PROLOG

25.2K 1.4K 29
                                    

Beta membenarkan tas yang tersampir di bahu kanannya sambil melangkah memasuki rumah dua lantai minimalis yang sudah sering dikunjunginya selama lima tahun ini.

"Gamma," seru Beta dari luar.

Selang beberapa detik, pintu terbuka. Menampilkan remaja laki-laki berusia 15 tahun dengan kaos dan celana pendeknya yang terkesan santai. Tidak lupa rambut yang lama tidak dicukurnya, sekarang semakin berantakan.

"Sori, Beta. Gamma lupa kalo hari ini ada janji ngajarin Beta matematika. Tadi Gamma ketiduran," cowok itu terkekeh.

Beta tersenyum maklum. "Nggak apa-apa, Beta juga tadi bantuin Mama bikin pudding dulu," cewek itu lalu menunjukkan kotak makan tepat di depan wajah Gamma. "Dari Mama."

"Waaaah," Gamma yang wajahnya kelihatan habis bangun tidur langsung cerah begitu melihat sekotak pudding di depan matanya. "Makasih, Beta."

"Sama-sama."

"Eh," Gamma mengerjap. "Gamma lupa ngajak Beta masuk. Ayok!"

Beta tersenyum begitu Gamma memberikannya ruang untuk masuk lebih dulu. Begitu kakinya menapaki karpet berbulu tebal dan halus itu, Beta merasa sekujur tubuhnya lebih rilex. Selalu seperti itu, rumah Gamma selalu membuat Beta merasa nyaman. Selelah apapun dia, rumah Gamma selalu berhasil membuat Beta merasa berada di rumahnya sendiri.

---

"Ngerti, kan?" Gamma bertanya begitu selesai menjelaskan satu soal pada Beta.

Beta mengangguk. "Kasih Beta soal dong, biar Beta ngerjain sendiri."

Pernyataan Beta itu sontak membuat Gamma semakin semangat mengajari cewek itu. Beta memang orang yang mudah memahami dan mau mencoba. Cewek itu cepat belajar, cepat menerima dan cepat mencoba. Gamma lalu mengambil buku Beta, kemudian menulis soal di sana. Sementara Beta sedang serius mengamati.

Setelah selesai menuliskan soal, Gamma menyerahkan buku Beta lagi kepada pemiliknya. Sementara Beta mengerjakan, Gamma memakan pudding buatan Beta dan Mamanya dengan khidmat.

"Gamma, hp Papa kok kayak gini, ya?" Gio, Papa Gamma duduk di salah satu sofa setelah menyerahkan ponselnya pada Gamma.

"Kenapa?"

"Nggak bisa dibuka. Touch screen-nya rusak deh."

Gamma mengamati sebentar, sementara Gio memerhatikan Beta yang sedang serius mengerjakan soal matematikanya hingga tidak menyadari kalau cewek itu tidak hanya berdua di ruang tamu ini.

Memang, selain pintar dalam bidang akademik, Gamma juga pintar mengotak-atik ponsel, laptop, dan sejenisnya. Meski di usianya yang baru menginjak 15 tahun, tapi dia sudah pintar mengoperasikan berbagai perangkat lunak pada laptop, ponsel, dan alat-alat sejenisnya. Itu semua karena Gamma cowok yang suka mencari hal-hal baru.

"Bisa?" Gio bertanya saat Gamma mengembalikan ponselnya.

"Bisa."

"Beta belajar apa?"

Karena merasa dikejutkan, Beta tersentak hingga lututnya menubruk meja yang dijadikan sebagai tempat untuk menulis. Gio dan Gamma yang melihatnya hanya tertawa.

"Serius banget, ya? Sampe nggak nyadar Om dari tadi di sini," Gio terkekeh, sementara Beta meringis.

"Maaf Om,"

"Sakit?" Gamma menyentuh lutut Beta yang baru saja baku hantam dengan meja.

"Lumayan," cewek itu sampai harus mengusap lututnya berkali-kali. "Gimana kerjaannya, Om? Lancar, kan?"

Gio mengangguk. "Alhamdulillah lancar. Cita-cita Beta mau jadi apa, sih?"

Entah mengapa, Beta selalu menjawab antusias saat ditanya seperti itu. Dia selalu suka jika seseorang menanyakan tentang cita-citanya. Karena Beta berharap, sesering dia mengatakan apa cita-citanya, sekuat mungkin harapan itu akan terkabul.

