Chapter 7

41 13 7
                                    

Terik matahari siang membuat semua orang berusaha melindungi kulit mereka begitu juga dengan Fanny. Terlihat air keringat mengalir disekitar wajahnya. Fanny kesal dengan Nathan yang membuat dirinya lama menunggu.

"Kakk!!! Cepatan dikit napa, panas banget nih!"

"Iya, iya ini juga dah selesai, sabar dikit! "

.
.
.
.

Nathan kemudian melajukan mobilnya dengan cepat menuju toko buku di persimpangan jalan utama. Saat mereka sampai, seseorang telah menunggu kehadiran mereka berdua. Fanny sangat mengenal betul orang ini, tapi ia merasa heran kenapa Dika berada di depan toko itu.

"Kak, bukannya dia Dika ya? "

"Emang, kenapa Fan?? "

"Tapi dia ngapain disana? "

"Kakak yang ngajakin dia pergi, emangnya kenapa? "

"Whattt?!!! Kenapa kakak nggak bilang aku? "

"Lahhh... nga masalahkan, kamu keberatan? Ohhh.... jangan-jangan kamu suka dia? "

"Sok tau banget, tapi harusnya kakak bilang dulu. " omel Fanny.

"Ya udahh... gitu aja diributin, ayo! "

Fanny berusaha menyembunyikan perasaan gugupnya di depan Dika dan Nathan. Fanny berusaha bersikap sewajarnya di depan mereka berdua.

"Haii Dik! Udah lama ya nunggunya? "

"Nga juga. Haii Fanny apa kabar? "

"Baik kak! Aku harap kakak baik juga. Ha..ha.ha..." canda Fanny.

"Fanny cepat cari buku yang kamu butuhkan! " perintah Nathan.

"Ya..ya ayo kak Dika, Kak! Cepet!"

.
.
.

Saat tengah mencari buku yang Fanny perlukan, tiba-tiba ponsel Nathan berdering. Ia menjauh dan segera mengangkat telfon itu.

"Ada apa kak? Siapa yang telfon?"

"Ini nih, kakak ada rapat Paskib mendadak. Kamu lanjut aja cari bukunya, ntar Dika yang nganter kamu pulang. "

"Tappii kak, nga boleh gitu dong! "

"Terserah Lahhh, kakak pergi dulu. Dik! Titip adikku ya! Byeee...!!!!"

"Woiii kak?! Emang aku barang apa dititip-titip?" omel Fanny.

"Ya udah Fan, aku yang akan menemani kamu mencari buku. " sahut Dika.

Akhirnya Fanny menemukan buku yang ia inginkan. Dengan cepat ia membawa buku tersebut ke kasir dan membayarnya. Fanny merasa sangat gugup di depan Dika, namun perasaan itu tetap dipendam Fanny.

Saat mereka menyebrang jalan, Dika tidak sengaja menarik lengan Fanny, refleks Fanny langsung menarik kembali lengannya. Jantungnya kini berdebar, perasaan yang ia sembunyikan dari tadi sekarang terlihat jelas.

"Maaf Fan, aku nga sengaja. "

"Ngga apa-apa kak. Aku juga yang tidak cepat menyusul kakak tadi. " sahut Fanny gugup.

"Oke... ayo sekarang kakak akan mengantarmu pulang. "

"Baikk.... ayo kak. "

Fanny memasuki mobil Dika yang terdapat di sebrang toko buku itu. Mobil itu melaju cepat meninggalkan toko buku.

.
.
.
.
.

Langit berwarna orange menandakan sang matahari sudah harus berkerja di suatu tempat di sisi lain dunia ini. Langit yang indah biasanya tidak pernah dilewatkan Meidy, ia selalu sedia dengan kameranya dan duduk di balkon kamarnya.

ChangeNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