004

18.1K 2.6K 69
                                    

|| Kenapa Harus? ||

.
.
.

Hari sabtu adalah hari bermalas-malasan untuk Weza, tapi tidak semua hari Sabtu bisa dilaluinya sesuai rencana. Ia terpaksa membatalkan janji nonton dengan Ayla lantaran ada masalah dengan produksi. Anak baru yang menjadi bawahan Weza tidak dapat mengambil keputusan atas segala hal yang dilakukannya. Terpaksa, Weza kembali berangkat kerja di hari liburnya.

Begitu sampai, Weza tidak langsung menuju kantor, melainkan ke pabrik. Langkahnya terburu-buru dan setengah kesal. Seharusnya ia tidak perlu melakukannya. Begitu pikirnya.

"Kenapa, Nang?" Weza langsung menegur Danang yang sudah terlihat amat sangat pusing.

"Ini, plastic parts yang kemarin di produksi kata quality, NG." Danang menjawabnya dengan setengah takut.

"Kok baru tau sekarang? Kemarin udah gue suruh cek, bukan? Pastiin semua barang ready dan ok." Weza mengangkat salah satu alisnya lebih tinggi.

"Udah. Tapi kemarin bilangnya ok."

"Siapa yang bilang?" Weza menarik Danang agar lebih jauh dari line production.

"Fian."

"Dia bukan quality, Nang. Meski dia bawahan lu, bukan berarti lu bisa percaya dia seratus persen. Lu tau kenapa? Karena maunya mereka dapat lemburan tanpa kerja." Weza menahan emosinya dengan menarik napas dalam.

"Lu tau sendiri kalau budget lemburan divisi kita lagi ditekan. Kalau emang ga perlu lembur, kenapa harus lembur? Makanya gue minta lu pastiin semuanya. Bukannya bertanya sama orang yang niat cari uang tambahan dari lemburan, tapi tanya sama yang memang bertanggung jawab atas hal tersebut." Weza menutup matanya sejenak, tangannya mengurut pangkal hidungnya.

"Semuanya NG?"

"Gak, cuma yang red matte." Danang menjawab masih dengan nada takut.

"Udah lu repair?" Weza kembali bertanya namun begitu melihat anggukan Danang ia jadi lebih tenang.

"Oke, sekarang lu cek planning hari senin. Apa yang kira-kira bisa kita switch, biar diproduksi hari ini aja. Gue ga mau mereka lembur tanpa output." Weza mengibaskan tangannya.

Danang langsung mengangguk lagi, kemudian melakukan semua yang diminta Weza. Danang memang masih fresh graduate, tapi bukan berarti Weza akan berbaik hati padanya. Untuk bisa bertahan dalam kehidupan dan dunia kerja seperti ini, orang dipaksa untuk menjadi kuat. Siapapun yang bersikap manja dan tidak tahan banting akan tereliminasi oleh seleksi alam. Mereka akan tertinggal dan berakhir mengenaskan.

Begitu urusannya dengan Danang dan masalah produksi selesai, tadinya Weza ingin langsung segera pulang saja. Setidaknya mungkin ia masih bisa malam mingguan dengan Ayla. Bagi Weza, mendekati Ayla terbilang gampang-gampang susah. Ayla menerima semua sinyal yang Weza berikan tapi, entah mengapa ada keraguan dalam diri Weza untuk menyatakan cintanya. Mungkin karena ia memang belum jatuh cinta, hanya tertarik dan cocok saja dengan Ayla.

Weza melangkah masuk ke dalam office, terkejut karena AC dalam keadaan on. Pendengaran Weza menajam, ada suara ketukan pada papan keyboard yang diselingi dengan suara perempuan bernyanyi, tidak lebih besar dari suara musik yang keluar dari handphone milik perempuan itu.

"Loh, lu juga lembur, Nik?" Weza bersandar pada kubikel Eunike.

Wajah terkejut Eunike tampak lucu untuk Weza. Wanita itu langsung mengatupkan mulutnya rapat, lalu buru-buru mematikan musik yang terputar di ponselnya.

Without WingsWhere stories live. Discover now