Hinata POV

1.8K 164 12
                                    

" Dasar cengeng "

" Anak manja "

" Dasar jelek "

" Hey.. jangan menggoda Hinata-chan terus "

Beberapa anak laki-laki itu berhambur.

" Hiks.. hiks.. "

" Sudah.. sudah.. jangan menangis ya.. "

" Hiks.. hiks... "

Usia ku 5 tahun saat aku mulai sekolah dan selalu menjadi bahan ejekan disekolah. Aku yang rapuh hanya bisa menangis dan menangis dipelukan guru.

Pluk

Beberapa anak mendorongku hingga aku tersungkur dijalan.

" Ahahaha... rasakan... hahaha.. "

Bahkan saat sekolah usai pun aku masih menjadi bahan kejahilan mereka.

" Hiks.. hiks.. "

Dan lagi-lagi aku hanya bisa menangis.

" Kau kenapa Hinata? "

" hiks.. hiks.. "

" Sini biar ku obati luka mu "

Kaa-san yang sigap langsung membersihkan luka di lutut ku. Dan mengelus kepalaku agar aku tenang.

Aku sejak kecil memang kurang berinteraksi. Aku lebih senang sendiri. Karna menurutku teman hanya akan membuatku menangis dan sakit.

Suatu ketika Otou-san pulang membawa hadiah untukku.

" Apa ini? " tanyaku.

" Bukalah Hinata "

Perlahan ku buka kotak itu dan mendapati seekor anjing kecil berwarna hitam didalamnya. Sejak pertama bertemu anjing kecil itu langsung memeluk dan menciumku.

" Mau kau beri nama apa? " tanya Kaa-san.

Aku diam sesaat, coba berpikir dengan kemampuan anak usia 5 tahun.

" Mako? "

Guk

" Kurasa dia suka " senyum Kaa-san juga Otou-san.

Esoknya, saat sarapan di meja makan. Aku diam, ragu untuk pergi ke sekolah. Aku takut anak laki-laki itu akan meledek bahkan menjahiliku seperti yang mereka lakukan selama ini.

" Dousta Hinata? " tanyaa Kaa-san.

Aku hanya menggeleng padanya. Sejak kecil aku memang minim bicara. Sebisa mungkin ku simpan semua yang kurasa dihati. Aku tak ingin kehilangan senyum kedua orang tuaku, itu yang kupikir.

Dan seperti yang kuduga. Saat aku tiba disekolah, mereka mulai menjahiliku. Dari menyiram ku dengan pasir, hingga mendorongku di arena bermain hingga aku jatuh tersungkur dan terluka.

Kadang ingin aku bertanya kenapa kalian begitu kejam padaku?

Tapi nyatanya aku hanya bisa menangis. Dan lagi-lagi memendam semua masalahku sendiri.

Setibanya dirumah Kaa-san sedikit panik karna ada plester luka di kakiku. Namun sebisa mungkin aku tersenyum padanya. Seraya mengatakan bahwa aku tidak apa-apa.

Hari libur, adalah hari yang paling ku tunggu setiap minggu. Dimana aku terbebas dari teman-temanku di sekolah.

" Hinata bisa tolong bantu Kaa-san? "

" Nani? " tanyaku.

" Belikan aku kecap di supermarket ujung jalan sana "

" Hm " anggukku.

SasuHina - Love StoryWhere stories live. Discover now