Senja, Nun Jauh Diujung Sana

28 4 0
                                    

Bagiku senja disana-sini sama saja,tiada memukau apalagi membuatku terpesona berlama-lama menaruh mata padanya,lebih-lebih hendak menaruh hati. Sedikit saja rasa ketertarikkanku pada senja yang ketika menjingga di belahan bumi ujung sana suka sekali memantulkan kemilau cahaya temaramnya di riak tenang air sungai Kapuas sore itu.

Sebab tak ada yang pernah tahu mengapa aku tak menyukai senja,sinarannya, pijar kelam cahayanya ketika hendak hilang ditelan bumi cakrawala,di kaki langit yang sering disinggahi mentari pula telah sangat sering dan bahkan selalu menciptakan senja disana.

Senja diiringi hujan,butiran-butiran air hujan yang bergelimpangan memantulkan merahnya senja saat itu. Senja diiringi kabut,macam kita disuguhkan lukisan apik seorang maestro lukisan tekenal,merah sahaja,dengan sedikit warna keabu-abuan menghalang-halang mata agar tak dapat menerobos dan melihat senja. Senja pula kadang diiringi badai dari arah timur,hitam,dan bukan lagi jingga yang seringkali kita lihat kala senja terpampang jelas diujung sana,bergelombanglah pula air sungai Kapuas sore itu.

Benar bahwa tiada seorang pun yang tahu mengapa aku begini,dulu tanpa ditanya pun aku akan menjawab bahwa senjalah yang paling indah pula cantik dipandang mata, amboiiii. Kalaulah ditanya juga aku akan segera menjawab tanpa berpikir panjang kalau memang senjalah yang akan selalu indah pula cantik,begitu seterusnya,hingga mungkin aku mati barulah kata-kata itu tak lagi dapat terucap.

Namun kebenaran itu tidak pula berlangsung lama. Singkat saja,aku mendustakan segala kata yang dulunya sering aku ucapkan. Aku kini tidak lagi membenarkan segala kata yang dulunya sering kuumbar-umbarkan,juga saat ini aku mengutuk diriku telah mengatakan bahwa senja di ujung sungai Kapuas itu indah,cantik pula menawan hati,selalu mempesona dan memberikan kesan manis kala ia meninggal-kan kita. Benar-benar mengutuk semua kata yang dulunya sering mengalir begitu sahaja.

Tahu mengapa aku kini berubah,kuyakin tidak,sampai engkau menelaah jauh kedalam bacaan ini baru mungkin engkau akan paham betapa sakitnya kala Senja pergi meninggalkan kita. Senja yang telah lama kujaga,Senja yang kerap kali kugelitik ketika ia membuatku bungkam karena tingkahnya yang menjengkelkan, Senja yang saban malam aku selimuti ketika ia akan tidur,Senja yang acapkali kugendong kala ia lelah mendaki jembatan tol sungai Kapuas hanya untuk menyaksikan kembarannya itu menghilang.

Senja Lingga Pradesa,nama seorang adik yang sangat kubanggakan sampai saat ini. Orangnya manis dengan rambut hitam panjang sering terurai ketimbang diikat karena ia merasa cantik ketika rambut hitam panjangnya tergerai ditelisik angin-angin kecil. Ia pula punya lesung pipit yang menambah gairah siapa saja untuk berlama-lama memandangnya.

Sore itu adik kecilku itu barulah akan menginjak umur 5 tahun sampai Tuhan tega mengambilnya dari pihakku,didepan mataku pula,ia tergeletak begitu saja dalam dekapanku ketika kami hendak meninggalkan jembatan tol untuk pulang kerumah.

Sore yang kelam,meski sore itu gerimis malam belum sempat menemani tapi tetesan ringannya pula ikut terjun satu demi satu tak terasa.

"Bang Hisman, Senja lelah bang"gadis periang itu kini sedang terengah-engah dibelakangku, meski kami baru saja mendaki seperempat jembatan tol Kapuas. Aku hendak mengacuhkannya bukan karena aku jahat atau apa namun agar dia dapat terus berusaha dan tidak cepat putus asa mendaki dengan sekuat tenaganya. Senja sudah sangat pandai memainkan peran lugunya ketika ia pura-pura tak kuat mendaki lagi dengan tujuan minta digendong olehku. Dan aku juga punya jurus andalan dengan selalu mengatakan.

"Senja mau ngeliat kembarannya nggak?,cantik kan,merah,indah,apalagi kalau kita meliatnya ditengah-tengah jembatan seperti yang dulu seringkali kita lakukan,iya kan Senja?"tanyaku sambil membuatnya membayangkan keadaan yang dulunya sering kami lakukan. Aku menoleh kembali pada Senja. Ia mendelik,mengerlingkan mata besarnya itu dihadapanku. Ya ampun Senja kau kini tampak semakin lucu dan aku sempat berpikir jika aku sangatlah jahat bila harus mengacuhkan gadis periang itu.

Senja, Nun Jauh Diujung SanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang