Cerpen pertama

85 11 14
                                    

"Hey kamu kenapa sih,pagi-pagi sudah cemberut saja?" Sapaku pada seorang gadis yang duduk termenung di taman belakang sekolah.
Gadis itu terlihat kaget saat mendengar sapaanku dan terlihat grusa-grusu menyembunyikan sesuatu. Aku mencoba menghampiri dia,berusaha tahu apa yang dia sembunyikan dariku,sahabatnya sendiri. Tidak biasanya gadis ini bersikap seperti itu padaku,memang dia tertutup pada orang lain tapi kalau denganku....
Aku duduk disamping Rin,gadis yang sedari tadi duduk termenung. Menyamai pandangannya yang lurus kedepan. Entah apa yang ia pandang didepan sana sampai-sampai pandangan itu tak teralihkan,meskipun ada aku disamping Rin. Mata Rin terlihat basah dan memerah,sisa-sisa air matanya masih membekas dipipinya. Ada apa sebenarnya dengan Rin? Sungguh baru kali ini aku melihat Rin sesedih ini.
"Aku ke kelas dulu." Ujarnya lirih,setelah beberapa saat dia terdiam.
"Rin,kamu..."
"Aku tidak apa-apa." Potongnya,seakan tahu apa yang akan aku tanyakan padanya. "Ini bukan waktu yang tepat untuk cerita. Nanti setelah aku siap aku pasti cerita padamu."
Walaupun aku tidak tahu apa yang terjadi dengan Rin,tapi aku bisa merasakan kalau dia sedang dalam kegalauan hati. Sesaat aku mengingat-ingat saat ia mulai jatuh cinta pada seseorang. Tapi sepertinya semua itu tak muncul dimemori otakku.
Pandanganku kinipun beralih ke arah Rin pergi,tapi ia sudah tak terlihat lagi. Mungkn saat ini ia sudah berada di dalam kelas. Yah apa boleh buat daripada aku sendiri disini,lebih baik aku pergi menyusul Rin ke kelas. Setidaknya disana ramai daripada disini. "Rin...Rin..." Lirih ku ucapkan nama itu.
Langkah demi langkah ku pijakkan,sapaan demi sapaan terdengar ditelinga. Yah inilah yang ku suka dari sekolah. Tempat yang dapat menghilangkan sejenak masalah-masalah yang sedang difikirkan,baik masalah keluarga,masalah dengan kekasih ataupun masalah lainnya. Setidaknya itu pendapatku mengenai sekolah,akan tetapi sepertinya bertolak belakang dengan pendapat dari Rin.
                          *****
Bel pelajaran berbunyi,tanda pelajaran terakhir telah usai. Kini semua murid berhamburan keluar kelas,terlihat seperti pasar saja. Ramai dimana-mana. Teriakan,keluhan tentang pelajaran,sampai suara tawa terdengar di seluruh penjuru sekolah.
"Berisik!" Keluh Rin saat mendengarnya.
"Rin kamu kenapa sih? Ada yang kamu fikirkan?" Tanyaku.
"Enggak ada kok. Enggak apa-apa." Ujar Rin sambil berlalu dihadapanku.
Rin hari ini terasa berbeda dengan hari-hari sebelumnya. Semua orang yang tak mengenal Rin lebih dalam mungkin akan mengira ini biasa saja karena Rin memang selalu bersikap seperti itu pada orang yang tidak dekat dengannya,pendiam dan dingin. Tapi jika bersamaku,Rin selalu ceria,penuh senyum dan selalu terbuka. Tapi hari ini... Ada apa dengan Rin?
                         *****
Malam ini aku ada niatan untuk belajar bersama di rumah Rin. Berbagai persiapan aku siapkan,tak lupa juga ku hubungi dia,takutnya kalau dia sedang sibuk.
Rin, aku kerumah kamu yah. Ada pelajaran yang enggk aku mengerti nih.
S

end...
Sambil menunggu balasan dari Rin,ku langkahkan kakiku ke arah jendela kamarku. Malam ini sangat cerah,langitnya dihiasi banyak bintang,bulannya juga bersinar terang sekali. Sungguh indah ciptaanmu Tuhan. Terkadang aku berfikir bagaimana jadinya ya kalau Tuhan hanya menciptakan siang saja atau mungkin hanya malam saja,pasti sangat merepotkan bagi kami yang hanya seorang manusia.
