Di Batas Waktu

35 0 0
                                    

Langit abu-abu Jakarta masih teduh, hujan malam kemarin membuat jalan ibu kota basah. Tepat di lampu merah, perempuan berkacamata tipis dengan rambut yang diikat ke belakang mengetuk-ngetuk ibu jarinya yang sedang menggenggam stir. Setelah lampu kuning nyala dan dilanjutkan dengan lampu hijau, ia mengendarai mobil dengan sedikit cepat.

Cafe yang biasa menjadi tempat ia menghabiskan sore selepas pulang sekolah dulu tidak terlalu ramai. Nadira masuk dan memilih tempat duduk favoritenya. Setelah menunggu lima belas menit, akhirnya Angga datang. Mereka saling berjabat dan tersenyum namun senyum Nadira sedikit kaku. Setelah memesan dan minuman tiba di meja mereka, tangan Nadira masih sibuk mengaduk segelas teh hangat sambil mendengarkan cerita singkat Angga, yang membuat pikirannya bagai benang kusut dan emosinya tidak mampu tertahankan tapi tidak mungkin ia keluarkan di sini. "Apa semua ini kenyataan?" Nadira berkata dalam hati.

"Kamu kenapa, Dir?" tanya lelaki berkacamata itu sambil menatap Nadira yang masih menundukkan kepala. Hening. Tak ada satu katapun yang keluar dari bibir mereka. Kenyataan ini meluluhlantahkan sisa harap Nadira.

"Aku yakin kamu bisa melewati ini semua, meski tidak mudah tapi kamu bisa," lelaki berkemeja biru muda itu memecahkan hening lalu mendekat untuk mengelus pelan lengan Nadira.

"Terima kasih. Semoga aku benar-benar bisa melewatinya. Aku pamit pulang duluan ya. Aku bawa mobil sendiri jadi tidak perlu kamu antar," Nadira mengemas barang yang ada di meja Cafe lalu memasukan ke dalam tas. Senyum kaku Nadira menandai ia akan benar-benar pulang dan Angga tidak bisa menahannya untuk tetap di sini sebentar saja. "Hati-hati, Dir. Kabari aku kalau sudah sampai rumah," Angga berkata dengan sedikit keras lalu meneguk kopi terakhirnya.

Di dalam mobil semuanya tumpah, Nadira benar-benar tidak menyangka apa yang sudah terjadi. "Kenapa harus seperti ini?" tangannya mengepal dan meninju kencang stir mobil yang ada di hadapannya.

***

Selepas pertemuan dengan Angga dua minggu yang lalu, Nadira hanya berdiam di kamar, sesekali keluar untuk makan dan mandi. Kamar tidur Nadira sangat berantakan, banyak kertas yang tergulung berserakan di mana-mana. Nadira menghabiskan waktu dengan menggambar. Masalah memang tidak selesai bila ia terus menggambar namun cukup membuatnya lupa tentang apa yang sedang dihadapinya.

Tiba-tiba tanpa sengaja Nadira menemukan foto yang tertumpuk di antara kertas gambar yang berada di meja. Di dalam foto itu ada laki-laki yang berjalan di pantai berdua dengan Angga, senyum dan garis mukanya tidak berubah. "Tidak mungkin semua ini aku lewati sendiri tanpamu," foto yang berada di tangan Nadira basah oleh air matanya sendiri.

***

Kicau burung menyenandungkan sedikit kekuatan bagi Nadira pagi ini. Ia akan bertemu dengan laki-laki yang sudah bertunangan dengannya setelah empat tahun berlalu, sebelum ia memilih bersekolah di luar negeri. "Sudah cukup untuk menangisi semuanya, aku harus lekas pergi," ucap Nadira menutup tas tangan yang akan dibawanya.

Jakarta masih lengang, banyak yang pulang kampung karena tepat Hari Raya Idul Fitri namun Nadira memilih untuk tidak mudik ke Malang.

Deru mesin mobil sedan berhenti. Perempuan berambut panjang turun sambil membawa beberapa ikat bunga mawar merah. Nadira menyiapkan jiwa dan raganya hampir sebulan untuk bisa melakukan ini.

Langkah kaki makin pelan, “mengikhlaskan memang tak mudah,” ucap Nadira sambil mencari-cari. “Ya kamu memang benar, Dir. Kita yang berencana, akhirnya Tuhan juga yang menentukan. Aku sudah menganggapnya seperti saudaraku sendiri, kita sama-sama kehilangan,“ Angga mengikuti langkah Nadira. Akhirnya Nadira menemukan yang dicarinya. "Aku datang Yudha. Maaf untuk semuanya. Aku kesini untuk membuktikan bahwa aku perempuanmu yang kuat. Aku merindukanmu," hujan menggelayuti penglihatan Nadira. Ia membersihkan daun kering di antara nisan yang bertuliskan Telah Berpulang ke Rahmatullah Yudha Pratama Bin Heriyanto Pratama.

Aku tak percaya semua ini nyata, kepergianmu untuk selama-lamanya. Ku ingin lebih kau ada di dunia tapi semua itu tak mungkin adanya. Cintamu abadi selama hidupku. Permintaanku hanya satu, habiskan waktu terakhirmu bersamaku selalu menunggu di batas waktu.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 05, 2016 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

NadiraWhere stories live. Discover now