Final

438 43 12
                                    

"Jeonghan-ah, ayo ke kantin!"

Lelaki dengan potongan rambut bob itu hanya mendongak sekilas, lalu kembali berkutat dengan kegiatan sebelumnya.

"Tidak. Kau saja, Jisoo-ya," sahut lelaki dengan name tag bertuliskan Yoon Jeonghan tersebut.

Sementara yang dipanggil dengan Jisoo, menghela nafas. Dia melirik apa yang sedang dikerjakan Jeonghan.

"Surat untuk Seungcheol lagi?" tanyanya.

Ekspresi Jeonghan berubah jadi menyeramkan. Dia melotot ke arah Jisoo, meletakkan jari telunjuknya di depan bibir, dan bersuara 'ssh'. Mengisyaratkan sahabatnya untuk diam.

Jisoo tersenyum bersalah, lalu menutup bibirnya. "Sorry. Tidak ada yang mendengar, kok," katanya.

Jeonghan menatap ke sekeliling kelas. Hanya tersisa beberapa siswa saja, yang lain mungkin sudah ke kantin. Kemudian dia menghela nafas lega.

"Ya sudah. Kau mau titip sesuatu?" tawar Jisoo. Dia mendapat gelengan kepala sebagai jawaban. "Kalau begitu aku ke kantin dulu," katanya sambil menepuk bahu Jeonghan.

Setelah Jisoo pergi, Jeonghan hanya menatap kertas di depannya. Pulpen di tangannya diketuk-ketukkan ke kepala. Terlalu banyak kata-kata yang ada di otaknya sampai dia bingung bagaimana menyalurkannya ke dalam secarik kertas.

Menulis surat memang sudah jadi kebiasaan Jeonghan selama beberapa bulan terakhir. Dia menyukai seseorang. Namanya Seungcheol, seperti yang disebut Jisoo tadi. Seungcheol adalah salah satu atlet taekwondo di sekolahnya. Dia ramah, murah senyum, tidak pilih-pilih teman, dan yang paling penting adalah dia tampan.

Jeonghan jatuh cinta dengan Seungcheol saat dia sedang duduk sendiri di kantin, melamun. Matanya tanpa sadar terus menatap ke arah Seungcheol yang sedang memasuki kantin. Terus menatap, sampai tiba-tiba Seungcheol tersenyum dengan sangat manis kepadanya. Diberi senyum manis begitu, Jeonghan secara refleks membalasnya, walaupun gugup.

Sejak saat itulah, jantung Jeonghan berdetak dua kali lebih cepat jika mendapati lelaki dengan marga Choi itu di dekatnya.

"Belum selesai juga dengan suratmu?" tanya Jisoo pelan.

Jeonghan terlonjak kaget, dia menatap Jisoo yang sudah duduk di sebelahnya. Lelaki itu kemudian meletakkan sebungkus roti ke depan Jeonghan dan tersenyum. "Maaf mengagetkanmu," katanya.

Jeonghan menghela nafas, "Kau ini seperti hantu saja, tiba-tiba datang. Terima kasih rotinya," katanya. Dia mengucapkan kalimat-kalimat itu tanpa menatap Jisoo.

"Kau saja yang terlalu serius, Han," elak Jisoo pelan.

Jeonghan berdecak dan hanya melirik Jisoo sekilas.

"Tidak lelah hanya mengirimi surat saja? Kenapa tidak didekati langsung?" tanya Jisoo.

Jeonghan menghela nafas, lalu menatap Jisoo. "Susah, Soo. Lagipula, kau tahu, kan bagaimana terkenalnya dia? Nanti aku hanya berbicara dengannya, sudah jadi bahan obrolan para penggemarnya," katanya.

Jisoo mengedikkan bahunya, "Memang susah, ya, menyukai orang yang terkenal," sahutnya.

Jeonghan mengangguk dan kembali menulis.

"Tapi, kan, kau juga lumayan terkenal, Han. Dengan kecantikanmu itu. Beruntung sekali dia yang disukai olehmu," lanjut Jisoo. Dia tersenyum miris pada kalimat terakhir.

"Apa-apaan, sih," gumam Jeonghan. Kini dia sedang melipat kertasnya, lalu memasukkannya ke dalam amplop kecil. Biasanya, dia akan meletakkan suratnya di loker Seungcheol setelah pulang sekolah. Saat sekolah sudah sepi.

Complicated [✔]Where stories live. Discover now