Masih tetap memandang langit,kini fikiranku beralih ke kejadian tadi di sekolah. Sikap Rin yang tak biasa membuatku cemas,aku takut Rin akan bersikap dingin juga kepadaku. Padahal dulu Rin bukanlah sosok gadis yang dingin dan tertutup pada orang. Aku sih tidak masalah kalo dia bersikap seperti itu pada semua orang,asalkan dia tetap menjadi Rin yang selalu ceria dihapanku. Terdengar egois memang,namun itu yang Rin ucapkan dulu padaku,bahwa ia tidak akan bersikap dengin kepadaku.
"Hmm Rin..."
Fikiranku melayang lagi,mengingat kejadian saat kami masih duduk dibangku kelas 10 dulu, Rin sempat suka dengan salah satu murid dari kelas kami,Gandy.
Perkenalan merekapun terjadi saat Gandy berkelompok dengan Rin dalam tugas Bahasa Indonesia,betapa senangnya Rin saat mengetahui hal itu. Setiap kali ada diskusi di kelas pandangan Rin tak pernah teralihkan dari wajah Gandy. Keakrabanpun mulai terjalin diantara mereka berdua.
"Gandy kita mau bahas dimana tugasnya?" Tanya Rin kepada Gandy yang sedang asyik mengunyah baksonya.
"Rin sorry ya. Kayaknya belum bisa sekarang bahas tugasnya." Jawab Gandy.
"Loh kenapa Gan? Bukannya kita sudah janji bahas ini sekarang ya?"
"Iya sih Rin. Cuman malam ini cewek aku ulang tahun dan aku mau bikin kejutan buat dia. Aku lupa gak kasih tau kamu."
Ekspresi wajah Rinpun terlihat sangat kaget kala ia mendengar sendiri bahwa Gandy sudah memiliki seorang kekasih. Wajahnya yang semula ceria kini berubah menjadi kekecewaan. Semuanya hancur,harapan Rin yang ingin menjadi kekasih Gandy hilang begitu saja. Namun ekspresi itu hanya ia tunjukkan sesaat pada Gandy,karena aku tahu Rin sangat pandai menyembunyikan perasaannya. Hanya sebuah kalimat "yah sudah,tidak apa-apa" yang bisa Rin katakan kepada Gandy. Setelahnya Rin beranjak dari duduknya dan pergi meninggalkan Gandy.
Aku yang memandangnya dari kejauhan merasa kasihan dengan Rin. Sahabatku ini tergolong aneh,kalau ia sedang suka dengan seseorang pasti ia akan menyimpannya sendiri,tak pernah ia ungkapkan meskipun kepadaku,sahabatnya sendiri. Dia memang tak pernah menceritakan semua itu kepadaku,tapi bukan sahabat namanya kalau aku tidak tahu tentang dia.
Aku menghampiri Rin yang sedang duduk di salah satu meja kantin. Aku melihatnya masih memandang Gandy,namun kali ini dengan tatapan yang penuh dengan kekecewaan dan rasa sakit hati. Aku duduk disamping Rin,berusaha menghibur dan menemaninya,kalau keadaan seperti ini tanpa sadar Rin pasti akan menceritakan semuanya kepadaku,dan aku dengan senang hati mendengarkan semua keluh kesah Rin.
"Padahal aku berharap hari ini bisa memandang wajah dia untuk yang terakhir sebelum kenaikan kelas." Curhatnya lirih.
Aku memandang wajah Rin yang lesuh,jelas sekali terdapat kesedihan diwajah itu. Bagaimana Rin tidak sedih jika kesempatan ia berdua dengan Gandy harus batal,sedangkan besok pasti Gandy dan kelompok mereka membahasnya bersama-sama di kelas. Dan kesempatan Rinpun benar-benar hilang untuk mendekati Gandy saat Rin dan aku melihat sendiri Gandy sedang bermesraan dengan seorang gadis di sebuah kafe. Ekspresi shock jelas tergambar diwajah Rin. Tapi masih sama Rin mencoba menyembunyikan semua itu dari aku juga Gandy saat Gandy menyapanya.
"Kasihan sekali Rin." Batinku
                          *****
"Lama sekali balasnya."
Aku beranjak dari tempatku berdiri dan segera melihat handphone yang tergeletak diranjangku. Ku lihat hpku ada banyak sekali pesan jga panggilan tak tekjawab,pantas saja tidak terdengar apa-apa dari hpku,ternyata aku lupa mengaktifkan mode deringnya sejak sepulang sekolah tadi.
"Semoga saja tidak terjadi apa-apa dengan Rin."
Benar saja semua pesan masuk yang berjumlah 25 pesan dan 15 panggilan tak terjawab itu dari Rin. Aku merasa bersalah padanya karena tak cepat membuka pesan dari Rin,sampai-sampai dia mengirim pesan sebanyak itu.
