4 years to go

150 0 0
                                    


"I used to be fascinated by colors, rainbows, and all things lucid, but since you'll left and carry all the pigments away, i'll find it hard to retain my vivid sight, and go back to my precious black and white".

Kau ingin tahu bagaimana rasanya mencintai setengah mati seseorang yang tidak akan bisa mencintaimu balik?

Tanya saja padaku

....

Mendung mulai menggelayuti langit Bandung sore itu. Uap-uap air sudah mengembun di jendela Oktagon 9021. Kulipat tanganku diatas meja, berusaha memusatkan perhatian pada kelas namun apa daya, langit diluar jauh lebih menarik untuk dilihat dibanding slide mata kuliah petang itu. Pukul 4.45 sudah terpampang di layar ponselku, dosen mengakhiri kuliah dengan tugas deadline minggu depan. Kurapihkan barang-barang di atas meja, binder, pulpen, tisu, dan serpihan-serpihan penghapus. Aku ingin secepatnya menuruni tangga lantai ini, karena aku tahu, dibawah telah menunggu seseorang yang membuat duniaku jungkir balik.

Bukan menungguku, tapi dia menunggu kuliah jam 5 sore itu persis di gedung yang sama denganku. Selepas melangkah keluar pintu masuk langkahku berangsek melambat. Mencoba mencari alasan untuk berlama-lama di selasar Oktagon petang itu. Sepertinya Tuhan selalu mendengar pinta kita, tak lama gerimis pun mulai berjatuhan, membuat tirai hujan yang indah di sepanjang jalan. Tentu saja aku bahagia. Bisa curi-curi pandang lebih lama ke dia. Jangan tanya apa yang paling kusuka dari dirinya, karena aku juga tidak tahu jawabannya. Apakah sah-sah saja untuk menyukai seseorang tanpa suatu alasan yang jelas? Kurasa iya. Namun bila ada satu hal konkrit dari dirinya yang paling kusuka, itu adalah matanya. I don't know, perhaps because it's cute, the way it looks, dan yah you tell me. And his glasses suits it very well. Hujan, hujan, hujan. Hujan saja terus supaya aku bisa terus berlama-lama disini, memandangi dia yang bersenda gurau bersama teman-temannya itu, yang, well, mungkin menyadari bahwa aku sengaja berdiri disini supaya lebih leluasa menikmati pemandangan indah ini.

Tapi sepertinya kebahagiaan ini tak berlangsung lama, teman-temanku sudah nekat untuk menembus hujan dengan jaket merah himpunan yang melekat dibadan. Apa daya, kubuka payung seraya merusak tirai-tirai hujan yang jatuh. Dan menoleh kebelakang untuk beberapa saat, memandangi tawanya dalam detik-detik yang berusaha kuhentikan, seolah aku tak akan bisa lagi menemuinya di detik selanjutnya.

                                                                                                             ....

Kurasa kisahku berawal dari malam syukuran wisuda Agustus 2015 waktu itu. Ketika sial is on my watch dan aku bersama beberapa temanku harus menjadi pengisi acara wisuda malam itu. Easy sih sebenarnya kami hanya diminta untuk membawakan beberapa lagu untuk wisudawan dan wisudawati. Di backstage kami mulai rehearsal, mencoba menghapalkan lirik lagu, mencoba-coba chords yang pas, dan aku mencoba menyamakan ambitus suara asli dari lagu yang akan kami bawakan.

"kok kayak nggak pas ya, chordnya?"

"iya nih, kayaknya ada yang kurang deh, coba tambahin D sebelum ke A"

"coba di samain dulu sama suara lo"

Kebetulan dia sedang bersama kami di belakang panggung, duduk-duduk dan menyimak perdebatan konyol kami. Fyi, dia jago banget main gitar, tapi menolak ketika diajak untuk ikutan mengisi acara malam ini. Padahal aku sudah senang ketika tahu bahwa dia juga diajak untuk mengisi acara. Aku sudah berangan- angan membayakan kita berlatih bersama. Guess what, takdir berkata "lain kali saja". Ha. Ha.

"Coba Nik, nyanyi di C" kata Haris

Kulantunkan beberapa bait lagu

"kayaknya kurang tinggi ya, coba nih di G"

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 28, 2016 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

4 Years To GoWhere stories live. Discover now