KEMBALINYA SANG PEMIMPIN

125 15 15
                                    

Tiba-tiba lengan kirinya bergerak seperti tengah mengendalikan sesuatu. Beberapa saat kemudian bulu Raven tampak melayang ke genggamanku. Aku sontak terperangah sekaligus kaget. Bagaimana bisa benda yang kusembunyikan ini berada di bawah kendalinya?

"Berkat telekinesis. Ketika kau lengah, aku berhasil mencurinya dari ranselmu yang tidak tertutup sempurna." Ucapan Shinigami menjawab segalanya. "Sebagai bukti dari perkataanmu barusan, aku ingin kau injak bulu itu sebanyak tiga kali."

"Untuk apa? Bukankah ini tidak ada hubungannya dengan Nurarihyon?"

"Memang tidak ada. Aku hanya ingin hubunganmu dengan iblis gagak itu lenyap. Ketika menginjaknya tiga kali, artinya kau membatalkan perjanjian yang telah kau buat dengannya."

Tanganku gemetaran seiring jatuhnya bulu Raven ke tanah. Haruskah berakhir seperti ini? Takdirku yang baru saja membaik, ternyata justru makin memburuk. Nasib sial tidak pernah meninggalkanku. Namun ini semua demi orang-orang yang kusayangi. Biarlah diriku yang menderita asalkan mereka dapat tersenyum bahagia.

"Maafkan aku, Raven."

Sambil mendongakkan kepala ke atas, kuinjak bulu tersebut sesuai permintaan Shinigami. Darahku berdesir disusul tetesan air yang menerobos keluar dari kelopak mataku. Ya, aku menangis ketika sosok Raven membayang di ingatanku. Entah mengapa, sulit bagiku untuk berpisah dengannya. Walaupun baru berjumpa, tetapi jiwa kami seakan terikat erat.

"Selamat datang, Rajaku!" seru Shinigami berbangga hati.

"Kau sudah dapatkan segalanya. Sekarang, biarkan semua orang hidup tenang," ujarku sembari menyeka air mata yang membasahi pipi.

"Tentu. Mari kita berjalan-jalan sejenak, Rajaku." Tiba-tiba cekikan Shinigami terlepas dan berganti ke lengan kananku.

Dalam hitungan detik tubuh kami pupus termakan waktu. Secepat kilat aku sampai di hadapan istana maha besar yang dikawal dua menara hitam di kanan dan kirinya. Istana yang agaknya terbuat dari batu marmer itu tampak menyerap api hitam yang dipancarkan kedua menara. Ketika menyaksikannya, pikiranku langsung menjorok pada satu dugaan.

"Istana iblis, barangkali," batinku.

"Sebenarnya aku cukup heran, Rajaku. Menurutku kau bisa saja membiarkan temanmu itu terbunuh, sebab ia tidak memiliki hubungan yang dekat denganmu. Kalian cuma sebatas bos dan anak buah, 'kan?" ujar Shinigami yang kurespon ketus.

"Tidak usah banyak bicara! Kau sudah mendapatkan apa yang kau mau, jadi berhentilah mengurusi mereka."

"Pasti karena gadis itu, bukan?" Kalimat Shinigami membuat langkahku terhenti.

"Sekali saja kau berani menyakiti Risa, aku tak segan-segan membantaimu," ancamku jengkel.

"Grahaha ... kau masih lugu, Rajaku. Kau bahkan tidak tahu seberapa jauh perbedaan kekuatan kita saat ini. Namun, aku menghargaimu sebagai seorang pemimpin."

"Ah! Omong-omong mengapa kau lebih memilih menjadikanku seorang pemimpin daripada membunuhku lalu menunggu cikal bakal Nurarihyon berpindah ke tubuh orang lain?" tanyaku penasaran.

"Sangat tidak sopan bagi pelayan untuk membunuh Rajanya sendiri. Tetapi apabila kau bersikeras melawanku, dengan amat terpaksa aku harus membinasakanmu, termasuk gadis itu. Gadis yang berusaha kau lindungi sehingga dirimu melemah."

"Aku hanya bersikap manusiawi," timpalku.

Kami tiba di depan gerbang raksasa berlapis intan merah yang dijaga oleh dua orang berperawakan besar. Tubuh mereka dibalut zirah hitam pekat lengkap dengan pelindung kepala bertanduk layaknya para Samurai.

RAVEN II : THE OTHER [HIATUS]Where stories live. Discover now