Dua : Berdamai dengan Dad

20.3K 1.3K 57
                                    

***

Givanno meninggalkan pekerjaannya demi anak bungsunya. Dia tergesa-gesa, nafasnya tak karuan. Dia sangat mencemaskan putrinya. Sekitar dua puluh menit dia sampai di Studio V Magazine. Disana ia melihat gadis kecilnya duduk di dekat resepsionis. Victoria tampak sedih. Givanno merasa bersalah, putrinya menjadi korban atas kesalahannya dengan Miranda. Dengan langkah yang pelan, lelaki itu berbicara dengan sang resepsionis. "Saya Givanno, Victoria adalah anak saya." Kata Givanno pada resepsionis. Tak lupa ia memperlihatkan kartu kependudukannya. Resepsionis itu mengerti dan mempersilahkannya membawa Victoria.

"Victoria, Sekarang kita pulang, nak!" Pinta Givanno lembut. Victoria menatap garang ayahnya.

"Tidak mau!" Tolak Victoria.

"Ayolah, sayang. Maafkan Dad jika Dad melakukan kesalahan. Dad menyesal, nak. Kita pulang ya!" Bujuk Givanno.

"Aku tidak mau! Dad jahat!" Teriak victoria.

Givanno menjadi frustasi. Belum lagi resepsionis yang ada di dekatnya tampak merasa risih dengan keberadaannya. Akhirnya ia menggendong paksa gadis kecilnya. Untuk kesekian kalinya Victoria merontah tapi Givanno tak peduli. Lelaki itu membawa anaknya ke dalam mobilnya. Givanno menghembuskan nafasnya lalu menoleh pada putrinya. "Victoria, Jangan seperti ini lagi. Dad bekerja. Hari ini Dad bolos kerja karena kenakalan kamu. Apa kamu tidak bisa meminta Dad mengantarmu ke studio itu? Kenapa kamu harus pergi sendirian? Bagaimana jika sesuatu terjadi denganmu?" Givanno menasehati anaknya.

Victoria melihat ke arah luar jendela mobil. Dia menangis dan tak ingin melihat ayahnya. "Ketika Dad bicara lihat ke arah Dad. Siapa yang mengajarimu menjadi kurang ajar seperti ini?" Tanya Givanno kesal. Dia bahkan tak menyadari gadis kecilnya menangis. Dia memperlakukan anaknya sedikit berlebihan. Dia menunjukkan kasih sayangnya melalui amarah. Namun gadis seperti Victoria tak akan mengerti hal itu.

"Mom." Gumam Victoria. Dia kembali meneteskan air mata dan terus memanggil nama ibunya. Gadis kecil itu masih berharap kasih sayang dari ibunya. Dia tak tahu harus memanggil siapa lagi. Siapa yang menyayanginya-Victoria tak tahu. Mungkin diantara milyaran manusia di dunia, tak ada yang menginginkan kehadirannya.

Givanno menyadari akan Victoria yang menangis. Hingga membuatnya menepikan mobilnya. "Kenapa menangis?" tanya Givanno. Lelaki itu memegangi wajah putrinya dan mengusap air matanya. Dia menjadi empati dan bersikap lembut Victoria menepis tangan ayahnya.

"Daddy jahat!" Katanya dengan menunduk.

Givanno menghela nafas beberapa saat-menahan emosinya. "Dad seperti ini karena kamu tidak mendengar perintah Dad, Victoria. Lihat kakakmu Olivia dan August. Mereka tidak pernah membangkang. Ini terakhir kalinya kamu pergi tanpa ijin. Kanu tidak tahu dunia di luar sana!" Givanno kembali menasehati anaknya. Victoria menangis tanpa suara. Ayahnya berkali-kali menghela nafas. Givanno menarik pedal gas lalu menjalankan kembali mobilnya.

Saat sampai di depan rumah, Victoria berlari masuk ke dalam rumah tanpa menunggu ayahnya. Dia enggan berlama-lama bersama ayahnya. Victoria mencari Rose. Dan saat ia menemukan pembantu itu, gadis kecil itu langsung memeluk sang pembantu. "Kenapa lagi putri kecil?" Tanya Rose. Wanita itu mensejajarkan tubuhnya dengan tubuh mungil Victoria. Kehadiran Rose seolah menjadi nenek untuk Victoria. Kasih sayang wanita itu sangat berharga dari kasih sayang orang tuanya. "Dad memarahiku. Dia membenciku!" Kata Victoria sambil menangis.

Givanno masuk ke dalam rumah dan melihat aktivitas anaknya. Dia merasa telah kehilangan Victorianya. Bahkan pembantu rumahnya lebih penting daripada kehadirannya. Givanno cemburu melihat keakraban Victoria dan Rose. Lelaki itu berusaha menahan amarahnya-karena marah hanya akan membuat suasana semakin rumit. Victoria akan semakin jauh padanya.

Papa Mengapa Aku Lahir ?Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora