Prolog

1.1K 164 96
                                    

Termometer kini menunjukkan angka 5°C -menyisakan lima angka menuju titik beku. Sebagian tempat telah menjadi es. Jalan kini menjadi sangat licin. Bunga yang berwarna-warni telah berubah warna menjadi senada.

Putih.

"Pemberhentian selanjutnya... Stasiun Rizten... Kota Vilder"

Suara dari gerbang kereta paling depan terdengar jelas ke seluruh penjuru kereta. Kereta yang telah berusia ratusan tahun ini entah mengapa masih dapat digunakan layaknya kereta yang baru saja dioperasikan. Desain interior kereta bergaya klasik yang hampir setiap sudutnya terdapat ukiran bunga dan lekukan yang sangat detail mungkin menjadi daya tarik khas bagi para wisatawan yang hendak menuju puncak gunung Hess. Hanya ini alternatif yang dapat digunakan untuk menuju kawasan wisata di puncak gunung.

"Stasiun Ritzen... Kota Vilder... "

Tepat saat itu kereta terhenti.

Suasana di stasiun Rizten membuat beberapa manusia berlomba-lomba untuk keluar dari kereta sembari menghangatkan tubuh agar tetap hidup dalam suhu ekstrim yang perlahan menggerogoti saraf. Hanya ada lima ... tidak, hanya ada empat orang yang mengambil pemberhentian di kota Vilder.

Sambil berjalan keluar, seorang gadis bersurai perak sebahu dengan tubuh diselimuti kulit berwarna sawo matang sibuk mengutak-atik ponselnya dengan earphone berwarna hitam pekat yang menggantung bebas di leher-pandangannya fokus tertuju pada layar dengan gerakan jemari yang mengalahkan kecepatan Sonic, tokoh kartun yang sangat terkenal akan kecepatannya.

***

"22 Desember 2023
Hari Pertama di kota Vilder

Sial!
Bagaimana bisa?
Bagaimana bisa aku dikirim ke sebuah kota kecil yang berada sangat jauh dari istana hanya karena sebuah kesalahan? Ayolah, itu hanya setitik kesalahan ... tak usah membesarkannya sampai mengasingkan dan memaksaku untuk melanjutkan pendidikan di kota sialan ini!

Dan ... Sekolah Axion? Cih. Semoga saja sekolah itu tidak membosankan."

SAVE!

Gadis itu menutup layar ponselnya disertai ekspresi wajah yang cemberut. Jam sudah menunjukkan pukul lima sore dan langit sudah mulai gelap-efek musim dingin di akhir tahun.

Pandangannya beralih ke sekitar stasiun Ritzen.

Sepi.

Hanya ada dua atau tiga orang yang terlihat sibuk menyapu halaman rumah mereka.

Suasana kota Vilder cukup tenang jika dibandingkan dengan suasana di istana yang riuh akan suara pelayan dan para bangsawan yang berkunjung saat pesta akhir mingguan yang diadakan oleh kerajaannya.


"Oh... Ayolah, jangan bilang kota ini tak berpenghuni.."

Sambil melontarkan ocehan dan keluhan, gadis bersurai perak itu berjalan menuju halte bus yang letaknya tak jauh dari stasiun Ritzen.

Dengan malas ia menarik kopernya dan duduk di kursi halte yang sudah berkarat. Gadis bermarga Delia tersebut mencoba membuat seluruh persendiannya rileks dengan menikmati udara segar di Vilder-beristirahat sejenak sebelum mencari apartemen terdekat mungkin pilihan yang terbaik. Kelopak mata Delia seakan ikut tertiup saat angin musim dingin yang menerpa wajah mungilnya.

"Selamat sore nona?"

Suara seorang pria muda mengagetkan gadis yang tengah menikmati angin musim dingin.

Perlahan Delia menoleh ke sumber suara yang sepertinya sedang mencoba berbicara padanya.

Pria bersurai pirang dengan iris mata berwarna hitam pekat sedang menyunggingkan senyum tipis padanya.

"Kenapa? Jangan mengganggu kesendirianku disini" Delia menjawabnya dengan nada malas sambil menutup wajah tengan lengannya.

"Eh? Sendiri?

Pria itu menaikkan tangannya dan menunjuk sesuatu tepat di dekat Delia.

"Lalu itu siapa?"

-TBC-

*********************
Ini kali pertama author menulis cerita ber-chapter. ('▽`)
Mohon maaf Bila ada typo dan cukup gaje :v
Selamat menikmati dan jangan lupa tinggal kan komentar (*'A^q)
*********************

Truth or Death?Where stories live. Discover now