On The Busway

37 3 9
                                    

Seperti pagi pada umumnya, aku berdiri di tengah - tengah antrian busway, bersama semua orang dengan kebosanan dunia kerja yang sama. Aku berdiri di antara antrian gender yang sama, laki - laki. Ada tiga pintu antrian, antrian pertama di isi oleh kebanyakan gender wanita, antrian kedua lebih kepada mix gender, antrian terakhir di isi dengan kumpulan testosteron. Salah satu teman kantor (wanita), sering mengatakan area wanita pada busway atau pun kereta memiliki aroma yang lebih enak, meskipun dalam kondisi penuh dan berdesakan. Oh well, maybe thats right, maybe testosterone brings that stinks manly thing.

    Salah satu kesamaan dari ketiga antrian itu adalah, semua orang menundukan kepalanya, bermain dengan smartphone atau tablet mereka. Dengan menggunakan earphone atau tidak. Menelusuri media sosial, bermain game atau chatting dengan wa atau media texting lainnya. Kau tidak akan menemukan seseorang berinteraksi dengan orang asing di samping mereka. Semuanya tenggelam dalam dunia yang sudah mereka kenal baik.

Aku pun adalah salah satu dari mereka dengan earphone di telinga mendengar lantunan lagu Simple Man - Lynyrd Skynyrd, sambil menatap mobil - mobil yang mulai berjalan tersendat di luar sana. Pergi bekerja adalah suatu kewajiban yang harus kau lakukan tiap pagi, karena itu adalah satu - satunya kau membayar tagihan yang datang tiap bulannya. Setiap pagi kau sadar betapa membosankan dan menyedihkannya hidupmu.

    Namun pagi ini sesuatu berubah, saat aku menoleh dan memperhatikan antrian para wanita di ujung. Di sana berdirilah seorang wanita yang menyadarkan lamunan pagimu, aku tidak tahu kapan dia datang, dia sudah berada di tengah - tengah antrian. Rambutnya yang panjang di ikat rapi di atas kepalanya, membuat lehernya yang jenjang terlihat jelas, kulitnya sawo  matangnya bersinar cerah. Sama seperti yang lain, dia juga menunduk dengan earphone di telinga namun di tangannya bukanlah smartpone, tapi sebuah buku.

Itu membuatku semakin tertarik padanya, aku berdiri tertegun menatapnya. Darimana gadis ini datang, batinku, hanya dengan berdiri menatapnya sudah membuat hariku menarik. Aku harus mengenal gadis ini, tiba - tiba saja aku ingin keluar dari tengah - tengah antrian dan berlari kearahnya. Tapi saat aku ingin membalikan badan, kurasakan desakan untuk melangkah ke depan, orang - orang mulai bergerak memasuki busway, aku bahkan tidak menyadari kedatangan bis itu. Aku pasrah mengikuti arus antrian ini, aku masih berusaha mengikuti gerakan gadis itu, ketika kulihat dia juga melangkah memasuki bis yang sama, hatiku berteriak girang.

    Di dalam bis yang penuh tapi belum sesak itu, aku merangsek ke depan, berusaha mendekati gadis itu. Tapi di tengah - tengah langkahku terhenti, terhalang oleh pembatas tidak nyata, pemisah antara ruang khusus wanita dan campur. Aku mengumpat dalam hati, sial aku tidak berpikir tentang ini. Jadi disinilah aku, berdiri di samping pintu tengah dengan pandangan kearahnya.

Gadis itu berdiri di depan pintu pertama, bukunya tertutup dan dia peluk di dada, tangan kanannya memegang handle grip. Busway pun mulai bergerak menelusuri jalanan Jakarta. Sesekali aku mengalihkan pandangan dari gadis  itu, akan sedikit menakutkan jika kau dipandangi secara terus menerus oleh orang asing.

Saat aku memandangnya lagi, ku lihat dia mulai menganggukan kepalanya sedikit, sedikit bergumam, I wonder, what kinda music she listening to.....apakah selera musik kami akan bertabrakan atau berjalan beriringan atau saling melengkapi? Dan bagaimanakah suaranya saat bernyanyi? Apakah akan membuat dirimu terhanyut ke dunia penuh khayalan? Aku terkaget dari lamunan konyol itu, saat bis berhenti di halte berikutnya dan menambah muatan, dan kemudian berhenti di halte selanjutnya dan menambah muatan lagi.  Semakin lama penumpang semakin bertambah sesak, walau kau berusaha mempertahankan tempatmu berdiri, bagaimana pun kau akan bergeser semakin jauh ke dalam.

    Saat ini dari tempat ku berdiri (setelah terdesak beberapa kali), aku bahkan tidak bisa melihat ujung kepalanya. Aku menatap merana ke arah kerumunan orang - orang ini, aku kehilangan sosoknya. Jadi saat ini aku menatap lekat - lekat keluar jendela, berharap mengetahui di halte mana dia turun. Mungkin aku akan ikut turun dan mengejarnya. Tiap bis berhenti di halte, aku celingukan berharap melihat sosoknya.

Dengan penuh harap aku tetap berada di bis ini, walau pun sudah melewati halte tujuanku, aku tetap bertahan hingga penumpangnya semakin lama semakin menghilang. Dan saat bis ini mulai meninggalkan daerah perkantoran Jakarta, ketika bis mulai kembali kosong dan pandanganmu ke arah sisi depan bis tidak terhalang, sosoknya sudah menghilang.

Aku menghela napas dan berhenti di halte selanjutnya. Well, tomorrow is a new day with a new hope, berapa persen kemungkinan aku akan melihatnya lagi? Jika dia adalah pengguna reguler, 80% aku akan bertemu lagi dengannya, dan jika tidak? Ah, aku tidak ingin memikirkan kemungkinan ini, aku ingin besok pagi bisa bangun dengan harapan bertemu dengannya dan mungkin bisa memulai percakapan dengannya, besok pagiku pasti akan menarik. Tapi hal pertama yang harus kulakukan saat ini adalah, aku meraih smartphoneku dari kantong dan mencari nomor telepon bosku, yah aku harus memberi alasan untuk kedatanganku yang terlambat pagi ini.


***************


Btw, if you see sign "Bersambung" on below, pls just ignore it. I don't know how to make it disappear :), Can't anyone help???

On The BuswayDonde viven las historias. Descúbrelo ahora