Chapter 1: When We Meet Again

12.6K 612 82
                                    

"Apa kau tahu nama aroma tanah basah kala hujan menampakkan diri? Ia adalah petrichor, si pembawa rasa tenang dalam jiwa."

—————————————

Langit terselimut mega hitam kentara hendak memuntah tangis. Angin musim panas menderu pelan, membuai hati dan perasaan yang tumpah kala mendung dirundung duka. Pukul sepuluh lewat dua puluh menit. Masih cukup pagi untuk sang hujan menunjukkan eksistensi.

Seorang gadis di belakang kemudi menengok awan sebentar lalu kembali berkonsentrasi pada jalanan lengang di hadapan. Jarinya menyentuh bagian audio menekan tombol next beberapa kali. Setelah dirasa lagu yang mendendang cocok ia menekan pedal gas sedikit lebih kuat.

Bunyi denting piano mengalun dari ponsel pintar yang tergeletak di kursi samping. Sebuah panggilan masuk terlihat di layar. Segera ia menempelkan headset, mengusap tanda hijau tanpa repot-repot melihat ID pemanggil.

"Halo?" Si gadis mengucap sapa. Satu detik kemudian suara baritone rendah mengisi pendengaran. Menjawab salam dengan gaya khas yang benar-benar gadis itu hafal.

"Dua tahun tidak berjumpa apa kau tidak merindukanku?" Pria di ujung lain telepon mengucap tanya. Sesekali tertawa kecil memancing si gadis agar melakukan hal sama.

Si gadis menggeleng lalu terkekeh. Membayangkan raut datar pria di seberang tengah tersenyum membuat kekehannya makin jelas terdengar. "Tidak. Setiap hari kita bertukar pesan, Sean. Mana mungkin aku merindukanmu."

Si pria yang dipanggil Sean balas tertawa lalu mendecih satu detik kemudian. "Baiklah."

Mereka terdiam beberapa saat. Sebenarnya si gadis ingin sekali tertawa. Ia tahu benar jika pria di seberang telepon hanya tengah menguji. Maka dengan sedikit kekehan terlontar, gadis itu berujar, "Kau membuatku merasa buruk. Aku sedang berjalan-jalan, jika kau ingin tahu."

"Aku tidak menanyakan kau sedang berada di mana," dusta Yoon Gi berpura tidak peduli. Namun di telinga si gadis justru terdengar seperti ungkapan rasa suka.

"Benarkah? Aku justru bisa melihat binar ceria di matamu dari sini, Sean."

Mereka tertawa bersama. Tidak menyadari bahwa waktu yang terlewat sudah lebih dari sepuluh menit sejak mereka melakukan panggilan. Waktu yang teramat singkat bagi dua sahabat untuk bertemu kangen.

"Aku ketahuan, ya?" tanya Yoon Gi tanpa hendak menyudahi topik. Rasanya sudah lama tidak saling melempar godaan seperti ini.

"Sangat. Kau itu orang yang tidak ekspresif. Aku jelas tahu perubahan emosimu."

Yoon Gi mendendang tawa kecil kembali. "Aku tahu kau mudah menebak diriku, Bi."

Yoon Gi menghela napas, memberitahukan apa yang hendak disampaikan sejak tadi. "Kita bertemu di cafe biasa setengah jam lagi?"

Sekali lagi si gadis mengangguk antusias. Ia tahu lambat laun Yoon Gi akan mengatakan hal itu. Mengingat perjanjian dua tahun lalu, jika salah satu dari mereka menelepon dahulu artinya ia mengajak kembali bersitatap. Tanpa banyak kata ia menyetujui, mengatakan bahwa akan segera menyusul secepat mungkin. Bahkan karena terlalu antusias si gadis melupakan fakta bahwa lagu yang sekarang memutar adalah salah satu lagu favoritnya. Gadis surai cokelat itu tengah bergembira. Tentu saja.

Setelah menemukan tanda putar balik, ia segera menghidupkan lampu sen, memutar balik dengan sesungging senyum manis.

Titik-titik air beradu cepat jatuh ke bumi. Makin lama makin banyak, makin lama makin deras. Namun gadis di balik kemudi tidak lantas mendesah kecewa. Senyum justru makin melebar. Rasa cinta terhadap hujan membumbung memenuhi hati. Sudah lama sejak terakhir kali ia menatap guyuran langit dari kaca mobil seperti ini.

비물 (Rain) ✔Where stories live. Discover now