Kebetulan sekali. Aku lagi butuh kamu. Cepat datang ke rumah ya. Ada yang ingin aku ceritakan ke kamu.
Begitulah isi pesan dari Rin untukku.
Tanpa berfikir lagi,aku segera menuju rumah Rin. Untunglah rumah kami hanya berjarak 3 rumah saja sehingga tidak butuh waktu lama untuk sampai di rumah Rin. Sangking keburunya aku sampai lupa tidak membawa buku pelajaran yang ingin aku tanyakan ke Rin. Sempat terfikir untuk kembali dan mengambil buku itu tapi aku urungkan saja niat untuk belajar itu,karena saat ini tidak tepat rasanya jika aku menanyakan tentang pelajaran itu. Yang terpenting saat ini adalah perasaannya Rin.
Akhirnya akupun memutuskan untuk tak mengambil buku pelajaran dan melanjutkan langkahku menuju rumah Rin. Cepat aku melangkah takut kalau saja Rin berubah fikiran dan tidak mau bercerita padaku hanya karena aku terlambat datang. Hal itu sering sekali terjadi padaku dan jika hal itu terjadi maka sampai kapanpun cerita ini akan disimpinnya sendiri. Hari ini aku tidak mau hal itu terjadi,karena gara-gara masalah itu Rin jadi berubah. Kalau saja Rin tetap seperti dulu aku tak akan begitu peduli dengan masalahnya.
Aku sampai di depan rumah Rin pas banget dengan dibukanya pintu rumah itu. Sosok gadis keluar dari rumah itu. Terlihat sekali bekas air mata di bawah mata gadis itu. Matanya memerah tanda ia telah lama sekali menangisnya.
Dengan gerakan spontan Rin memelukku,menangis sesenggukan di pelukanku. Ada dua kemungkin masalah terjadi pada dirinya yaitu masalah keluarganya atau bisa saja masalah percintaan yang ia sembunyikan sendiri. Rin melapaskan pelukannya dan menarik tanganku menuju taman komplek kami.
                          *****
Dua minggu yang lalu...
Jam istirahat pertamapun telah usai,pelajaran kali ini sangat menguras otak kami. Pelajaran apalagi kalau bukan pelajaran Matematika apalagi yang berhubungan dengan soal Matriks. Haduh percaya deh kebanyakan anak pasti tidak akan suka dengan mata pelajaran yang satu ini apalagi kalau gurunya killer,huh lengkaplah sudah.
"Ke kantin yuk!" Ajak Rin padaku.
"Heh,tumben kamu ngajak ke kantin?"
"Loh kenapa? Enggk boleh ya?"
"Yah bukan begitu sih Rin,cuman..."
"Sudah deh jangan bingung,aku yang traktir deh."
Aku diam sejenak dan berfikir ada apa dengan Rin,enggak biasanya dia ngajak ke kantin. Boro-boro ngajak ke kantin diajak aja kadang enggak mau,katanya sih kantin ramai,males. Itu alasan dia kalau aku ajak ke kantin,tapi masa bodohlah,yang penting makanan gratis. Hahaahay. Tanpa fikir panjang lagi aku ikut Rin ke kantin. Diperjalanan menuju kantin Rin bertingkah aneh,dia senyum-senyum sendiri. Kayaknya ada alasan lain Rin ingin pergi ke kantin selain beli jajan.
Sesampainya kami di kantin Rin langsung duduk dibangku yang dekat banget sama lapangan basket. Hmm kayaknya aku tahu penyebab Rin ngajak aku ke kantin dan duduk di meja yang dekat sama lapangan basket.
Sepertinya ada seseorang yang memikat hatinya Rin setelah kejadian Rin suka dengan Gandy,dan aku yakin anak itu pasti anak basket. Tapi syukurlah kalau begitu Rin tidak harus sedih lagi dengan masalahnya sama Gandy itu. Semoga saja kali ini dia tidak mengalami nasib yang sama seperti sebelumnya.
                         *****
Tiga hari berlalu sejak kejadian itu,semakin hari Rin terlihat semakin gembira. Mungkin kini kedekatannya dengan anak basket itu mulai terjalin. Aku ikut senang kalo Rin bisa seperti ini terus pada semua orang,bukan hanya kepadaku saja. Mungkin ini yang namanya anugerah cinta yang bisa merubah orang jauh lebih baik lagi (Ciiee putis banget)
Aku melangkah dan duduk disamping Rin,tapi sepertinya dia tidak sadar kalau aku sudah datang dan duduk disampingnya. Emang segitunya yah kalau lagi jatuh cinta? Sampai-sampai enggak sadar kalau ada aku disini,tapi tidak apa-apalah asalkan Rin bahagia.
