1. What's Next?

193 52 71
                                    

Suara riuh teriakan para siswa menggema dikelas. Begitu berisik dan ricuh. Semuanya saling bertukar kertas satu sama lain. Ya, kertas contekan. Pagi ini ulangan fisika diadakan mendadak. Pasti ini adalah kata-kata pamungkas untuk membangkitkan serangan jantung siswa sekelas. Terkecuali anak-anak teladan yang pintar, dan pasti mereka menjadi sasaran empuk untuk ditepuk ataupun dibogem bahunya.

Mereka menjadi ricuh bukan tanpa alasan. Mereka sedang beruntung, yaitu guru yang mengawas tengah keluar sebentar. Wajah lusuh tanpa harapan mereka berubah cerah, dan ini yang disebut kesempatan emas.

"Woi nomor 5 apa?!" Teriak Juki dari pojok kelas sambil melempar pulpen pada Adi yang duduk dibangku depan. Nasib malang siswa teladan, selalu diintimidasi ketika ulangan. Tipikal anak seperti Juki adalah anak kurang ajar yang suka melawan guru dan punya julukan absurd. Nama aslinya Zulkifli Haryanto tapi biar singkat mending dipanggil Juki, begitulah kata teman-temannya.

"Si kampret! Ngga usah lempar pulpen, dodol!" Teriak Adi sedikit tak terima. Inilah yang kadang dinamakan 'Minta tolong ngga tau diri'. Perseteruan ngga penting antar Juki dan Adi tidak terlalu dipedulikan siswa lain. Mereka sibuk dengan urusan mencontek mereka masing-masing.

Kebisingan kelas ini tidak digubris sedikitpun oleh seorang siswi. Siswi dengan kursi ketiga dari depan. Disaat semuanya ricuh mencontek, ia malah tidur. Motto hidupnya adalah, 'tawakal'. Dialah siswi yang paling malas dari semua siswi, namanya Vonnata. Tipikalnya seperti Juki, namun lebih parah.

"Von," seseorang mencolek punggung Vonna dengan pensil dan reflek membuat Vonna menoleh.

"Ape?" Jawab Vonna malas-malasan pada sahabatnya yang mencolek barusan. Dialah Elin, Sohib Vonna yang sama menyedihkannya dengan Vonna, namun lebih mendingan. "Tadi ada salam dari Midun, cowo kelas sebelah yang kemaren." Elin tertawa setelah menyampaikan amanat pada Vonna.

"Najis! Lo aja sono ama dia." Vonna menimpali dengan jijik.

Barusan Elin menyampaikan salam pada Vonnata, salam dari Midun, cowo culun dari kelas sebelah yang manisnya minta ampun. Bahkan manisnya bisa bikin diabetes dan mual tujuh turunan. Itu bisa dibuktikan nanti saat Vonnata bertemu Midun.

"Eh bentar, gile, lo belum kerjain satu soal pun?" Elin berdecak heran menatap LJK milik Vonna yang masih bersih. "Buat apa gue kerjain? Toh gue ngga bakal masuk jurusan Fisika pas kuliah. Gue ngga ngerti soal-soal beginian." Vonna kembali menunduk sembari mengeluarkan handphone dari sakunya. "Lagian juga, buat apa teknologi dibuat kalo ngga di manfaatkan?" Lanjut Vonna sambil terkekeh dan menggoyangkan handphone-nya.

"Terserah lo aja deh." Elin yang tak mengerti dengan tingkah sahabatnya lebih memilih untuk melanjutkan aksi menconteknya. Ia mengancam Adi jika ia tidak memberi contekkan, Elin akan membanting Adi dari lantai 3 sekolah. Walau terlihat manis diluar, Elin adalah pemegang sabuk hitam Pencak Silat. Dan guru Fisika dengan naas kembali ke kelas, memergoki Elin yang masih berada ditempat duduk Adi.

...

Vonnata adalah golongan siswi yang cantik disekolah. Namun karena sifatnya yang agak cuek dan ansos, kepopulerannya tidak terlalu meledak seperti anak Cheers ataupun Basket. Ia hanya menekuni satu bidang saja, yaitu renang. Baginya, renang adalah separuh jiwanya. Karena itulah, Vonnata lebih populer di kalangan laki-laki karena berbeda dengan perempuan kebanyakan.

Tepat jam istirahat, Vonna berjalan sendirian menuju kantin karena Elin sedang menjalani hukuman dari guru fisika karena tertangkap basah mencontek. Elin dihukum harus goyang dumang sambil berpuisi didepan anak-anak kelas sepuluh. Kini citranya sebagai kakak kelas pupus sudah.

"Gila, ketoprak bu Inah rame banget," Gumam Vonna saat melihat antrian panjang ketoprak favoritnya. "Sial banget gue, biasanya kalo ada si Elin kan dia bisa nyelak antrian."

Sweetness VonnataDonde viven las historias. Descúbrelo ahora