Komorebi : Di Sebuah Hutan, Di Tepi Sungai

21 0 0
                                    

Sebelum matahari berada di sisi barat dan meluncur hingga membuat semua jadi gelap, aku terlelap di atas kasurku. Beberapa hari belakangan ini aku menemukan fakta bahwa aku terlalu banyak tidur. Orang bilang saat seseorang terlalu banyak tidur, berarti orang itu tengah sedih. Jadi, aku sedang sedih? Mungkin, ya.

Inilah aku sekarang. Jarang aku bisa melihat tubuhku sendiri yang tergelatak diatas sebuah kasur lebar terselimuti sebuah selimut tebal. Mungkin wajahku menyiratkan ketenangan. Tapi...ah sudahlah.

Aku melesat menembus langit langit rumah lantai kedua. Aku tak tahu kemana jiwaku akan pergi. Mimpilah yang pegang kendali atas semua. Aku mendarat di sebuah hutan dengan pepohonan pinus yang tumbuh lebat dan kayunya menjulang tinggi. Kakiku tak beralas menyentuh lantai hutan yang seluruhnya terselimuti rumput hijau yang tumbuh rapat. Tiba tiba aku mendengar gemricik suara air sungai.

Aku beranikan melangkah jauh kedalam hutan. Aku menemukan sebuah sungai saat aku terus berjalan ke arah timur. Ya...aku tahu itu timur sebab ada kilauan cahaya matahari pagi dari arah sana. Aku sampai di tepi sungai. Sungai itu berair jernih. Aku bisa melihat pantulan diriku. Aku mengenakan sebuah dress putih selutut sementara rambut ikalku terurai. Aku hampir tak mengenali diriku sendiri.

Aku duduk di tepi dan memasukkan kedua kakiku ke dalam air. Aku melihat beberapa ikan kecil berenang begitu gesit menjauh. Namun kemudian saat aku terdiam mereka berenang mendekat seperti penasaran. Satu senti gerakanku sudah membuat mereka terperanjat kemudian berenang menjauh lagi. Aku tertawa.

Tiba tiba aku mendengar sebuah suara dari balik pepohonan di seberang sungai. Aku tak bisa melihat dengan jelas apa atau siapa yang ada disana. Hanya seperti banyangan. Seseorang mungkin menunggang kuda. Aku bangkit hendak memeriksanya. Sebelum aku melangkah sebuah kilauan melesat dari sana cepat sekali. Aku bahkan belum mampu memikirkan apa itu. Tapi benda itu telah tertancap di perutku sebelah kiri. Sesaat aku tak merasakan apapun sampai akhirnya dress putihku bersimbah cairan merah dari tubuhku. Rasa panas menjalari tubuhku. Sebilah pisau menancap begitu dalam.

Langit nampak indah kala pagi itu. Matahari telah meninggi. Aku terbaring di tepi sungai dengan tubuh tak berdaya. Aku terhimpit antara dua rasa. Kesadaranku pun ada diambang. Ketika aku mendengar sosok itu mendekat, mataku telah memburam pandangannya.

"Rasakan itu! Kau pantas mendapatkannya" suara itu seperti berbisik tapi terdengar begitu jelas. Aku tak bisa pastikan siapa dia.

KomorebiWhere stories live. Discover now