"Aha aku punya ide nih. Hmm...dooor,ada balon meletus tuh."
"Eh kamu ngagetin aja deh." Ujar Rin jengkel kepadaku.
"Yah abis kamunya senyum-senyum sendiri gitu. Hmm pasti lagi seneng ya? Cerita dong!?"
"Hehehe,iya. Kamarin itu pas aku ke perpustakaan kan ada buku yang mau aku pelajarin. Tapi aku nyari gak nemu-nemu. Terus aku tanya ke petugas perpustakaan,dia bilang kalau buku itu sudah tidak disediakan lagi di perpus."
"Emm terus hubungannya sama kamu senyum-senyum sendiri itu apa?"
"Ih dengerin dulu lah belum kelar ini."
"Iya udah,monggo dilanjutkan Mbak Rin."
"Hehehehe. Nah setelah itu aku bingung harus cari kemana lagi akhirnya aku keluar deh dari perpus. Pas keluar dari perpus eh tiba-tiba ada anak iseng yang jegal aku."
"Hah apa? Terus kamu gak apa-apa Rin? Ada yang luka? Wah parah tuh anak,coba bilang siapa anaknya,biar aku kasih peajaran sekarang juga."
"Eh gak usah,malah aku berterimakasih tau."
"Loh kok gitu?"
"Iya berkat dia jegal aku,aku malah di tolong sama anak yang aku suka,terus dikasih ini."Ujar Rin sambil menyodorkan sebuah sapu tangan. "Ini dia kasih untuk bersihin darah aku yang keluar dari kaki dan karena dia buru-buru aku belum sempat balikinnya."
Aku mengambil sapu tangan yang dibicarakan Rin barusan. Aku amati dengan jelas sapu tangan itu,tak ada yang istimewah sapu tangannyapun juga pasaran dan saat aku cium juga enggak wangi. Tapi aneh sekali Rin ini,sapu tangan seperti ini dia pandangi sampek segitunya bahkan sampek senyum-senyum sendiri terus di ciumin pula. Aku jadi semakin tidak mengerti saja dengan jalan pikirannya Rin. Setelah aku puas mengamati sapu tangan itu,aku balikin ke tangannya Rin. Ekspresi wajahnya Rin sangat aneh saat dia lihat raut wajahku yang menganggap sapu tangan itu tidak ada istimewah-istimewahnya sama sekali.
"Jangan begitu dong ekspresi kamu,walaupun sapu tangan ini biasa,pasaran dan enggak wangi tapi ini sangat berharga buat aku."
"Haduh iya deh yang lagi jatuh cinta. Maaf ya Rin."
Raut wajah Rin merona saat aku bilang kalimat itu ke dia,sepertinya benar dugaanku kalau Rin sedang jatuh cinta saat ini. Ia tertunduk malu saat ini. Rin masih menatap sapu tangan itu dengan tatapan yang mengisyaratkan kalo dia benar-benar senang. Aku yang melihat kejadian itu hanya tersenyum saja,mungkin begini kalau orang lagi jatuh cinta.
Tak lama setelah kejadian itu bel tanda masuk berbunyi,pertanda jam istirahat telah usai
                          *****
"Ke kantin yuk,aku traktir deh."Ajak Rin.
"Ye mentang-mentang lagi naksir anak basket,bawaannya ke kantin terus. Tapi enggak apa-apa sudah,sering-sering aja kayak gini kan uang jajanku jadi utuh."
"Huh dasar ya! Yaudah ayok!"
"Iya sebentar Rin,aku beres-beres dulu ini."
                          *****
Lagi-lagi duduknya dibangku yang dekat dengan lapangan basket. Hari ini Rin benar-benar menikmati pandangannya,jujur saja inilah yang selalu aku inginkan dari Rin,dia terlihat lebih ceria hari ini. Mudah-mudahan saja cowok yang disukai Rin kali ini bisa peka dan Rin tidak sedih lagi seperti dulu saat ia kenal dengan Gandy.
Lama-lama aku penasaran juga dengan cowok yang disukai sama Rin,cowok itu bisa memikat hatinya Rin setelah sekian lama tak ada yang gantiin Gandy. Dia pasti hebat banget,sampai-sampai Rin segitunya ke dia. Perasaan dulu waktu Rin suka dengan Gandy dia tidak seperti ini. Kalau aku tanya langsung ke Rin sudah pasti dia enggak akan kasih tau. Tapi sudahlah cepat atau lambat Rin pasti akan cerita ke aku.
