Part 11

6.3K 321 6
                                    

Melihat Sakura di depan rumah Hinata adalah hal yang paling tidak diinginkannya. Gadis itu terlihat marah, terluka dan kecewa. Tubuhnya diam saja ketika perempuan itu maju dan menampar keras pipi kirinya.

"Aku tak percaya..." Sakura menangis, menggigit bibir bawahnya menciptakan luka. "Aku tak percaya kau melakukan semua ini kepada Hinata!"

Pukulan lain melayang. Tubuh Naruto yang sudah babak belur mendapat lebam baru. Dia tak peduli, pikirannya kosong. Dialah yang pantas mendapatkannya, bukan Hinata. Dialah yang jalang, bukan Hinata. Dialah yang brengsek dan hina, bukan Hinata Hyuuga.

Sakura kembali melayangkan tonjokan, menyebabkan Naruto terjerembab ke belakang. Kekuatan tangguh dari gadis semungil Sakura memang mengejutkan, tetapi ini nyata. Apalagi fikirannya sedang dikuasai amarah.

Mata Naruto menangkap Sasuke yang sedang bersandar di mobilnya. Menyaksikan sang tunangan yang seolah olah sedang berusaha menghabisi nyawanya. Terlihat jelas, kalau Sasuke telah menceritakan semuanya ke Sakura.

Dirinya mencoba memahami perasaan sesama wanita, tak heran Sakura mengamuk dan dengan beringasnya menghajarnya tanpa perlawanan sedikit pun. Kedua mata Sasuke seakan berkata bahwa dia tak punya pilihan lain. Lagipula cepat atau lambat gadis bersurai merah muda itu pasti mengetahui semuanya. Mengingat bahwa merekalah yang membopong Naruto beserta Hinata ke rumah sakit.

Tempat dimana dia mendapat tatapan kaget -kaget sekaget kagetnya milik Hyuuga Hiashi yang tanpa pikir panjang langsung mengundangnya datang je mansion Hyuuga.

"Apa yang sedang kau pikirkan?" Naruto mendongak menatap Sakura yang masih menangis di atasnya. Dia bisa merasakan getaran dari kedua tangan perempuan itu yang mencengkram kerah seragam lusuhnya. Posisi Sakura yang berlutut di atas membuatnya dapat melihat jelas tatapan terluka yang ditampilkan gadis itu. Setangguh tangguhnya seorang perempuan, tak semestinya laki laki manapun menyakiti mereka.

Termasuk gadis selembut Hinata.

"Apa kau sedang berpikir untuk melakukan hal bodoh lain untuk membalas dendam sintingmu itu? Apa? Membunuhnya?" Sentak Sakura kasar. Kepala Naruto seakan akan pecah ketila gadis itu mengguncangnya keras.

"Demi tuhan, tidak Saku-" Naruto kembali terbanting ke tanah. Sakura benar benar tak membiarkannya berbicara satu patah kata pun.

"Apa?! Setelah memperkosanya, kau membunuh anak tak berdosa itu? Mendorongnya ke jalanan? Lalu apa lagi, Uzumaki Naruto?!"

Naruto diam tak menjawab. Karena dia tahu kalau dia berani menggerakkan bibirnya sedikit saja, pukulan lain dari Sakura pasti bisa mencabut nyawanya secara paksa.

"Kau benar benar bodoh, Naruto. Aku mempercayaimu, kami mempercayaimu." Sakura bangkit, menghapus aliran air matanya dan duduk di samping tubuh Naruto yang terbaring di tanah. ".... Dia mempercayaimu tak peduli apapun yang kau lakukan kepadanya."

Sasuke berjalan mendekat, mengambil tempat duduk di samping Sakura kemudian menggenggam tangannya hangat. Dia ikut memposisikan dirinya duduk menghadap Naruto. Ketiga remaja itu terlihat seperti sahabat yang sedang menikmati waktu bersama, meski suasana sedang sembrawut. Melempar ingatan mereka kembali ke masa lampau. Dimana ketiganya berbaring bersama di atas hamparan rumput hijau, ketiga pasang tangan itu saling menggenggam, memandangi langit yang begitu luas dan biru, serta senyum yang senantiasa bertengger di bibir bibir kecil itu.

Sakura menangis kencang, mengeratkan genggaman tangannya di tangan besar Sasuke.  Pemuda tampan itu mengunci kedua matanya ke bola mata biru yang membengkak di depannya. Pikiran ketiganya berkecamuk, berada di mana mana. Meski begitu, kehangatan masih ada di antara mereka. Senyum kecil muncul di bibir Sasuke, Sakura... serta Naruto.

"Hn. Dobe,"

"Baka-Naruto, aku takkan memaafkanmu karena membuatku kacau begini, tapi bersumpahlah untuk meminta maaf -bersujud di kaki Hinata ketika dia sadar."

Cengiran rubah yang telah lama hilang itu muncul.

"Tentu saja -dattebayo!"

***

Hiashi berdehem kecil. Pemandangan di depan rumahnya itu membuat dadanya bergemuruh tidak jelas. Dia mengurut pelipisnya pelan. Dia merasa semakin tua mengingat permasalahan remaja yang sangat kekanakkan baginya ini.

Getaran telfon di atas meja menyentaknya ke dunia nyata, dia segera mundur dan mengangkatnya.

"Moshi-moshi?"

".... Hinata-sama,"

"Hm."

***Tbc

Pendek ya? Iya saya tahu. Hari ini hari jumat, sekolah libur karena badai bakal dateng. Rencananya hari ini hari me time, jadiii ya, ga mood nulis. Waktunya bermalas malasan ha-ha =w=

Kemarin sempet publish FF laen judulnya "Oppa, saranghae!", Oneshoot, gaje, dan yang pasti ga menarik untuk di baca(?). Iseng iseng ga jelas intinya.

Untungnya FF ini mendekati akhir, tinggal nunggu Hinata-hime sadar dan hukum Naruto sekejam kejamnya WAHAHAHA *Tawa nista*

Bytheway, makasih support yang dateng dari para pembaca setia~~ domo arigato gozaimas!

Salam hangat...
~misscollins08

Extremely Loving YouWhere stories live. Discover now