Me and You

126 10 6
                                    

Aku tersenyum memandangnya. Gadis itu tersenyum ceria melihat kilauan lampu yang aku rangkai pada sebuah tenda. Entah apa yang aku rasa saat ini sungguh tak pernah bisa aku mengerti. Sejak kapan rasa ini muncul? Aku bahkan tak pernah mengingatnya.

"MINGYU!" Teriak Jiho riang saat menyebutkan namaku. Aku tak bisa menahan senyumku saat melihat tingkahnya yang lucu. Ya, gadis itu bernama Jiho. Aku mengenal Jiho sejak gadis itu mencium pipiku ketika kami masih berumur 2 tahu, setidaknya itu yang dikatakan oleh ibuku dan ibu Jiho yang merupakan tetangga sekaligus teman dekat.

Gemerlap lampu warna-warni yang terangkai ̶ membuat tenda kecil yang biasa kami pakai untuk bermain semasa kami kecil itu terlihat menakjubkan, ku-rangkai lampu itu membentuk namanya. Aku sendiri tak mengerti ide itu datang dari mana asalnya.

"Bagaimana bisa kau merangkai semua ini? Kau kan sibuk dengan kuliahmu" Ucap Jiho tanpa menatapku, matanya berbinar saat menatap rangkaian lampu di depannya.

"Kau meragukanku?" ucapku santai dan sedikit membanggakan diriku.

"Sebagai tanda terimakasih, Aku akan tidur di tenda ini semalaman! Aku janji!" Wajahnya terlihat serius dengan ucapannya itu. Aku terkekeh. 

"aku tak rela jika nyamuk-nyamuk pemangsa di halaman kecil kita ini menyerangmu!"

Jiho menoleh ke arahku dan memukul pelan lenganku. "Bodoh. Sejak kapan kau perduli padaku?"

"Sejak kau hadir di hidupku" aku tersenyum.

"Jangan membual" Jiho tertawa sambil menggelengkan kepalanya.

Aku menggenggam tangan Jiho untuk memasuki tenda kecil itu, bukan genggaman tangan yang pertama kali, Bahkan kami sering melakukanya sejak kecil. Namun yang aku lakukan saat ini adalah meraihnya agar ia menjadi milikku.

Untuk kesekian kalinya aku tersenyum tanpa melepas tatapan mataku dari wajah lugu yang tersenyum gembira sambil duduk bersila dibawah naungan tenda kecil kami.

"Kau suka?"

"Sangat." Ucapnya sambil menggenggam tanganku semakin erat. "Kau memang sahabatku yang paling hebat!"

Aku menggelengkan kepalaku. "Sahabat? Aku rasa aku ingin lebih dari itu" jawab-ku dengan ragu. Aku masih menatapnya, menatap matanya yang terdiam menatapku. Sorot mata itu lekat seperti menarikku untuk terus berada di sampingnya, bersamanya. Aku menyentuh wajahnya, membelai pipi gadis yang benar-benar membuatku nyaman menjalani hidupku. Apa salah jika aku memintanya untuk menjadi milikku?

Aku mendekatkan wajahku padanya, membuat jarak diantara kami hanya terpaut beberapa centimeter.

"Aku menyukaimu, jauh sebelum aku dapat menyadarinya. Aku menyayangimu, lebih dari sekedar persahabatan kita. Aku mencintaimu." bisik-ku pelan dan aku mulai memberanikan diri untuk meraihnya.

'Cup'

Bibir lembutnya menyentuh bibirku. Walau sedikit khawatir ia akan melepasnya, aku terus memeluknya. Jantungku berdegup kencang dan berharap bahwa ia tidak merasakan degupan keras jantungku. Aku kembali menatapnya, menatap matanya yang tidak teralihkan dariku sama sekali. Wajahnya yang lugu membuatku tersenyum.

"Kau hanya mempermainkanku? Kau pasti bercanda!" Wajah gadis itu memerah kemudian berubah merengut dalam sekejap dan memukul dadaku dengan kesal.

"Ya Tuhan. Dasar gadis bodoh! Apa kau tidak merasakan degup jantungku yang setengah mati menahan rasa ini? Bodoh bodoh bodoh. Kau masih menganggapku berbohong? Keterlaluan sekali" aku menekan tangan Jiho tepat di dadaku--Membiarkan gadis itu merasakan debaran jantungku. Ia kembali terdiam dan kemudian menundukan kepalanya.

"Mingyu jangan buat aku berharap. Kau yang keterlaluan." Ucapnya dengan suara yang hampir tidak bisa aku dengar. Aku menatap wajahnya yang memerah dan mulai tersenyum lagi. Aku meraih tubuhnya dan membiarkan Jiho masuk kedalam dekapanku. 

"Jadi ada yang menharapkanku? " tanyaku jahil namun dengan segera gadis itu mencubit lenganku tanpa ampun. 

"Akh! Aku rela kau cubit asal kau sungguh menerimaku! Aku tidak bercanda! Ini sungguh!" Ucapku sambil menahan sakit pada lenganku. Ia menatapku dengan wajah cantiknya. Tidak, aku tak perduli seberapa cantiknya dia, aku hanya ingin dia.

"jadilah milikku, kim Jiho. Jadilah teman hidupku. Jadilah pendamping hidupku. " Suaraku terdengar serak namun aku berhasil mengucapkannya di depan Jiho sambil perlahan mengeluarkan sebuah cincin dari kantung celanaku. Melihat ia tersenyum membuatku dapat menghela nafas yang tertahan. 

"Aku tidak menerima penolakan dari sahabatku sendiri. Kau tahu itu bukan?" Ucapku lagi sembil mengedipkan sebelah mataku dengan jahil. Jiho masih menatapku lekat dan kemudian menatap cincin yang berada di telapak tanganku. Senyumnya merekah indah di hadapanku.

 "YAAAA!! KAU MEMANG MENYEBALKAN. AKU MILIKMU KIM MINGYU!" Suara Jiho menggema akibat terikakannya dan dengan sekejap tubuhnya memelukku hingga aku terjatuh sambil mendekap tubuhnya. Jiho yang tanpa ragu mencium bibirku dan memelukku erat. "Aku mencintaimu Mingyu" ucapnya tepat di hadapanku, di dekapanku.

.
.
.
"Ya Mingyu! Jangan beri Imo cucu terlebih dahulu sebelum kalian menikah! Cepatlah menikah!" Teriakan dari arah rumah Jiho membuat kami menoleh dan menemukan ibu Jiho menatap kami sambil tersenyum.

"Baiklah Imo! Aku akan menikahi putrimu dengan senang hati" ucapku dan tawa kami menghiasi malam yang indah itu.

-end-

Me And You (2017)Where stories live. Discover now