Aku Penulis

12 0 0
                                    

Shawn masih saja sibuk di depan laptop kesayangannya, hampir setiap hari ia bawa kesekolah. Disaat teman-teman yang lain sibuk bercanda dan bercerita sambil tertawa, Ia tetap di dalam kelas sambil melototi laptop yang ada diatas meja dengan tangan yang memegang keyboard laptop. Satu harapan indah ia kerahkan di depan layar tipis itu, menjadi seorang penulis yang bisa menghibur pembacanya.


Imel datang sambil membawa dua gelas es teh dan duduk di samping kiri Shawn yang masih sibuk menekan-nekan tombol lapotop itu. Ia sudah tak heran dengan sahabat kecilnya, hanya saja ia ragu jika impiannya itu tak kunjung behasil apa yang bisa ia perbuat nanti.

"Shawn, ... pernah gak berfikir jika harapan itu gagal ?" Tanya Imel ragu sambil menatap siswa yang ada di kanannya dengan memperhatikan tulisan-tulisan yang ada dilaptop.

"Sayangannya gue gak ada waktu untuk itu..." Jawabnya santai lalu bersandar sambil menatap awan-awan kelas. "Karena harapan tak mengenal kegagalan... kalau gagal, ya rubah lagi..." Lanjutnya sigap sampil tersenyum menatap Imel dan berlalu mengambil es yang sudah disediakan.


Imel tersenyum ragu sambil menatap dalam-dalam siswa yang ada disampingnya. Ia tau Shawn sangat serius dengan harapannya itu karena ayahnya yang seorang penulis terkenal dieranya. Dulu Shawn tak pernah berfikir ia ingin menjadi penulis, tapi semenjak ayahnya meninggal saat ia masih dibangku SMP ia mulai berpikir ayahnya akan bahagia melihat anak laki-laki kesayangannya bisa bergelut dibidang yang sama.


****

Dipagi yang cerah, hari minggu yang selalu membuat Shawn bisa tersenyum lebar, Hari dimana ia berhasil menyelesaikan cerita karangannya sendiri. Sudah mendapatkan banyak sekali refrensi mau kemana buku itu akana terbit, ia mulai bergegas untuk pergi ke tempat penerbitan buku untuk membuktikan buku yang ke-delapannya sudah layak untuk diterbitkan sebelum itu selalu ditolak mentah-mentah dari pihak editor penulis. Imel duduk di atas kasur Shawn sambil tersenyum manis sekalipun bahagia melihat Shawn yang mulai merapikan pakaian.

"Udah lama juga yah buku yang waktu itu gagal..." Tatap Imel sambil menatap Shawn yang masih sibuk berkaca di depan lemari.

"Iya... dan hari ini gak boleh ditolak lagi." Lanjutnya menatap Imel dari cermin dan tersenyum dengan penuh gairah. "Sebelumnya makasih ya..." Shawn berbalik dan menatap Imel. "Udah mau semangatin gue sampai sekarang."

"Udah kesekian kali lu udah ngomong kaya gituh... Dan gue gak pernah gak bisa buat ngomelin lu kalo lagi males bikin cerita lu itu." Lanjut Imel tersenyum menatap balik.

"Udah yuk! jalan!" Shawn mengulurkan tangannya ke hadapan Imel, dengan cepat Imel meraih tangan itu dan mulai berjalan disampingnya.


Mereka sampai ditujuan, dan kali ini giliran Shawn untuk memberikan karangan ceritanya kepada editor perusahaan buku. Imel yang duduk disampingnya sangat memperhatikan Shawn sedang menceritakan sinopsis dan isi dari ceritanya itu. Tim editing, mulai membolak-balikan lembaran demi lembaran dari buku itu.

"Oke... kita akan baca buku ini dulu, nanti kalau kita berminat kita akan beritahu adik kalau kita setuju untuk menerbitkan buku ini." Lanjut seorang laki-laki sambil menutup buku yang diberikan Shawn tadi. "Kalau tidak, kita akan balikan buku ini ke alamat yang sudah tercantum ya..." Ia menatap Shawn dan Imel bergantian.

"Dimohon kerja samanya ya kak..." Shawn berdiri sambil menjabat tangan. Ia keluar dari ruangan dan mulai pergi pergi meninggalkan tampat.


Aku PenulisWhere stories live. Discover now