"Semoga saja kali ini Rin tidak sakit hati lagi dan percintaannya Rin enggak sama dengan Gandy dulu. Amiiiinnnn..."
                        *****
Di taman komplek.
"Jadi itu yang bikin kamu sampai berubah ke aku Rin..?"
"Maafin aku. Perasaan ini lebih sakit daripada sama Gandy dulu. Bahkan dia terang-terangan ngenalin pacarnya ke aku. Aku kira waktu itu dia ngajak aku dinner hanya berdua,tapi....(hiks.hiks.hiks)"
Air mata Rin semakin deras mengalir dari matanya. Aku tahu Rin pasti sangat menyukai cowok itu,walaupun aku belum tahu pasti siapa dia. Tapi aku mengenal karakter Rin. Sikap Rin yang seperti ini tidak pernah aku alami,bahkan saat ia tahu Gandy punya pacar. Baru kali ini aku melihat sosok Rin yang putus asa,kecewa dan patah hati yang sesungguhnya,yang jelas ia tampakkan padaku.
Sungguh buruk kisah percintaan Rin yang yang diam-diam ini. Dua kali ia suka sama cowok,dua kali pula ia disakiti,walaupun mereka tak ada niat melakukan itu.
Rin masih tertunduk,masih dengan air matanya yang mengalir. Berbagai cara aku lakukan agar Rin menghentikan air matanya mulai dari menasehatinya sampai menghiburnya,tapi tangisan Rin masih saja ia tunjukkan. Kalau begini aku lebih memilih melihat Rin yang menyembunyikan perasaannya tapi ia tetep ceria dan ia cepat lupa,daripada aku harus melihatnya seperti ini.
"Sudahlah Rin,jangan nangis lagi!"
"Tapi aku terlanjur sayang sama dia,apalagi dia sudah memberiku berbagai kenangan indah. Aku kira dia suka sama aki tapi nyatanya..."
"Sudah Rin,kamu dulu bisa move on dari Gandykan,aku yakin kali ini kamu juga bisa melupakan dia."
"Tapi sampai kapan nasibku kayak gini terus? Apa aku enggak boleh suka sama cowok?"
"Ssssttt. Kamu gak boleh ngomong kayak gitu Rin. Tuhan menciptakan manusia itu berpasang-pasangan Rin. Suatu saat kamu pasti mendapatkan seseorang yang baik,yang mencintai kamu Rin."
Mendengar perkataanku itu Rin hanya diam,dia kembali menangis tapi untunglah kali ini tangisan Rin sudah meredah.
Rin gadis yang baik walaupun dia memang bersikap dingin pada semua orang. Hanya orang-orang terdekat yang bisa melihat sifat aslinya Rin. Aku percaya kalau Tuhan menyimpan sejuta kebaikan untuk kami umatnya,tak terkecuali dengan Rin. Mungkin Tuhan tidak ingin kalau gadis lugu seperti Rin harus terjerumus kedalam kemaksiatan.
"Rin Tuhan sayang sama kamu,Tuhan tidak ingin kalau nanti kamu terjerumus kedalam kemaksiatan dan dosa."
"Iya,aku sekarang sudah sadar. Terimakasih ya kamu memang sahabat terbaikku."Ujar Rin.
Rin akhirnya dapat menghentikan tangisnya. Rin kembali seperti dulu lagi,senyum indahnya kini tergambar diwajah Rin. Tak tampak lagi kesedihan atau kekecewaan.
Keindahan malam ini menjadi indah kala kami sepasang gadis yang bersahabat menyapa sang malam. Bintang dan bulan yang bertabura di langit akan menjadi saksi bisu cerita-cerita kami,bahkan mungkin cerita semua ihsan yang ada di bumi ini. Kami memandang langit yang cerah malam ini,tak ada awan yang menutupi bintang dan rembulan,seakan merayakan lepasnya Rin dari keterbelenguan cintanya pada seseorang.
"Rin berjanjilah mulai sekarang bukan hanya aku dan orang-orang terdekatmu yang bisa melihat dan merasakan keramahanmu tapi juga semua orang yang kamu kenal ,karena dengan begiti kamu akan merasakan kasih sayang dan cinta yang sesungguhnya.
"Iya,aku janji aku akan berubah dari sekarang. Tidak ada lagi sikap dingin dan semua itu akan digantikan dengan senyumanku. Terimakasih kamu telah mendengarkan semua keluh kesahku selama ini."Ujar Rin sambil memelukku. Air mata haru menetes dari mata kami.
Setidaknya untuk saat ini kisah Rin menjadi happy ending.

RINWhere stories live. Discover now