Rendang Bourguignon

13 0 0
                                    


Hari itu, hari Minggu. Hari yang tidak akan pernah Esa lupakan seumur hidupnya. Gadis manis 19 tahun itu baru saja sampai ke kos-kosan jam dua pagi gara-gara diajak temannya, Frida, untuk menonton konser Ayu Ting Ting. Sampai sekarang pun, lirik lagu sambala sambala bala sambalado masih terngiang di telinganya.

Jujur, Esa ingin sekali untuk berhibernasi sampai siang di kamar kosnya yang hangat dan nyaman. Sayang sekali, keinginannya hancur oleh suara-suara mengerikan yang terdengar nyaring dari balik pintu kamarnya.

KLONTANG! BRUANG! PLETOK PLETOK!!

"AMII!!! Udah aku bilang jangan disiram minyak dulu!!"

"Huwaa!! Kikiiii!!! Microwave-nya kenapa nggak dimatiin!!!"

Esa mengerang kesal kala telinganya menangkap keributan yang dibuat oleh teman-teman sekosnya. Matanya melirik jam dinding Doraemon yang setia menggantung di atas pintu kamarnya.

07.00

Urat-urat di dahi Esa berkedut menahan amarah. Tangan kanannya menyambar guling dan menutupkan benda itu ke telinganya, berharap agar tidak lagi mendengar suara mistik dari dapur kos.

Semenit. Dua menit. Esa menghela napas lega–

DUAR!

–nggak jadi. Bukannya tidur dengan tenang, jantung Esa seakan ikut meledak bersama dengan suara tadi. Esa spontan terduduk di pinggir ranjang, mata melotot dan tangan mencengkram dada. Kalau seandainya dia punya riwayat sakit jantung, dia pasti sudah mendapat gelar almarhumah sekarang.

'Itu apa?! Bom?! BOM?! Siapa yang ngebom?! ISIS?! Kenapa ISIS sampai sini?! Ini bukan Suriah, Sarinah juga bukan!!' batin Esa random saking kagetnya.

Cukup sudah. Kesabaran Esa sudah diujung tanduk. Dengan gusar, Esa berjalan ke pintu kamarnya, menyambar gagang pintu dan membanting pintunya.

"KALIAN BISA DIEM NGGAK–"

DUAK.

Murka Esa tertelan kembali saat seonggok tubuh manusia terjatuh dengan dramatis dihadapannya. Di dahi makhluk berambut pendek itu tampak sebuah benjol kemerahan yang cukup besar. Esa hanya bisa ternganga takjub saat makhluk itu mendarat dengan indahnya di lantai dalam posisi tengkurap.

Tidak hanya Esa, empat penghuni lain di kos-kosan itu juga ikut terpana.

Setelah sekian detik, Esa baru sadar bahwa amukannya telah memakan korban. "Amiii!!" gadis itupun langsung menggoyang tubuh sahabatnya yang terbaring lunglai di lantai, mata terpejam dan mulut berbusa. "Amii! Bertahanlah, Mi!"

"Sa," Ami tiba-tiba membuka mata dan mencengkram lengan Esa. "..sakit, tau, Sa," ujarnya pelan lalu kembali pingsan dengan mempesona.

"Oh tidak! Pasien jatuh pingsan! Namun pasien sempat berbicara, membuka mata dan bergerak merespon pemeriksa! Skala kesadaran 12! Kesadaran pasien menurun tapi pasien tidak berada pada kondisi yang mengancam nyawa!"

Diah, salah seorang penghuni kos yang juga anak kedokteran, nyerocos nggak jelas tentang hal yang tidak Esa pahami. Esa pasti sudah melempar sandal ke wajah temannya itu seandainya sang penghuni tertua kos tidak melerai.

"Esa, Diah, itu si Ami bisa tolong dimasukkan kamar saja? Kayaknya dia nggak akan bangun sampai beberapa jam kedepan," ujar Kak Putri kalem. Diah pun sigap membantu Esa menyeret Ami kedalam kamar dan menguncinya.

"Ekhem, ngomong-ngomong," setelah mengamankan Ami, Esa melanjutkan kembali niatannya yang tadi. "Kalian lagi pada apa, sih? Kayaknya berisik banget?"

Rendang BourguinonWhere stories live. Discover now