3. Cinta Sang Pendekar

6.6K 56 0
                                    

"Ha ha ha

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ha ha ha...!"

Terdengar suara tawa keras yang memecah kesunyian di pagi ini. Sesosok tubuh berkulit hitam yang tengah bersemadi, membuka sepasang matanya dan memandang ke arah asal suara itu. Suara tawa yang menggelegar, membuat isi dadanya terasa bergetar. Suatu bukti nyata ketinggian tenaga dalam pemillk suara itu.

Sekitar tiga tombak di hadapan laki-laki berkulit hitam itu, berdiri seorang pemuda berwajah tampan. Bibirnya tampak tersenyum sinis, dan sepasang matanya berkilat tajam.

Pemuda itu berusia sekitar dua puluh dua tahun. Kulitnya berwarna kecoklatan, seperti juga warna pakaiannya. Di kanan-kiri pinggangnya terselip sebatang kapak berwarna perak mengkilat.

"Kaget, Ular Hitam?" tanya pemuda itu mengejek. Sikapnya terlihat memandang rendah kepada orang di depannya.

Orang tua berjuluk Ular Hitam itu, bangkit dari semadinya dengan sikap waspada. Pameran tenaga dalam yang disalurkan lewat suara tadi membuatnya berhati-hati.

"Siapa kau, Anak Muda?" tanya Ular Hitam tanpa mempedulikan pertanyaan pemuda itu.

Seketika sepasang mata pemuda berpakaian serba coklat itu berkilat, karena pertanyaannya sama sekali tidak dipedulikan kakek di hadapannya. Raut wajahnya terpancar kemarahan.

"Kau kenal Ki Jatayu?" tanya pemuda itu. Dingin dan datar suaranya.

"Hah ... ?! Apa hubunganmu dengannya ... ?" tanya Datuk Barat ini dengan jantung berdebar keras. Wajah Ular Hitam langsung berubah mendengar nama yang disebut pemuda itu. Dia kenal betul siapa Ki Jatayu. Salah seorang pelayan kakaknya yang kabur membawa kitab pusaka.

"Aku muridnya...," pelan dan tenang suara pemuda itu.
"Apa?!" sepasang mata Ular Hitam terbelalak bagaikan melihat hantu.

"Kau terkejut, Ular Hitam? Aku yakin sekarang kau tentu sudah tahu maksud kedatanganku ke sini, bukan?"

Belum juga gema ucapannya habis, murid Ki Jatayu itu telah melesat menerjang Ular Hitam. Jari jari kedua tangannya terbuka lurus. Tangan kanannya bergerak menusuk ke arah leher, sementara tangan kiri terpalang di depan dada.

Angin berdecit tajam, berdesing dan mengaung, seolah-olah sebatang pedang yang amat tajam mengibas-ngibas mencari sasaran.

Sebagai datuk yang telah puluhan tahun malang-melintang di dunia persilatan, Ular Hitam mengenal betul serangan berbahaya. Maka, buru­buru digeser kakinya ke samping. Sehingga serangan itu lewat beberapa rambut di depan tubuhnya. Tetapi sesuatu yang mengejutkan kakek itu terjadi.

Brettt ... !

Baju di bagian dadanya robek memanjang, seperti tersayat pisau atau pedang tajam. Tentu saja hal ini membuat Datuk Barat ini kaget bukan main! Padahal kakek ini tahu pasti kalau serangan itu telah dielakkan sebelum sempat mengenainya. Jadi, angin serangan itulah yang telah menyerempet bajunya. Seketika Ular Hitam tersentak ketika teringat akan ilmu yang mempunyai akibat begitu dahysat itu.

Serial Dewa Arak - Aji SakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang