Part 4 - Menjadi Seorang Ayah

2.1K 203 67
                                    

Jika pagi-pagi sebelumnya saat Dira membuka mata ia akan disambut dengan pemandangan kos yang kecil dan sedikit sumpek, maka pagi ini sedikit berbeda. Kosnya yang sempit, berubah menjadi kamar yang luas dengan nuansa biru muda.

Jika biasanya hanya cermin kecil yang tergantung di samping lemari, kali ini ada satu set meja rias. Ada kursi tangan berada tepat di samping jendela. Jangan lupakan lemari pakian tiga pintu yang Dira yakini berisi pakaian dan barang-barang mahal.

Kamar ini juga dilengkapi kamar mandi pribadi. Ah, kamar Diana sangat berbeda jauh dengan kos milik Dira.

Bicara soal Diana, wanita yang satu itu benar-benar banyak bicara. Bayangkan saja, semalaman suntuk Dira mendengarkan cerita Diana tentang Bayu. Cerita tentang masa kecil Bayu, remaja, setengah dewasa, sampai cerita terbaru mengenai Bayu yang selalu menolak dijodohkan. Segala tentang Bayu.

Rasanya sejak mengenal keluarga Anggara hidup Dira tidak pernah lepas dari nama Bayu.

"Dira, kamu mandi duluan ya. Pakai baju Kakak aja, itu ada di lemari. Jangan sungkan."

Seperti itulah pesan Diana sebelum pamit keluar kamar tadi. Sebagai tamu yang baik, Dira hanya bisa mengangguk untuk mengiyakannya.

Kini Dira hanya dapat duduk kaku di depan meja rias milik Diana. Tubuhnya telah dibalut dress dengan potongan sederhana punya Diana. Yang pastinya dress ini merupakan pakaian mahal yang harganya tidak berani untuk Dira taksir.

Tok, tok, tok.
Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Dira mengenai harga dress yang ia gunakan.

"Masuk!" serunya.

Pintu kayu itu terbuka dengan perlahan. Sosok Bayu muncul di sana dengan penampilan yang fresh.

Ini Dira yang baru sadar atau dia yang tidak terlalu peka sejak kemarin, ternyata Bayu sangat tampan. Laki-laki itu di baluk kaos putih khas rumahan dengan celana potong pendek. Uh, he is so casual.

Dengan perlahan Bayu menutup pintu kamar Diana. Eh, kenapa ditutup? Ini kamar, dan hanya ada Dira serta Bayu di sini. Oh my.

"Kita perlu bicara," ujar Bayu datar.

Dira menatap Bayu gugup. "Hmmm," gumamnya.

Bayu memasang tampang cool. Kedua tangannya ia lipat diantara perut dan dada. Cowok yang satu ini sungguh jaim.

"Papa minta barang-barang lo sore ini dibawa kemari. Tapi sebelumnya, kita perlu buat peraturan dalam sandiwara ini. Harus ada putih di atas hitam agar posisi gue aman," tutur Bayu.

Dira berpikir sejenak. Dia mengerti maksud dari Bayu. Jujur saja, dia juga tidak mau dirugikan dalam sandiwara ini. Putih di atas hitam bukan hal yang buruk.

Bayu membuka laci meja rias milik sang kakak. Ia mengeluarkan selembar kertas putih dan sebuah bolpoin.

"Tulis!" perintah Bayu pada Dira.

Kening Dira mengkerut pertanda ia tidak mengerti dengan perintah Bayu. Ia butuh penjelasan lebih.

"Udah tulis aja! Surat Perjanjian. Pertama, tidak boleh mencampuri urusan pribadi masing-masing!"

Oke, Dira mengerti sekarang apa maksud dari Bayu. Dia mulai menggerakan tangannya untuk membubuhkan huruf demi huruf di atas kertas putih kosong tersebut.

"Dua, sandiwara ini hanya berlangsung di hadapan keluargaku dan di hadapan Rani," tambah Bayu.

"Tiga, tidak akan pernah terjadi pernikahan diantara kita. Empat, jika kita bertemu di luar anggap tidak saling kenal dan tidak perlu saling menyapa, kecuali jika diperlukan. Dan yang kelima, hanya pihak dari laki-laki yang boleh mengakhiri sandiwara ini."

The Greatest Daddy [PINDAH KE WEBNOVEL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang