22. (Tidak) Berlebihan

12.8K 793 12
                                    

Kalea memijit tengkuk Nate sementara Nate mengeluarkan seluruh makanannya ke kloset WC. Ya, Nate muntah. Dan ini terjadi sudah sehari setelah hipotesis Kalea. Sakit perut semakin parah, mual, dan sedikit demam. Kalea sudah mengajak Nate ke rumah sakit untuk cek darah, agar mengetahui berapa jumlah sel darah putihnya. Tetapi lagi-lagi kekeraskepalaan Nate mengambil alih dirinya. Kadang Kalea ingin mengumpati Nate lantaran karakter keras kepala Nate membuatnya tidak dapat berpikir dengan jernih, baik dan benar.

"Kau ikut aku ke rumah sakit sekarang atau aku akan menjambakmu." ancam Kalea.

"Boleh. Jambak aku ketika kita bercin--"

Kalea memukul lengan Nate reflek. Bagaimana bisa orang yang sedang kesakitan masih sempat melontarkan kalimat semenjijikan seperti itu?!

"Nate, kalau ternyata kau terkena usus buntu dan kau menunda untuk dioperasi, usus buntumu akan pecah lalu kau harus mencuci ususmu!" omel Kalea. Memilih untuk melupakan kalimat Nate barusan.

Kalea pernah mendengar bahwa peluang untuk selamat jika usus buntu yang telah pecah adalah kecil. Dia tidak tahu gagasan itu bisa dipercaya atau tidak. Intinya, Kalea ingin penyakit apapun yang diderita Nate ini cepat ditindaklanjuti.

Selagi Nate mencuci dan mengelap mulutnya dengan tisu, Kalea menyambar dompet, ponsel dan minyak herbal.

"Ayo." Kalea membantu Nate berjalan keluar dari kamar mandi. Kalea hanya membantu karena dia tahu dia tidak mempunyai kekuatan untuk memapah badan besar Nate sepenuhnya sendirian.

Tadi pagi, ponsel Kalea berdering nyaring yang langsung membuat Kalea terlonjak kaget. Begitu diangkat teleponnya, Kalea hanya mendengar desahan kesakitan Nate. Segera Kalea mengatakan dia akan ke apartemen Nate sebelum mematikan sambungan telepon.

Nate berjalan sedikit membungkuk, berharap rasa nyeri di perutnya berkurang. Kalea menyuruh Nate menunggu di lobby sementara dia mengambil mobil.

Sesampainya di rumah sakit, Kalea menawarkan Nate untuk duduk di kursi roda yang ditolak mentah-mentah oleh Nate.

"Sakit aja gengsi," gumam Kalea tanpa sadar dalam bahasa Indonesia.

"Kau bicara apa?"

"Bukan apa-apa." sahut Kalea tanpa melihat Nate namun masih menggandengnya.

Akhirnya setelah mendaftar, Nate masuk ke UGD untuk dicek sekilas. Kalea memperhatikan Nate berbaring sambil memejamkan matanya dengan dahi yang berkerut. Tiba-tiba tangan Kalea terulur secara reflek, mengusap kening Nate.

Lama-kelamaan, rasa nyeri di perut Nate hilang. Bukan karena dia disentuh Kalea, oke? Nyeri hilang akibat sentuhan kekasih itu tidak sepenuhnya benar. Untuk kasus Nate, gagasan itu tidak bisa diterima. Mungkin.

"Selamat pagi, Tuan Slander. Apa saja keluhannya?"

Selesai Nate ditanya-tanya, dokter umum itu melakukan pemeriksaan fisik, yaitu menekan secara perlahan perut bagian kanan bawah Nate, seperti yang dilakukan Kalea kemarin. Nate meringis kesakitan. Selesai diperiksa, dokter umum itu menyimpulkan Nate terkena usus buntu. Karena, dilihat dari Nate yang tidak merasakan perih ketika buang air kecil. Tetapi dokter tetap menganjurkan untuk melakukan tes darah, tes urin, dan USG untuk mengonfirmasi penyakit mana yang Nate derita.

Ketika melakukan USG, Kalea mencibir dalam hati, pasti suster perempuan itu senang mengusapkan gel di atas perut Nate yang berotot. Jangan salah, perut Nate tidak terlihat kotak-kotak dan Kalea bersyukur akan itu. Dia tidak suka badan penuh otot macam Cristiano Ronaldo. Tapi tetap saja, pasti suster itu bahagia lantaran menyentuh perut berotot milik pria tampan. Kalea mendengus pelan.

Namun, ketika dicek, tidak ditemukan adanya peradangan usus buntu. Hal ini membuat Kalea bingung.

Lalu begitu hasil tes darah dan urin keluar, dokter mengatakan bahwa Nate positif terkena usus buntu. Kemudian, Nate disuntik cairan yang Kalea tidak tahu namanya. Dokter juga menyarankan Nate untuk dirawat di rumah sakit.

"Nate," Nate menoleh, "masih sakit?"

Kalea menekan perut kanan bawah Nate. Tidak ada ringisan.

"Sedikit. Aku tidak yakin terkena usus buntu. Di USG tidak kelihatan. Dan sekarang aku tidak merasakan sakit seperti kemarin-kemarin." ujar Nate.

"Nanti malam ambil darah lagi untuk melihat jumlah leukositmu."

Saat malam tiba, Nate telah menghubungi ayah dan ibunya, merekapun datang ke rumah sakit. Nate diambil darahnya untuk dilihat ulang. Hasil tes darah itu akhirnya keluar dan menunjukkan bahwa leukosit Nate turun. Nate semakin yakin dia tidak perlu dioperasi lantaran dia merasa sehat sekarang.

"Kau menginap di rumah sakit malam ini, besok kita akan membicarakan masalah operasi." putus Blake. Theria sudah mengusulkan untuk melakukan operasi, tapi Blake tidak yakin. Blake tahu, usus buntu sampai sekarang belum diketahui fungsinya. Jadi tidak ada masalah seandainya usus buntu Nate diambil, meskipun tidak radang.

Keesokan harinya, Nate masih merasakan yang sama seperti kemarin malam. Sudah lebih mending. Tetapi keputusan Blake akhirnya setuju Nate melakukan operasi. Percakapan ini yang membuat Blake akhirnya setuju,

"Leukosit Nate turun karena kami memberikan cairan untuk menurunkan jumlah leukositnya,"

"Berarti leukositnya akan bisa kembali naik dan nyeri di perutnya bisa kembali lagi nanti?"

Dokter tua itu mengangguk sebagai respon.

"Saya menyarankan Nate untuk melakukan operasi daripada usus buntunya pecah di dalam perut, operasinya akan lebih rumit nanti. Saya yakin anak Anda terkena usus buntu," ujar dokter itu.

Dan berakhir Blake menyetujui.



Iya chapter ini memang bosenin. Aku bagi dua part ini ya, besok aku post lagi biar ga gantung. Votes nya 120 dong ya, ya, ya? Hehehe.

13 September 2016, 9:03pm WIB.

Pull Me CloserWhere stories live. Discover now