Strategi yang Gagal

45K 4.1K 262
                                    

Aku tidak paham dengan obsesi-tak-masuk-akal Freya padaku. Seolah aku adalah satu-satunya orang yang bisa menjatuhkannya menjadi batu tak berharga dijalan-jalan. Dan dia harus setengah mati mempertahankan posisinya untuk terus di atasku dengan membuatku menjadi pecundang.

Yah, seolah aku belum pecundang saja selama ini.

Asal tahu saja, di awal-awal mahasiswa baru, Freya itu menempel padaku. Dia mengekoriku ke sana ke mari dengan gaya sok akrab. Dia juga sering bertanya padaku soal materi di kelas, padahal dia tahu aku lebih banyak tidur di kelas atau merecoki dosen dengan pertanyaan-pertanyaan tak penting. Tapi sejak akhir semester satu, dan nilainya melesat di atasku, tiba-tiba saja si nenek lampir itu menarik diri dan mulai menatapku bagai kecoa yang mengganggu pemandangan. Apalagi setelah dia menyadari bahwa Panji, sahabatku sejak SMA yang dia taksir dari awal Maba, ternyata antipati padanya. Tapi bukan salahku kan kalau Panji tidak tertarik padanya?

Jika Freya membenciku karena aku pintar, kurasa dia salah alamat. Sudah kubilang kan bahwa nilai Freya sangat jauh di atasku? Aku bahkan tidak sepenuh hati berada di fakultas hukum universitas nomor satu di negeri ini. Sementara Freya sudah melalang buana ikut lomba akademik untuk mempercantik CV, aku sibuk menikmati kebebasan bersyarat yang kudapat dari Ayah saat memulai kuliah dahulu. Ayah memperbolehkanku melakukan apa saja, termasuk fotografi, asalkan aku masuk fakultas hukum. Jika Freya paham bahwa aku masuk jurusan ini hanya agar aku bisa melakukan apapun yang kusukai, pasti Freya akan mengerti jika aku tidak berminat merebut posisinya sebagai calon mahasiswa berprestasi. Apalagi mengingat sudah tiga mata kuliah yang harus kuulang selama empat semester kuliah ini. Freya jelas tak punya alasan untuk takut aku akan melampaui prestasinya.

Jika Freya membenciku karena aku cantik, anggun, elegan, berkelas, seperti model, dia lebih salah alamat lagi. Bukannya aku merasa tidak cantik. Beberapa orang juga mengatakan aku cantik. Beberapa orang yang kusebut disini adalah kedua orang tuaku, keluarga besarku, Panji, dan Riza yang beberapa kali menyapa 'hai cantik' padaku (Astaganaga. Rasanya aku selalu hilang kesadaran setiap kali dia mengatakan itu). Tapi lihat saja penampilanku. Sementara Freya selalu stylish dengan tema-tema pakaian yang kukuh ia pegang, aku lebih sering memakai apapun yang ada di baris paling atas lemariku karena aku selalu bangun kesiangan. Jika Freya terlihat sebagai perempuan terpelajar dan penuh gaya serta populer, aku lebih sering terlihat sebagai mahasiswi pemalas yang sering menghabiskan waktu di perpustakaan untuk tidur.

Jika Freya membenciku karena aku digilai cowok-cowok sehingga membunuh kesempatannya untuk dekat dengan cowok yang ia suka, sumpah, ini sungguh tak masuk akal! Selama hampir dua puluh tahun hidupku, aku belum pernah punya pacar. Dan satu setengah tahun terakhir, kuhabiskan waktuku dengan mencintai diam-diam dokter muda yang praktik di pusat kesehatan mahasiswa kampus. Bagusnya lagi, dokter itu tidak membalas perasaanku.

Aku tetap tidak mengerti kenapa Freya repot-repot bersaing denganku. Jelas hasilnya sudah terlihat, Freya si calon mahasiswa berprestasi Fakultas Hukum bermasa depan cerah, baik dari segi akademik maupun pergaulan sosial. Sementara aku, Saras, mahasiswa malas yang tidak tahu kapan akan lulus Pengantar Ilmu Hukum (PIH) dan SHI, serta tidak punya teman selain Panji, mahasiswa hukum yang sama suramnya.

Tapi jika sudah menyangkut dokter muda yang duduk di depanku ini, Freya benar-benar mencari masalah.

"Kamu kayak adik saya," begitu kata dokter Riza satu setengah tahun yang lalu, setelah aku nyaris setiap minggu datang ke PKM dengan berbagai keluhan yang kadang mengada-ada (sebenarnya tidak mengada-ada juga, aku memang merasakan berbagai keluhan tidak enak badan, yang biasanya menghilang setelah aku bertemu dokter Riza. Baru kali itu aku percaya bahwa penyakit rindu itu ada.). "Adik saya juga suka paranoid tentang kesehatan. Ada keluhan dikit aja bisa bikin dia stres. Sebenernya itu malah bahaya, lho."

BETTER THAN THIS - TERBIT (Seri Pertama Always)Where stories live. Discover now