[9] Sembilan

138 18 0
                                    

"Kenapa kau tidak beristirahat saja?" Rafael berkomentar ketika Emily justru malah sibuk membersihkan ruangan kesana-kemari alih-alih berbaring ditempat tidur seperti yang dia sarankan.

"Tidak apa-apa, aku harus bergerak karena tubuhku terasa kaku."

Rafael hanya memperhatikan dalam dia saat Emily terlihat agak kepayahan ketika harus mengangkat tumpukan pakaian kotor yang ditemukannya dalam keranjang dikamar Rafael, dia hampir tidak bisa menahan diri untuk membantu wanita itu. Bergelut dengan harga diri dan rasa bersalah yang bergelayut didadanya.

Menyerah dengan hatinya, Rafael melangkah kearah Emily dan kemudian mengambil tumpukan pakaian itu dari tangan Emily lalu tanpa berkata membawanya ke dapur, memasukkannya kedalam mesin cuci.

Emily tersenyum memperhatikan Rafael yang terlihat sedang memasukkan deterjen kedalam mesin cuci dalam jumlah yang sangat banyak. Dia ingin mengingat Rafael seperti ini. Mengenang lelaki yang dia cintai dalam kebahagiaan.

"Aku akan belanja untuk makan malam." ucapnya girang sambil berbalik.

Belum sempat Emily membuka pintu apartmen, Rafael sudah lebih dulu menangkap pergelangan tangannya.

"Biar aku antar." tawarnya.

Emily mengerutkan keningnya sejenak. "Tidak perlu Raf. Tempatnya dekat, hanya beberapa blok."

Memang, ada supermarket yang buka selama dua puluh empat jam sehari tidak jauh dari kediaman mereka, tetapi kalau ditempuh dengan berjalan kaki, terutama dalam kondisi Emily yang masih sangat tidak memungkinkan seperti sekarang ini membuat Rafael tidak dapat menghentikan dirinya sendiri jikalau sesuatu yang buruk hingga menimpa wanita itu.

"Ayo," Rafael segera menarik lengan Emily sebelum mendatangkan bantahan lebih lanjut dari wanita bermata sewarna madu itu.

Emily tidak berusaha memberontak dan hanya tersenyum getir sambil memperhatikan kelima jemari mereka yang saling bertaut.

Entah telah berapa lama berlalu semenjak mereka terakhir saling berpegangan tangan seperti saat ini.

Rasanya seperti selamanya, tapi semua rasa sakit dan terluka itu hanya sembuh begitu saja seolah tak pernah terjadi ketika kulitnya kembali merasakan hangat sentuhan jemari orang yang dia cintai.

"Aku pasti akan sangat merindukanmu Rafael." bisiknya dalam hati.

---o00o---

White LiesWhere stories live. Discover now