05; gue pulang

1.9K 312 49
                                    

Diandra

Langit diluar mulai senja. Biru cerah mulai berganti ke jingga yang cantik. Ditambah semakin cantik dengan lampu-lampu gedung yang mulai menyala satu persatu. Pemandangan indah ini yang selalu gue agung-agungkan di kantor. Jendela besar ini bak lukisan hidup yang berganti-ganti. Gak pernah sekalipun ada niat buat pasang gorden. Itu malah ganggu. Sama kayak yang sekarang lagi Ndang lakuin. Bersihin jendela bagian dalam. Sambil nyanyi-nyanyi lagu bahasa inggris yang gue gak ngerti juga liriknya apaan.

"Ndang, lagu apaan sih tuh?"

Si Ndang berhenti nyanyi, lalu diam sebentar, "Apa judulnya ya mbak, lupa saya, ini lagu yang suka diputer mas Chandra diruangannya. Wher wher apa gitu"

"Wherever you will go, Ndang."

"Nah itu mbak tau kenapa nanya."

"Abisnya gak jelas kalo dinyanyiin lo." Gue suka pengen ketawa kalo liat Ndang udah nyanyi lagu-lagu yang diputer diruangannya Chandra, apalagi kalo lagunya udah agak EDM, bisa gila dia nyanyinya. "Chandra pake acara tugas keluar kota ya Ndang. Sepi gak lo ditinggal sahabat?"

"Sepi mbak. Biasanya saya denger lagu gratis kan disana, diruangannya."

"Mau lagu apaansih, gue kasih puter deh nih."

"Ah beda kalo sama mbak, gak dapet filnya" Feel, itu feel yang dia maksud. Gue cuma terkekeh liat aksi iseng si Ndang, sambil sesekali melirik kearah ruangan Chandra. Dia gak disana. Yang punya ruangan lagi di Jogja untuk apalah itu seminar tugas kantor. Gak ada Chandra, semangat ngantor jadi berkurang sedikit. Semangat lembur apalagi. Padahal biasanya gak begini. Padahal biasanya gue sendiri juga jalan. Tapi sekarang ada Chandra, dan kebiasaan gue yang sendiri itu diganti sama Chandra. Gue khawatir kalo lama kelamaan jadi bergantung sama Chandra.

Gue gak bisa bohong dan gak akan bohong, kalo dia emang bikin gue nyaman. Ngobrol apa aja bisa. Dan yang paling penting adalah dia gak pernah maksa bertanya-tanya tentang hal-hal serius. Gue selalu suka cara dia mengganti topik kalo obrolan kita mengarah kearah yang serius. Chandra is thoughtful guy seriously. I bet the one who marry him will be the luckiest. Dia tipe laki-laki yang gak mau bikin lo kesel dengan keberadan dia. Malah dia bakalan bikin lo kangen kalo dia gak ada.

Gue nyaman sama dia, dan dia tau itu. Ya jelas tau lah. Si Ndang apalagi. Gue males berurusan dengan laki-laki dan pengecualian gue berhenti di Chandra. Gue takut ini jadi lebih dari itu. Gue takut tapi gue juga seneng begini. Punya seseorang beda jenis buat jadi shoulder to cry on, selama ini gue gak punya siapa-siapa. Chandra itu baik. Dia rela nemenin gue lembur sampe larut malem cuma buat mastiin gue pulang dengan selamat. Dia rela gue telfon jam tiga pagi karena gue gak bisa tidur. Dia bahkan rela beliin gue bakso ditusuk tanpa ngeluh sedikitpun, apalagi gengsi.

Duh ko gue mikirin dia begini.

Hape gue berdering. Si Ndang berhenti bernyanyi, bahkan sempat berhenti ngelap kaca dan liat kearah gue. Kenapa sih Ndang? Lo tau ini Chandra yang telfon? Lo seneng? Gue mau ikut seneng boleh?

"Halo?"

"Hei Di." Suara Chandra agak bindeng disana.

"Lo nelfon gue dari dalem air? Suara lo bindeng amat."

"Iye. Ini lagi tenggelem."

"Ih serius. Lo telat tidur ya? Lo telat makan juga? Vitamin lo dibawa gak sih? Kalo kemana-mana tuh ya bawa jaket." Gue mulai ngomel. Tanpa sadar si Ndang ketawa-ketawa disana.

"Telat tidur doang. Capek gue Di."

Ya pulang, Ndra. Rasanya kepingin banget minta dia pulang cepat. Gak tau karena gue kangen atau karena gue gak mau dia sakit.

 rai·son d'êtreWhere stories live. Discover now