"Dokter," cewek itu menjawab lugas. "Beta nggak mau jadi hakim kayak, Om. Soalnya, Beta labil."

"Iya, Beta kan masih remaja, jadi labil," Gamma menanggapi.

"Emang cita-cita Gamma apa?" Kali ini, Beta yang bertanya.

"Jadi imam yang baik buat keluarga."

Dan, jawaban Gamma itu berhasil membuat Gio dan Beta melengos malas.

---

"Bang Alfa nggak bisa jemput Beta?" Beta memasang wajah lesu saat orang yang diajak bicaranya di seberang sana mengatakan kalau dia tidak bisa menjemput Beta di sekolah.

"Maaf ya, Beta, Abang ada urusan soalnya."

Beta menghela napas. "Ya udah, deh. Beta pulang sendiri aja."

"Sama Gamma aja. Dia kan bawa sepeda."

Ah, Beta baru ingat kalau dia satu sekolah dengan Gamma. Jangan salahkan dia soal ini, karena memang di sekolah mereka jarang bertemu. Itu karena Gamma dan Beta beda kelas, ditambah Gamma yang selalu sibuk di kegiatan OSIS.

"Kalo Gamma belom pulang. Ya udah, Beta cari Gamma dulu," ujar cewek itu, lalu memutuskan sambungan telepon.

Setelah memasukkan ponselnya ke dalam tas, Beta mulai menelusuri koridor yang mulai sepi. Meski ada beberapa siswa yang berlalu-lalang, tetap saja tempat ini tidak bisa dikatakan ramai.

Beta menemukan Gamma sedang duduk di lapangan basket sambil mengusap peluh pada wajahnya. Cowok itu kelihatan lelah sehabis main basket. Biasanya, pulang sekolah selalu ada rapat OSIS. Tapi, sepertinya OSIS absen rapat hari ini.

Cewek itu berlari menghampiri Gamma yang langsung menyadari kehadirannya. "Belom pulang, Ta?"

Beta hanya menggeleng, setelah itu menyerahkan botol air yang langsung diterima Gamma. "Thanks."

"Gamma kenapa belom pulang?"

"Nungguin Sheryl."

"Nungguin Sheryl?" Beta ingat dengan teman sekelasnya yang cantik dan pintar itu. Tapi, ada hubungan apa antara Gamma dengan Sheryl?

"Iya. Oiya, Gamma lupa kasih tau Beta. Hari ini, Gamma resmi jadian sama Sheryl," ujar Gamma diakhiri senyum.

Entah mengapa, tangan Beta yang tadinya ingin mengambil sesuatu di dalam saku seragamnya hanya mengambang di udara. Baru kali ini, senyuman Gamma tidak bisa membuat Beta ikut tersenyum juga. Tapi, senyuman Gamma kali ini membuat sesuatu di dalam hatinya terasa nyeri.

"Oh," Beta menganggukkan kepalanya. "Beta pulang dulu, deh. Udah dijemput Bang Alfa."

Saat Beta berjalan menjauhinya, Gamma berteriak. "Botol minumnya, Ta!"

"Buat Gamma aja, Beta banyak di rumah!" Beta tidak mau berbalik dan melihat Gamma lagi. Dia tidak mau Gamma menyadari ekspresi wajah Beta yang langsung berubah ketika cowok itu mengatakan kalau dia sudah berpacaran dengan Sheryl.

Dan, sejak saat itu, Gamma berubah.

-------------

Haii!

Di tengah kegiatan gue yang lagi memahami trigonometri, gue bisa posting cerita baru juga. Trigonometri tuh sama kek doi, susah dipahami #Eeeaaakksss

Karena Alterio udah mau ending, jadi nggak apa-apalah posting yang baru. Dan, gue mohon maaf sebesar-besarnya karena untuk sementara Altaira dikantongin dulu. Kenapa? Karena gue sadar banget tulisan yang itu masih asdfghjkl.

Oiya, buat yang lagi UAS, SEMANGAATTT!!! Karena gue juga lagi UAS *gaadayangnanya

So, nikmatin yang ini aja dulu, ya?

Jangan lupakan voment💕

Thank u
-Indah

BETA & GAMMAWhere stories live. Discover now