Lima

20.3K 2.3K 162
                                    

Ardi mematikan alarm di nakas yang membangunkannya pada pukul 6 pagi. Dia merenggangkan badan, sejenak berusaha mengumpulkan nyawa dan tekad untuk turun dari kasur. Sambil menguap lebar, dia berjalan ke kamar mandi. Hanya butuh 15 menit untuk Ardi selesai mandi hingga berpakaian. Dia menyisir rambut basahnya ke belakang, seraya keluar kamar. Hal pertama yang dilakukannya setiap pagi setelah bersiap-siap adalah membangunkan Kaia. Itu sudah menjadi semacam refleks baginya. Jadi, saat membuka pintu kamar Kaia dan mendapati single bed-nya kosong, Ardi sejenak panik, sebelum teringat Kaia masih ‘diculik’ Gemi. Karena Kaia sendiri tampak senang menghabiskan waktu bersama Gemi, Ardi mengizinkannya.

Dia memutar langkah ke dapur untuk sarapan. Baginya dan Kaia, sarapan saat weekdays adalah sereal gandum dengan susu stroberi, untuk Kaia, dan kopi, untuk Ardi. Ardi menyalakan coffee maker, lalu mengambil stoples berisi sereal dan susu cair. Sambil menikmati sarapan wajibnya, Ardi menekan speed-dial nomor Gemi.

“Halo?” suara Gemi terdengar mengantuk.

“Kamu belum bangun?” Ardi siap mengomel. “Rumah Mamah dari sekolah Kaia itu jauh, Mi. Nanti Kaia telat.”

“Dih, nuduh,” balas Gemi. “Udah bangun kali, lagi sarapan. Non juga lagi sarapan nih.”

“Itu suara kamu masih suara bantal banget.”

“Suaraku emang seksi, A.”

Ardi mendengus. “Kamu bawa mobil Mamah apa dianter Pak Rudi?” tanyanya, menyebut nama sopir orangtuanya.

“Bawa mobil, kayaknya. Mamah juga mau ikut, nanti pulangnya sekalian belanja. Pak Rudi nganter Papah, ada jadwal operasi sampe malem.”

“Oke. Hati-hati, nggak usah ngebut. Kaia duduk di belakang sopir, ya, jangan bolehin duduk di depan, apalagi dipangku. Seat belt-nya jangan lupa.”

“Iya, bawel,” ucap Gemi. “Mau ngomong sama Non?”

“Mana?” Ardi menyingkirkan mangkuknya yang sudah kosong.

“Bentar.” Gemi menjauhkan ponselnya. “Non, Papa nih. Mau ngomong nggak?”

Ardi meletakkan mangkuk kosong di bak cuci piring, lalu mengambil cangkir untuk kopinya. “Halo, Cantik.”

“Halo!” balas Kaia. “Non sekolah sama Oma sama Onty. Terus ikut Oma sopin.”

Shopping,” ralat Ardi, dengan nada geli. “Ya udah, kelarin sarapannya. Nggak boleh bandel, ya. Nurut sama Oma, sama Onty juga. Nanti Papa ke rumah Oma pas pulang kerja. Love you, Non.”

Love Papa, too.”

Ardi tersenyum kecil. “Mana Onty?”

Kaia mengembalikan ponsel pada Gemi. Ardi mengulangi pesannya tadi, membuat Gemi mengatainya ‘om-om cerewet’, lalu menyudahi telepon itu. setelah mencuci semua peralatan makannya, Ardi berjalan ke garasi, siap memulai hari.

***

Nadin tengah asyik mengunyah lemon tart buatan Olin sambil membaca forum gosip di laptop, ketika ponselnya berbunyi. Sebuah chat baru. Gerakan mulutnya mengunyah sejenak terhenti begitu membaca nama pengirim chat.

Ardiandhi Rasyid: dinner tonight?

Nadin memandangi layar ponsel dalam diam, lalu menghela napas. Sejak mengetahui kalau Ovi adalah mantan istri Ardi, dia merasa harus menghentikan proses pendekatan, atau apa pun, yang sedang dan akan dijalaninya dengan Ardi. Demi dirinya sendiri. Juga Ardi. Memilih mengabaikan pesan itu, Nadin kembali pada laptop. Namun, tulisan di sana tampak kabur. Nadin membaca tiap kata, tetapi tidak menangkap apa yang dibacanya.

Kiss The Past GoodbyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang