Lari-ku Dalam Gelap

19 0 0
                                    

Aku berada dalam sebuah bisa kota malam itu, tepat pukul 7 aku duduk di kursi baris ke-5. Aku tidak duduk di tepi kursi dekat jendela. Hitung saja, kursi ketiga dari arah jendela. Aku duduk ditemani oleh seorang wanita yang berdiri kala itu, maklum bis kota jenis ekonomi sesak oleh penumpang, sehinga ia harus berdiri dan bersandar pada kursiku.

Tak ada seorangpun yang ku kenal saat itu. Tenggelam di dunia maya menyebabkan pandangan yang tak beralih dari layar 7 inch sebuah tablet bermerk-an Samsung. Dulu, hp ku masih tablet, agak risih kalau dibawa-bawa. Tapi ini mampuku, ketika orang-orang telah menggantinya dengan ponsel super tipis dengan ukuran sedang hingga bisa disimpan di saku. Aku tak peduli dengan ponselku, selama aku bisa berhubungan dengan orang-orang yang ku kenal dan numpang mengunggah foto di instagram, aku tak mengeluh.

Sesekali ku lirik wanita yang berada di sampingku. Ada sedikit kekhawatiran jika dia memberikan perhatian pada ponsel yang ku mainkan. Aku takut dia melihat bahkan membaca pesan yang ku kirimkan pada kekasihku. Tentu, remaja usia 20 mengirimkan sebuah pesan pada kekasihnya yang juga berusia 20 dengan penuh rayuan yang dianggap menyebalkan bagi sebagian orang, tapi bagiku, tidak sama sekali.

"Jangan lupa shalat, makan sama mandi ya sayang. Jangan lupain aku juga." Pesanku pada kekasihku saat ku dengar suara adzan Isya.

"Tentu sayang, peluk sini." Balasnya membuatku sumringah dan aku tak berniat untuk membalasnya lagi.

Aku melirik wanita itu lagi. Anehnya dia memandangiku dengan tatapan yang kosong. Ku pikir semua aman, dia tidak tahu apa-apa tentang pesan yang ku kirimkan. Aku tersenyum sembari memalingkan pandanganku ke jendela.

"Loh." Gumam kecilku, aku tidak yakin orang lain mendengarnya.

Aku tidak pernah melalui tempat ini ketika aku berada di jalur kirin jalan. Lalu? Apa yang terjadi? Aku telah melewatkan perempatan rumahku yang seharusnya di sanalah aku turun. Sontak aku berdiri tanpa sengaja menyenggol wanita yang ku curigai melihat ponselku tadi. Dia pun tersenyum lega ketika mendudukkan dirinya di kursi yang kutinggalkan. Aku tak punya waktu untuk membalas senyumannya.

"Bang, kiri depan bang." Aku berteriak sedikit kencang dan hampir saja menubruk orang yg berdiri di depanku karena bis direm tiba-tiba.

Aku berlari kecil tergesa-gesa di dalam bis. Aku tak peduli pada ponsel dan semua yang ada dalam bis. Aku tahu, bahwa aku sekarang berada di atas tanah setelah aku meninggalkan jejak kaki terakhir ku dari bis. Aku tak melihat siapapun. Aku benar-benar telah melewati perempatan itu. Aku telah membuang waktuku di dalam bis sejauh 1 km. Aku sadar, aku berada di mana, aku berada di depan sebuah jembatan jalan yang konon sunyi dan membahayakan. Aku berlari. Terus berlari. Tak ada yang ku ingat selain aku harus menyelamatkan diriku dari sunyinya jembatan.

Lariku semakin melemah, hingga kupandangi sebuah sekolah yang seram ketika malam hari. Lariku kencang kembali namun seketika melemah kembali.

"Neng, mau ikut ga?" Teriak seseorang dalam sebuah truk yang parkir tepat di depanku.

Hatiku semakin tidak karuan, aku takut dia menyeretku masuk ke dalam mobil dan dibawanya ke tempat paling sepi sehingga ia bisa memainkanku dan mencampakkanku begitu saja. Untungnya bayangan tersebut lenyap seketika sesaat setelah aku berlari semakin jauh. Ironisnya aku berlari melawan arus kendaraan. Terbayanglah kecelakaan maut yang harus melibatkanku dan jantungku berdetak hingga saat itu.

Dan ah. Aku hampir saja mengakhiri hidup tepat pada malam Kamis, pasalnya sepeda motor berhenti dan memisahkan kedua kakiku dengan sinar lampu yang menyala membuatku tak bisa melihat apapun melainkan bayangan absurd seorang pengendara. Dia adikku, yang ku pesan 10 menit yang lalu agar menjemputku di perempatan yang harusnya tak ku lewati. Aku tak kuasa berdiri, ku jatuhkan lututku di atas tanah sembari berbisik dalam hati, semua mimpi buruk yang ku bayangkan tadi tidak terjadi malam ini, mungkin esok hari, lusa atau minggu depan.

Lari-ku Dalam GelapWhere stories live. Discover now