum."

Frella menoleh ke arah Farel yang berusaha mengubah arah pandangannya dari Frella, mendengar itu sontak membuat Frella terpancing. "Emang manis, taulah kamu kan masam." Farel menoleh dan menlototkan matanya seolah memberi gambaran di balik tatapan itu bahwa ia tidak suka dan setuju dengan apa yang dikatakan oleh Frella.

FallWhere stories live. Discover now