BAB 1

331 22 0
                                    

                Semuanya samar-samar, aku tidak dapat mengingat apapun. Rasanya baru saja kemarin Mamaku meninggal di Keliren. Lantas, apa yang terjadi selanjutnya? Kenapa aku bisa tiba di rumah ini? Aku mendongakkan kepalaku mengamati eternitnya yang terbuat dari kayu, mengamati lantainya yang terbuat dari kayu. Semuanya dari rumah ini terbuat dari kayu yang di buat sehalus dan selicin mungkin. Tidak seperti rumahku yang dulu, terbuat dari kayu yang nyaris lapuk karena rayap.

Semua perabotan bersih dan lengkap, tetapi anehnya aku sendirian di sini, aku sendirian, tanpa satu orang pun! Apa sebaiknya aku kembali ke Kleiren? Tempat dimana seharusnya aku berada?

Perlahan aku membuka pintu belakang rumah, mengamati hutan belantara yang berada di belakangku. Aku bahkan tidak tahu kearah mana aku harus pergi agar aku bisa pulang. Merasa putus asa, aku menjatuhkan diriku di depan pintu, mengamati hutan pinus yang lebat, seolah belum terjamah manusia. Sampai aku melihat seseorang di sana. Tengah mengendap-endap dengan panah di tangannya. Aku berusaha mencari target buruannya sampai aku melihat seekor rusa raksasa yang sangat cantik diantara semak-semak. Refleks aku menjerit dan berlari ke arah rusa itu, berusaha melindunginya dari sang pemburu.

"Maaf tuan, hutan ini memang milik hak paten negara, tetapi bukan berarti kalau hewan-hewan di dalamnya adalah milikmu!" aku menantangnya sambil membusungkan dada.

Awalnya pria itu menatapku dengan tatapan terkejut, tetapi setelahnya dia mendengus pelan, kemudian terkekeh kecil, "Lalu? Apa yang akan kumakan? Apa kamu punya sesuatu untuk ku makan?" aku mengerjap beberapa kali, bibirku membisu lama. Aku bahkan tidak punya apapun, aku bahkan tidak tahu ini ada dimana.

"Tidak," aku menggeleng pelan. Pria itu tertawa kecil, menyampirkan busurnya ke bahu dan mengamatiku lekat-lekat.

"Kamu orang baru kan?" tudingnya menggunakan ujung tumpul anak panah.

"Ku rasa.. kamu tahu kemana arah Kleiren?" tanyaku, pria itu menatap mataku lekat. Matanya yang berwarna cokelat almond membuatku terkesima sesaat. Matanya sangat indah.

"Dimana sekarang kamu tinggal?" tanyanya sambil berjalan melewatiku, masuk lebih dalam ke hutan. Entah aku bodoh atau apa, aku mengikutinya.

"Kamu tidak menjawab pertanyaanku," tuntutku kesal.

"Beritahu aku dulu, dimana sekarang kamu tinggal?" aku menghela nafasku, kemudian menunjuk bangunan kayu yang terletak beberapa meter di belakangku.

Pria itu berhenti berjalan dan mengerutkan dahinya terkejut, "Bagaimana bisa?" tanyanya heran. Aku menggeleng pelan dan mendesah putus asa.

"Kuberi tahu, akupun tidak tahu kenapa aku bisa disana, yang aku sadari saat aku terbangun, aku sudah di sofa ruang tamu bangunan itu. Harusnya aku berada di Kleiren sekarang... disana adalah tempat asalku," pria itu menatapku lekat.

"Sebelum kamu disini, apa kamu bertemu seseorang sebelumnya?" aku mengerutkan dahiku berusaha berpikir keras. Nihil, aku tidak membayangkan apapun.

"Tidak ada," aku menggeleng tegas.

"Aku kira kamu tidak akan siap mendengar berita ini," pria itu menyandarkan bahunya di batang pohon terdekat, membuat posisi tubuhnya lebih tinggi dariku. Sekilas tanpa sadar aku terpesona melihat wajah tampannya yang diterpa sinar matahari sore.

"Kleiren telah di bumi hanguskan oleh para penyamun," aku diam beberapa lama, mencerna ucapannya sambil tersenyum miring kaku.

"Kamu pasti bercanda," gumamku kemudian.

The WitchWhere stories live. Discover now